Sukses

Cerita Siswa Katolik Mondok di Buntet Pesantren Cirebon, Hidup Satu Atap Bersama Santri

Bennaya Jonathan Raja Partogi Siagian adalah seorang siswa beragama Katolik dari SMA Kolese Kanisius Jakarta yang mengikuti program ekskursi di Pondok Pesantren Nadwatul Ummah Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat.

Liputan6.com, Cirebon - Bennaya Jonathan Raja Partogi Siagian adalah seorang siswa Katolik dari SMA Kolese Kanisius Jakarta yang mengikuti program ekskursi di Pondok Pesantren Nadwatul Ummah Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat. Selama mengikuti program tersebut, Bennaya dan kawan-kawannya tinggal di pesantren bersama para santri.

Bak seorang santri, Bennaya mengikuti program yang rutin dilaksanakan di Buntet Pesantren. Ia berbaur dengan para santri sembari belajar bagaimana hidup seorang santri di pesantren sebenarnya. 

Tinggal satu atap bersama santri justru menjadi pengalaman baru bagi Bennaya. Ia tidak hanya bisa berdiskusi soal agama, tapi juga soal keseharian pesantren, hobi, cerita mistis, hingga horor.

Sebelum mengikuti program ekskursi ini, Bennaya hanya tahu kehidupan pesantren di media sosial. Itu pun berita pesantren yang bertebaran di media sosial tidak semuanya menggambarkan kehidupan santri sesungguhnya.

“Ternyata kita di sana santai. Diterima dengan baik. Aturan memang tegas, tapi tidak menyeramkan. Mereka mengingatkan dengan penuh kelembutan,” katanya seperti dikutip dari NU Online, Sabtu (29/10/2022).

Bennaya kagum melihat kehidupan santri sesungguhnya. Meski sudah malam, para santri masih berdiskusi hingga mengoreksi hafalan pengajian. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi, namun semangat para santri tak pernah surut dalam menimba ilmu. 

Apa yang dilihat oleh Bennaya berbeda jauh dengan dirinya. Ia kadang bolos dan tidur saat melakukan misa.

“Kita di sini ibadah minggu saja masih tidur, bolos. Sementara teman-teman santri harus bangun subuh,” cerita siswa kelas XII IPA itu.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Toleransi

Selama ikut mondok, Bennaya dan kawan-kawannya melihat interaksi santri dengan orang yang lebih tua. Ia melihat etika santri yang sangat hormat pada orang yang lebih tua, seperti mencium tangan dan menundukkan kepala lebih dahulu jika mereka lewat.

Apa yang dialami Bennaya selama ikut mondok di Buntet Pesantren juga dirasakan oleh Ignatius Bryan Chai. Ia sangat berkesan dengan kehidupan pesantren, apalagi ketika diaku menjadi saudaranya oleh para santri.

Awalnya Bryan mengira jika santri hanya fokus belajar agama, tapi nyatanya tidak. Santri juga ada yang bersekolah dan mempelajari pengetahuan umum. Ia menyaksikan langsung para santri yang belajar pengetahuan umum di Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MANU) Putra Buntet Pesantren.

Selama tinggal di pesantren, Bryan merasakan hangatnya toleransi dan hormat-menghormati meski beda agama. Ia sangat diterima oleh para santri, begitu pun ia mau berbaur dengan para santri. 

“Kita memang berbeda, tetapi kita bisa bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah,” kata Bryan.