Sukses

Gempa Cianjur, Benarkah Merupakan Azab? Ini Perspektif Fikih Kebencanaan Islam

Terkait bencana, dalam masyarakat ada pandangan bahwa musibah yang menimpa itu dikaitkan dengan hal-hal mistik atau supranatural. Ada pula yang menganggap bahwa bencana itu adalah azab. Benarkah demikian?

Liputan6.com, Banyumas - Badan Nasional pencarian dan Pertolongan (Basarnas) telah memperpanjang masa tanggap darurat bencana gempa Cianjur, Jawa Barat, untuk mencari korban hilang musibah ini.

Hingga hari kesembilan setelah kejadian, Selasa (29/11/2022), tercatat 703 orang korban luka gempa Cianjur, 73.693 orang pengungsi, 326 orang meninggal dunia, dan enam orang dalam pencarian.

Sebelumnya, gempa terjadi berkekuatan Magnitudo 5,6 di sekitar 10 km barat daya Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11) pukul 13.21 WIB.

Pusat gempa bumi itu berada di darat pada kedalaman 10 km di koordinat 6,84 Lintang Selatan dan 107,05 Bujur Timur.

Gempa-gempa lainnya juga kerap terjadi di Indonesia. Bencana alam lain, seperti erupsi gunung berapi, banjir, tanah longsor, hingga tsunami juga pernah melanda sejumlah wilayah lain dengan jumlah korban signifikan.

Terkait bencana, dalam masyarakat ada pandangan bahwa musibah yang menimpa itu dikaitkan dengan hal-hal mistik atau supranatural. Ada pula yang menganggap bahwa bencana itu adalah azab.

Jauh hari sebelum bencana gempa Cianjur, dalam upaya meluruskan cara pandang terhadap bencana, Muhammadiyah menerbitkan buku Fikih Kebencanaan.

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muchammad Ichsan, Fikih Kebencanaan dapat dijadikan tuntunan untuk menghindari perilaku yang dapat merusak lingkungan dan mendatangkan bencana.

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Sunnatullah dan Andil Kesalahan Manusia

Menurut Ichsan, jika dilihat dari sunnatullah, banyak kejadian alam adalah murni disebabkan oleh perubahan tata alam. Misalnya gempa disebabkan oleh pergeseran lempeng bumi, gunung berapi yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan perut bumi, dan seterusnya.

Peristiwa tersebut hampir tidak memiliki hubungan sebab akibat dengan perilaku dan sikap manusia terhadap agama dan alam sekitarnya.

“Ini adalah proses alamiah yang diciptakan oleh Allah dalam mengurus alam ini, yang pasti mengandung berbagai hikmah dan manfaat untuk kehidupan. Di sinilah sebenarnya cara pandang manusia akan menentukan sikapnya terhadap kejadian alam tersebut, apakah secara positif atau negatif,” terang Ichsan dalam kajian di Masjid KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Selasa (01/09), dikutip dari laman Muhammadiyah,Selasa (29/11/2022). 

Namun harus diakui, ujar Ichsan, memang ada pula bencana yang terkait dengan perilaku manusia. Umumnya terjadi akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh eksploitasi manusia terhadap alam secara berlebihan.

Dalam hal ini, banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan yang menurut perhitungan nalar pun berpotensi menimbulkan bencana. Misalnya, deforestasi atau penebangan pohon di hutan, dan sebagainya.

Menurut Ichsan, dalam ajaran Islam, kerusakan yang terjadi di bumi ini diyakini sebagai akibat kesalahan tindakan manusia dalam menjalankan fungsi kekhalifahannya. Kesalahan tindakan manusia terjadi karena yang bersangkutan tidak mampu mengendalikan dan menyeimbangkan hak, kewajiban, dan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya.

Tim Rembulan