Sukses

Geliat Menjanjikan Islam di Korea Selatan Usai Dibayangi Islamofobia

Islam perlahan membangun pondasi pusat kegiatan dan organisasi pegerakan Islam. Akan tetapi, pada tahun 2001, terjadi peristiwa World Trade Center yang membawa arus Islamofobia

Liputan6.com, Jakarta - Ajaran Islam telah menyebar ke seluruh negara di dunia, seturut pesatnya perkembangan teknologi multimedia. Kini seseorang bisa berinteraksi dengan mudah orang lain di negara berbeda dalam jarak ribuan kilometer.

Geliat perkembangan agama Islam juga nyaris terjadi di seluruh negara, termasuk Korea Selatan. Sebuah negara yang berimpitan dengan saudara tuanya, Korea Utara, yang lebih tertutup.

Ini terjadi setelah migrasi dan mobilisasi makin massif. Para pekerja migran beragama Islam membuat denyut keislaman makin terasa.

Geliat masyarakat muslim di Korea Selatan mulai tumbuh seiring semakin banyaknya pekerja migran dari negara berpenduduk Muslim, seperti Indonesia, Bangladesh, Uzbekistan hingga Pakistan.

Dari Indonesia sendiri, jumlah pekerja migran mencapai sekitar 35.000-40.000 orang, sedangkan jumlah mahasiswa Indonesia di Korea Selatan mencapai 2.000 orang.

Mengutip uii.ac.id, pertumbuhan jumlah muslim juga disebabkan oleh keramahtamahan Korea Selatan kepada pendatang Muslim. Ini disampaikan oleh Thomhert Sidari, Ph.D Ketua Umum Asosiasi Peneliti Indonesia di Korea (APIK) dalam diskusi public special Ramadan yang diselenggarakan oleh Institute for Global and Strategic Studies, Sabtu (16/4/2022).

Geliat Islam ini tidak lepas dari kebutuhan ekonomi Korea Selatan pada sektor pariwisata. Kedatangan wisatawan Muslim dari berbagai negara seperti Indonesia dan Malaysia mampu memberikan dampak pada acara-acara keislaman seperti Korean Halal Festival atau munculnya tempat sholat di mall-mall Korea Selatan.

Namun begitu, ada pula faktor penghambat perkembangan Islam di Korea Selatan. Thomhert menyatakan bahwa kunci utama menjadi seorang Muslim di Korea Selatan adalah komunikasi khususnya terkait makanan apa saja yang boleh dimakan dan apa yang tidak. Selain itu, komunikasi juga perlu dilakukan untuk menjelaskan waktu dalam melaksanakan sholat Jumat yang mencapai 2 jam kepada atasan di tempat bekerja.

Dua jam tersebut muncul karena perjalanan menuju masjid terdekat yang cukup jauh saat hendak melaksanakan sholat.

Selain itu, Para pemeluk agama Islam juga kerap kali dihadapkan pada kesalahpahaman selama di Korea Selatan. Seperti dialami oleh Aji Teguh, mahasiswa kandidat doktoral di Pusan National University.

Ia berkisah bahwa orang Korea tidak tahu seorang Muslim mencuci kaki ketika berwudhu. Kerap kali timbul kesalahpahaman karena di toilet-toilet Korea tidak menyediakan fasilitas wudhu seperti di Indonesia.

“Suatu ketika, saya tengah mencuci kaki secara langsung di wastafel dan dimarahi oleh orang Korea secara langsung, ujarnya.

Menanggapi hal ini, ia pun melakukan wudhu dengan tidak membasuh kaki secara langsung melainkan hanya alas kaki seperti Muslim di Mesir dan Arab Saudi. “Daripada kita capek menjelaskan ke orang Korea untuk membasuh kaki, lebih baik mengambil fatwa yang tidak mewajibkan membasuh kaki," ucap Aji.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Sejarah Islam di Korea Selatan

Islam merupakan agama minoritas di Korea Selatan. Islam telah masuk ke Korea Selatan berabad lalu, tepatnya pada akhir milenium pertama.

Mengutip digilib.uin-suka.ac.id Islam pertama kali datang ke Korea melalui jalur perdagangan pada abad 9 M. Pada abad 14 M, kerajaan Korea memberlakukan politik isolasi dan mewajibkan seluruh rakyatnya memeluk agama Konghucu. Karena itu, hubungan Islam dan Korea menjadi terputus.

Kemudian pada era modern Islam di Korea Selatan berkembang melalui kontribusi tentara Turki dalam Perang Korea. Semenjak itu, Islam perlahan membangun pondasi pusat kegiatan dan organisasi pegerakan Islam. Akan tetapi, pada tahun 2001, terjadi peristiwa World Trade Center yang membawa arus Islamofobia.

Fenomena ini menjadi situasi gawat bagi Islam di Korea Selatan. Di Korea Selatan, Islamofobia menjadi patokan bagi masyarakat dalam menilai agama Islam. Islam diartikan sebagai agama yang identik dengan kekerasan dan terorisme.

Meski demikian, Islam di negeri ginseng ini mengalami perkembangan secara signifikan. Dalam proses perkembangan ini, strategi Muslim-friendly menjadi salah satu faktor pendukung Islam di Korea Selatan.

Mahasiswa pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Siti Nurhalisa meneliti pengaruh strategi Muslim-friendly dalam memberikan sudut pandang baru mengenai Islam di tengah masyarakat Korea Selatan.

 

 

3 dari 3 halaman

Perkembangan Islam dengan Strategi Muslim-Friendly

Dari penelitian ini adalah temuan bahwa strategi Muslim-friendly menjadi wadah yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan Islam di Korea Selatan pascaperistiwa WTC.

Wadah ini merepresentasikan upaya pengenalan Islam di Korea Selatan melalui dua arah, yaitu kemudahan akses dakwah Islam dan dukungan pemerintah setempat terhadap wisata halal Korea Selatan.

Dakwah di Korea Selatan menggunakan cara yang bersifat holistik, build in Qur’an, dan mengedepankan karakter Islam ramah. Upaya dakwah ini bertujuan untuk menjaga identitas keislaman dan mengikis Islamofobia di tengah masyarakat Korea Selatan.

Kemudian dukungan pemerintah melalui aktivitas perkonomian menjadi upaya untuk mempromosikan produk halal kepada masyarakat umum Korea Selatan.

Oleh karena itu, Islam di Korea Selatan menunjukan perkembangan yang positif. Meski menjadi minoritas, Islam menjadi agama yang diterima baik oleh masyarakat dan muslim dapat hidup berdampingan dengan masyarakat lokal Korea Selatan.

Tim Rembulan