Sukses

Bentrok Kei Besar Bukan Konflik Agama, Ini Pesan Adem Sultan Ternate

konflik antar-warga di Kei Besar, Maluku Tenggara terjadi karena adanya perebutan lahan, bukan karena persoalan etnis, agama maupun SARA

Liputan6.com, Maluku Tenggara - Kesultanan Ternate di Maluku Utara menyerukan kepada seluruh warga di Kecamatan Kei Besar, Maluku Tenggara, yang saat ini bentrok antar-kelompok untuk mengakhiri konflik dan selesaikan masalah secara kekeluargaan.

"Saya berharap agar bentrokan antar-warga di Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, bisa segera reda dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan," kata Sultan Ternate ke-49, Hidayatullah Sjah, di Ternate, Senin.

Menurut dia, sesuai informasi yang diperolehnya, konflik antar-warga di Kei Besar, Maluku Tenggara terjadi karena adanya perebutan lahan, bukan karena persoalan etnis maupun SARA.

Oleh karena itu dia berharap agar seluruh lapisan masyarakat terutama di wilayah Malut dan khususnya Kota Ternate untuk tetap menjaga kerukunan yang harmonis serta toleran antar-sesama dan tidak terpengaruh dengan kondisi di Kei Besar dan berdoa konflik tersebut segera reda.

Ia juga meminta agar konflik horizontal pada tahun 1999 tidak lagi terjadi dan meminta masyarakat untuk menjaga silaturahmi untuk menciptakan suasana kamtibmas yang aman, damai dalam bingkai budaya.

Sebab, terbukti banyak etnis yang para tokohnya telah dikukuhkan sebagai pemangku adat Kesultanan Ternate, artinya semua etnis bersatu hidup rukun toleran dalam bingkai kebudayaan luhur bangsa Indonesia, khususnya nilai-nilai kearifan lokal Moloku Kie Raha yang sudah tercipta ratusan tahun lalu.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Penjelasan Bupati Maluku Tenggara

Sultan pun mengimbau agar masyarakat di Provinsi Maluku maupun Malut tidak terpancing atau terbawa provokasi mengenai konflik yang terjadi.

"Selaku Sultan Ternate, saya imbau agar semua komponen masyarakat menjaga stabilitas keamanan, jika terjadi gesekan agar diselesaikan secara berbudaya dengan mengedepankan dialog konstruktif karena seluruh tokoh pemangku adat, ulama, Islam, Kristen, Konghuchu, TNI, Polri dan Pemda duduk bersama atasi permasalahan masyarakat secara bersama-sama untuk menjaga pihak-pihak yang ingin menciptakan disharmoni di tengah masyarakat," ujarnya.

Pada Januari 2022 lalu dia ikut mendorong TNI/Polri bersama-sama pemuka agama dan tokoh masyarakat setempat dapat duduk bersama menyelesaikan konflik Haruku, Provinsi Maluku.

Ia mengajak saudara-saudara di Haruku tidak terpancing dengan berbagai informasi yang bisa memecah-belah rasa persaudaraan yang telah terjalin selama ini, sehingga konflik bisa diselesaikan dan kita hidup dalam suasana damai," kata dia.

Menurut dia, semangat kebersamaan dan kekeluargaan harus selalu dipertahankan guna menghindari terjadinya konflik dan masyarakat bisa hidup rukun, tenang dan tidak terprovokasi atas berbagai informasi melahirkan konflik,

Sebelumnya, Bupati Maluku Tenggara, M Thaher Hanubun, meminta masyarakat jangan terprovokasi dan menegaskan bahwa bentrok antarkelompok warga di Kecamatan Kei Besar bukan merupakan konflik agama.

"Disampaikan dengan tegas bahwa insiden pertikaian yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 12 November 2022, tidak ada kaitannya dengan pertikaian agama," kata dia, di Langgur, Minggu (13/11).