Liputan6.com, Jakarta - Bagi umat Islam, jin adalah sesuatu yang gaib, namun nyata. Jin disebut dalam berbagai ayat dalam Al-Qur'an dan hadis.
Masyarakat sendiri memandang jin dengan berbagai perspektif. Ada yang melihatnya sebagai hewan tak kasat mata yang kerap mengganggu, tapi di sisi lain juga ada yang menganggapnya biasa saja.
Dalam khazanah Islam, layaknya umat manusia, bangsa jin terdiri dari dua golongan. Yakni, jin Islam dan jin kafir.
Advertisement
Secara umum, bicara jin maka akan bercampur dengan mitos dan legenda-legenda. Biasanya, ini terkait dengan budaya dan kepercayaan masyarakat setempat.
Baca Juga
Salah satu yang kerap diceritakan adalah anak diculik jin. Cerita ini kerap diperdengarkan orangtua untuk menakut-nakuti anaknya agar tak melanggar perintah, misalnya keluar saat magrib atau malam hari.
Ada pula kepercayaan di sebuah tempat jin atau setan bisa membuat orang tersesat. Terlepas dari itu, interaksi antara manusia dengan jin juga banyak diriwayatkan oleh sahabat Nabi Muhammad SAW. Salah satunya kisah penyanderaan oleh jin.
Mengutip Republika, dalam sejarah Islam pernah terjadi peristiwa penyanderaan manusia selama empat tahun. Kejadian ini pun diceritakan istri korban kepada sahabat Nabi Muhammad SAW Umar bin Khatab RA.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Sahabat Anshar Disandera Jin
Dikutip dari Buku Aneh dan Lucu, 100 Kisah Menarik Penuh Ibrah karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, alkisah, dahulu ada seorang sahabat Anshar pergi untuk sholat Isya lalu disandera jin sehingga tidak diketahui kabarnya. Kemudian istrinya datang kepada Umar bin Khaththab.
Umar lalu keluar bertanya kepada kaumnya dan mereka menjawab, “Benar, dia keluar untuk sholat Isya kemudian menghilang.” Umar kemudian memerintahkan kepada sang istri agar menunggu selama empat tahun.
Tatkala empat tahun telah berlalu, si istri datang kepada Umar lagi, lalu Umar membolehkannya untuk menikah dengan lelaki lain setelah menjalani masa iddah.
Setelah menikah dengan pria lain, suami pertamanya datang dan menuntut Umar, maka Umar mengatakan kepadanya, “Seorang di antara kalian pergi menghilang dalam waktu yang sangat lama sehingga istrinya tidak tahu apakah dia masih hidup ataukah tidak.”
Pria itu menjawab, “Saya memiliki udzur, wahai Amirulmukminin.” Umar bertanya, “Lantas apa udzurmu?” Dia menjawab, “Ketika saya keluar rumah untuk menunaikan shplat Isya’, tiba-tiba para jin menyandera saya sehingga saya pun tinggal bersama mereka, kemudian mereka diserang oleh para jin Muslim dan menawan beberapa tawanan termasuk saya, lalu mereka mengatakan, ‘Kami melihatmu adalah seorang Muslim sehingga tidak boleh bagi kami untuk menawanmu.’ Lalu mereka memberi saya pilihan antara tetap tinggal di sana atau pulang ke keluarga saya, saya pun memilih pulang ke keluarga saya di Madinah dan tadi pagi saya telah sampai di kota ini. Begitu ceritanya.”
Setelah mendengarkan kisahnya maka Umar memberikan pilihan kepadanya antara kembali kepada istrinya lagi dan antara mengambil maharnya.
Pria itu mengatakan, “Saya tidak butuh lagi kepada istri saya karena dia sekarang sudah hamil dari suaminya.” Kisah ini sebagaimana diriwayatkan Imam al-Baihaqi dalam Sunan Kubra).
Hikmah
Di antara fiqih (pemahaman) atsar ini adalah bahwa jika ada seorang istri ditinggal pergi oleh suaminya sehingga tidak ada berita tentangnya, apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia, maka dia menunggu selama empat tahun kemudian memulai masa iddah empat bulan sepuluh hari, lalu boleh setelah itu untuk menikah dengan pria lain.
Dan ada pendapat lain yang cukup kuat bahwa masa menunggu wanita yang ditinggal hilang suaminya diserahkan kepada keputusan pemimpin (pengadilan agama).
Tim Rembulan
Advertisement