Liputan6.com, Jakarta - Penyanyi cilik Farel Prayoga belum lama ini satu panggung dengan salah satu ulama kharismatik Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah. Penyanyi cilik dan dai kondang ini sama-sama mengisi acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Banyuwangi.
Pada kesempatan tersebut, keduanya sempat berdampingan di atas panggung. Momen tersebut dimanfaatkan Gus Miftah untuk bertanya kepada penyanyi cilik terkenal itu.
Awalnya, Gus Miftah menanyakan sudah berapa juz Al-Qur’an yang dibaca oleh Farel. Namun, Farel mengatakan jika dirinya tidak mengaji.
Advertisement
Baca Juga
Jawaban Farel tersebut sempat membuat Gus Miftah terheran-heran. Ia sempat menyayangkan jika Farel Prayoga tidak mengaji, padahal penyanyi cilik itu sudah terkenal dan populer.
“Kamu sekarang sudah terkenal, sudah mulai punya uang. Abah doakan besok kamu jadi artis top internasional. Aamiin. Tapi ngaji bro, mosok ora ngaji,” kata Gus Miftah dikutip dari YouTube Btd Channel, Sabtu (8/10/2022).
Selang beberapa waktu, Gus Miftah mendapatkan informasi jika Farel Prayoga nonmuslim. Ia pun akhirnya bertanya tentang agama Farel Prayoga. Namun, penyanyi cilik itu enggan untuk menyebutkan agamanya.
Farel yang enggan menyebutkan agama yang dianutnya membuat Gus Miftah memberikan pesan tentang toleransi. Pendiri Pondok Pesantren Ora Aji ini berpesan agar Farel menjadi hamba yang taat apapun agamanya.
“Apapun agamamu tetap sing ibadah sesuai dengan kepercayaanmu,” pesan Gus Miftah.
Pesan Gus Miftah kepada Farel Prayoga dapat dikatakan sebagai bentuk toleransi. Gus Miftah mempersilakan Farel untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya.
Pesan toleransi atau dalam khazanah Islam disebut sebagai tasamuh ini tertuang dalam Al-Qur'an dan hadis. Di bawah ini, akan dijelaskan dadil toleransi dalam surah Al-Baqarah dan surah Al-Maidah.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Tasamuh dalam Islam
Terlepas dari pesan Gus Miftah kepada Farel, Islam memang mengajarkan umatnya untuk saling bertoleransi satu sama lain. Istilah toleransi di Islam dikenal dengan tasamuh.
Mengutip laman NU Online, tasamuh berarti menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun, bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini.
Menurut Kamus Al-Muhit, Oxford Study Dictionary English-Arabic, istilah tasamuh memiliki arti tasahul (kemudahan). Artinya, Islam memberikan kemudahan bagi siapa saja untuk menjalankan apa yang ia yakini sesuai dengan ajaran masing-masing tanpa ada tekanan dan tidak mengusik ketauhidan.
Sedikitnya ada lima fungsi tasamuh dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, membuat para pelakunya semakin memiliki banyak saudara karena sikap rendah hati dan mudah menghargai pendapat orang lain.
Kedua, urusan yang dilakukan pun menjadi lebih mudah. Ketiga, kesulitan yang dihadapi mudah untuk diselesaikan.
Keempat, fungsi tasamuh adalah membuat suasana lebih akrab antara satu orang dengan orang yang lain. Kelima, akan muncul sikap kebiasaan saling menghormati perbedaan pendapat.
Advertisement
Tasamuh Karakter Pokok Aswaja
Lebih jauh lagi tentang tasamuh, ternyata tasamuh menjadi satu dari empat karakter pokok Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja). Empat karakter pokok ini antara lain tawassuth, tawazun, i’tidal, dan tasamuh.
Melansir laman NU Online, tawassuth adalah sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri maupun kanan. Sikap ini disarikan dari firman Allah SWT dalam Al-Qur'an berikut.
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.“ (QS al-Baqarah: 143).
Tawazun adalah seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan hadis).
I’tidal adalah tegak lurus. Sikap ini telah disinggung dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 8.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Karakter pokok Aswaja keempat adalah tasamuh. Pengertian karakter ini telah dijelaskan sebelumnya, yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama.