Liputan6.com, Bandung - Kedamaian di Kota Bandung, Jawa Barat terkoyak oleh serangan bom bunuh diri di Markas Polsek Astanaanyar, Rabu pagi (7/12/2022). Seorang pria meledakkan bom yang dibawanya.
Sebanyak 11 orang yang menjadi korban dalam peristiwa ledakan bom bunuh diri tersebut. Dari 11 orang itu, sebanyak 10 orang merupakan anggota polisi dan satu orang warga sipil yang sedang melintas di sekitar lokasi kejadian.
Pelaku bom bunuh diri dipastikan tewas di lokasi. Belakangan diketahui, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar adalah AS, eks-narapidana terorisme (napiter).
Advertisement
Baca Juga
"Ada 11 orang menjadi korban, terdiri 10 anggota Polri dan satu warga sipil. Satu orang anggota Polri meninggal dunia atas nama Aiptu Sofyan," kata Kapolda Jawa Barat, Suntana kepada wartawan di sekitar Mapolsek Astanaanyar, dikutip Antara.
Peristiwa bom bunuh diri itu terjadi sekitar pukul 08.00 WIB saat anggota Polsek Astanaanyar, Bandung sedang melaksanakan apel pagi.
Saat itu, pelaku memaksa mendekati anggota polisi yang sedang melaksanakan apel. Kemudian pelaku sempat dihalau masuk oleh beberapa anggota polisi.
"Dan dia mendekat, pelaku tetap berkehendak mendekati anggota, lalu mengacungkan sebuah pisau, tiba-tiba terjadi ledakan," ucap dia.
Diduga kuat, pelaku AS merupakan jaringan JAD Jawa Barat. Kepolisian masih menyelidiki kasus terorisme ini.
Dalam perspektif kelompok radikal atau teroris, bom bunuh diri dikatakan sebagai jihad. Padahal, tindakan ini menyebabkan hilangnya nyawa orang lain atau melukainya. Mayoritas kasus, pelaku juga mati.
Lantas bagaimana hukum bom bunuh diri?
Saksikan Video Pilihan Ini:
Bahtsul Masail NU tentang Bom Bunuh Diri
Mengutip laman NU, seperti yang pernah dibahas oleh Bahtsul Masail NU dalam Munas Alim Ulama di Pondok Gede tahun tahun 2002 tentang hukum intihar (mengorbankan diri). Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa bom bunuh diri (intihar) yang dilakukan oleh para teroris tidak akan mengantarkan mereka kepada level syuhada.
Karena sejatinya motif mereka adalah adalah frustasi (putus asa) dalam menghadapi hidup. Artinya putus asa dalam mencari jalan solusi kehidupan yang benar.
Dalam keputusan itu dengan jelas diterangkan bahwa “Bunuh diri dalam Islam adalah diharamkan oleh agama dan termasuk dosa besar, akan tetapi tindakan pengorbanan jiwa sampai mati dalam melawan kezaliman, maka dapat dibenarkan bahkan bisa merupakan syahadah, jika:
1) Diniatkan benar-benar hanya untuk melindungi atau memperjuangkan hak-hak dasar (al-dharuriyyat al-khams) yang sah, bukan untuk maksud mencelakakan diri (ahlak al-nafs).
2) Diyakini tidak tersedia cara lain yang lebih efektif dan lebih ringan resikonya.
3) Mengambil sasaran pihak-pihak yang diyakini menjadi otak dan pelaku kezaliman itu sendiri.”
Jika demikian adanya, sungguh bom bunuh diri dan berbagai macam teror yang lain sangatlah jauh dari syarat syahadah. Karena bom itu bisa dianggap mencelakkan diri dan menerjang hak asasi manusia.
Dan sesungguhnya masih banyak jalan keluar untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada. Keputusan ini berdasar pada berbagai referansi yang semua menerangkan dibolehkannya bunuh dri dalam peperangan bukan dalam keadaan damai.
Demikian seperti yang termaktub dalam Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. (sumber:https://islam.nu.or.id/syariah/hukum-bom-bunuh-diri-BXcd6).
Tim Rembulan
Advertisement