Sukses

Kisah Wanita yang Dituduh Berbuat Mesum dengan Anjing

Dikisahkan terdapat seorang wanita cantik di kalangan Bani Israil. Dia dirayu oleh empat orang pemuka di kalangan mereka untuk berbuat mesum, akan tetapi mereka ditolak oleh wanita itu.

Liputan6.com, Cilacap - Mengutip buku 'Kisah Raja yang Adil Nabi Sulaeman AS' karya Ummu Abdillah al-Buthoniyah, dikisahkan terdapat seorang wanita cantik di kalangan Bani Israil. Dia dirayu oleh empat orang pemuka di kalangan mereka untuk berbuat mesum, akan tetapi mereka ditolak oleh wanita itu.

Lalu keempat orang itu bersepakat untuk membuat saksi palsu atas wanita itu. Mereka bersaksi di hadapan Nabi Daud AS bahwa wanita itu telah berbuat mesum dengan anjingnya.

Nabi Daud pun memerintahkan agar wanita itu dihukum rajam. Sore hari itu, Nabi Sulaiman AS duduk dikelilingi pembantunya dan mendramakan kejadiannya. Dia duduk sebagai hakim, lalu empat orang pembantunya berpakaian seperti empat orang laki-laki yang menuduh wanita itu, dan seorang lagi dengan pakaian wanita.

Empat orang itu bersaksi bahwa wanita tersebut telah berbuat mesum dengan anjing.

“Sulaiman berkata, "Pisahkan mereka!"

Beliau kemudian bertanya kepada laki-laki yang pertama, "apa warna anjing itu?" Dia menjawab, "hitam." Maka dia dipinggirkan.

Sulaiman memanggil orang kedua dan menanyakan kepadanya warna anjing itu, dan dia menjawab, "merah." Kemudian yang ketiga mengatakan, "kelabu." Sedangkan yang keempat mengatakan, "putih."

Pada saat itu, Nabi Sulaiman AS memerintahkan agar mereka dibunuh. Hal ini diceritakan kepada Nabi Daud AS. Beliau langsung memanggil empat orang yang bersaksi atas wanita tersebut dan bertanya kepada mereka secara terpisah mengenai warna anjing itu.

Jawaban mereka bereda-beda, maka Nabi Daud AS memerintahkan untuk membunuh mereka. Dengan demikian selamatlah wanita itu dari perbuatan zalim keempat orang tersebut.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Larangan Menjadi Saksi Palsu dalam Al Qur'an

Terlepas dari kisah tersebut, mengutip Republika.co.id Larangan bersaksi palsu termaktub dalam firman Allah SWT, “..dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (QS al-Hajj [22]:30). Para ulama bahkan menyejajarkan pelaku saksi palsu dengan pelaku kemusyrikan. Pelaku kemusyrikan sendiri adalah dosa paling besar dan tidak diampuni oleh Allah SWT. Dasarnya adalah beberapa ayat Alquran yang menyandingkan perbuatan dusta dengan musyrik.

Seperti dalam lanjutan surah al-Hajj ayat 30-31. “..maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.”

Dalam surah lain Allah SWT berfirman, “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,  mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan mengada-adakan  terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS al-A'raaf [7] :33)

Beberapa sifat ibadurrahman (hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih) adalah mereka tidak suka bersaksi palsu (QS al-Furqan [25]: 72). Tafsir ayat ini disebutkan sifat lainnya, yakni kufur, bohong, fasik, sia-sia, dan perkara yang bathil. Makna lain dari ayat itu adalah nyanyian dan omong kosong.

Lanjutan dari ayat 72 surah al-Furqan adalah, “dan apabila mereka bertemu dengan yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya.” Maknanya kehormatan orang-orang yang melakukan perbuatan dusta sama sekali tidak ada.

 

3 dari 3 halaman

Sejajar dengan Syirik

Dalam sebuah hadis, lebih jelas lagi tentang derajat keharaman saksi palsu. Rasulullah SAW menyejajarkan perbuatan saksi palsu dengan syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. Dua dosa besar yang derajat dosanya sangat besar sekali.

Dari Abu Bakrah RA, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kau kuberi tahu tentang dosa besar yang paling besar?” Kami menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyekutukan Allah dan durhaka  kepada kedua orang tua.” Ketika itu beliau sedang bersandar, kemudian beliau duduk lalu bersabda lagi, “Ketahuilah demikianlah pula ucapan bohong!” Beliau mengucapkannya berulang-ulang sehingga kami berkata, “Mudah-mudahan beliau diam.” (HR Bukhari Muslim).

Penyejajaran dengan syirik dan durhaka kepada orang tua menegaskan kedudukan dusta dalam persaksian dalam derajat dosa besar yang paling besar. Diulang-ulangnya perkataan Rasulullah saat menyebut perkataan bohong merupakan penegasan jika perbuatan ini adalah dosa yang tidak sepele.

Orang yang gemar melakukan perbuatan dusta juga termasuk golongan orang-orang munafik. Rasulullah SAW bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, apabila berkata berdusta, apabila berjanji ia ingkar dan jika diamanati ia berkhianat.” (HR Bukhari dan Muslim).