Sukses

Kisah Mahasiswi Indonesia Hidup di Negara Minoritas Muslim, Sulit Cari Musala dan Makanan Halal

Lahir dari negara mayoritas muslim, lalu tinggal di negara minoritas muslim tentu banyak perbedaan dan tantangan yang harus dihadapi. Hal ini seperti dialami dan diceritakan oleh Ibtisam Salsabila, mahasiswi IPB University yang mengikuti Indonesia International Student Mobility Award (ISSMA) di National Taiwan University of Science and Technology.

Liputan6.com, Jakarta - Lahir dari negara mayoritas muslim, lalu tinggal di negara minoritas muslim tentu banyak perbedaan dan tantangan yang harus dihadapi. Hal ini seperti dialami dan diceritakan oleh Ibtisam Salsabila, mahasiswi IPB University yang mengikuti Indonesia International Student Mobility Award (ISSMA) di National Taiwan University of Science and Technology.

Salsa, panggilan akrabnya, terbang ke Taiwan sejak Agustus 2022. Kini ia sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya di negara minoritas muslim. Namun sebelum itu, ia kerap menghadapi berbagai perbedaan kultur di Negeri Formosa.

“Kalo muslim di Taiwan emang minoritas, sekitar 0,5 persen. Sebagian besar masyarakat Taiwan menganut agama Buddha atau kepercayaan,” katanya kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

Menurut Salsa, selama ia tinggal di Taiwan tindakan-tindakan rasisme kepada orang muslim nyaris tidak pernah terjadi. Penduduk setempat hanya melihat saja bila ada wanita yang tertutup dengan jilbab, karena di sana memang jarang orang yang berjilbab. 

Kendati demikian, ada tantangan lain yang harus dihadapi Salsa ketika tinggal di negara minoritas muslim. Salsa mengaku sulit untuk menemukan tempat salat seperti musala, tidak seperti di Indonesia yang bertebaran di mana-mana.

“Buat nyari musala atau tempat salat susah banget. Aku sering jamak jadinya dan jadwal kelas aku juga suka kejepit di waktu salat gitu, mau izin juga susah,” ungkap dia.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Sulit Cari Makanan Halal

Berbeda dengan kampusnya, justru musala mudah ditemukan. Menurut Salsa, ini tidak terlepas dari banyaknya mahasiswa muslim di National Taiwan University of Science and Technology.

“Di kampusku juga ada perkumpulan mahasiswa muslim, biasanya suka ada kajian. Aku belum pernah ikut sih. Kalau di Taipei sendiri ada masjid gede namanya Taipei Grand Mosque kata temenku bagus, di Taichung juga ada masjid jami gede,” ujarnya.

Perjuangan hidup di negara minoritas muslim yang dialami Salsa bukan hanya soal tempat ibadah. Lebih dari itu, ia mengaku sulit untuk mencari makanan yang 100 persen halal

“Kalau untuk makanan jujur susah sih cari yang 100 persen halal. Jadi, biasanya aku cari makanan ayam atau masak sendiri karena walaupun daging babinya gak kelihatan di tulisannya, biasanya minyaknya tuh dari babi atau gelatin atau kaldunya gitu,” ungkapnya.

“Makanan di minimarket kayak sushi atau onigiri yang gak pake babi biasanya nasinya pake alkohol, jadi harus jeli lihatnya sih,” sambung mahasiswi asal Jakarta ini.

Terlepas dari tantangan-tantangan sebagai orang minoritas, Salsa tetap senang bisa hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain. Meskipun untuk sekadar ibadah dan mencari makanan halal saja butuh perjuangan.