Sukses

Suami Lindsay Lohan yang Muslim Ikut Merayakan Natal, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Lindsay Lohan berswafoto dengan suaminya yang diketahui seorang muslim, di depan pohon Natal. Lindsay dan Bader Shammas tersenyum cerah dalam momen

Liputan6.com, Jakarta - Aktris Lindsay Lohan mengunggah momen Natal tahun ini bersama suaminya, Bader Shammas, pengusaha Kuwait, di akun Instagram terferivikasinya. Dia tampak bahagia dalam unggahan fotonya itu.

Lindsay Lohan berswafoto dengan suaminya yang diketahui seorang muslim, di depan pohon Natal. Lindsay dan Bader Shammas tersenyum cerah dalam momen itu.

Unggahan ini pun banyak direspons oleh warganet dunia. Tercatat hingga Senin malam, lebih dari 200 ribu orang telah menanggapi unggahan ini.

Beberapa anggota keluarga juga turut berkomentar. "Selamat Natal sayangku," tulis ibu Lindsay, Dina.

Terlepas dari momen bahagia ini, dalam perspektif lain, yang perlu disorot adalah Bader Shammas, yang beragama Islam.

Barangkali, bagi sebagian orang, apa yang dilakukannya dengan turut merayakan Natal bersama istri lazim karena ingin berbagi momen bahagia.

Terlebih ini adalah Natal pertama, setelah mereka resmi menjadi suami istri. Namun, bagi umat Islam, perlu dicermati hukum merayakan Natal.

 

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram

Sebuah kiriman dibagikan oleh Lindsay Lohan (@lindsaylohan)

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Hukum Muslim Ikut Merayakan Natal

Menyangkut hukum muslim ikut merayakan Natal, di bawah ini disampaikan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang perayaan Natal Bersama, dengan beberapa pertimbangannya.

  1. Bahwa umat Islam diperbolehkan untuk kerja sama dan bergaul dengan umat agama-agama lain, dalam masalah-masalah yang berhubungan masalah keduniaan. Hal ini didasarkan pada surat Al-Hujurat ayat 13, surat Lukman ayat 15, surat al-Mumtahanah ayat 8.
  2. Bahwa umat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agama dengan aqidah dan peribadatan agama lain. Hal ini didasarkan pada surat Al-Kafirun ayat 1-6 dan surat Al-Baqarah ayat 42.
  3. Bahwa umat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain. Hal ini didasarkan pada surat Maryam ayat 30-32, surat Al-Maidah ayat 75 dan surat Al-Baqarah ayat 285.
  4. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa al-Masih itu anaknya, maka orang itu (menurut al-Qur’an) kafir dan musyrik. Hal ini didasarkan pada surat Al-Maidah ayat 72 dan 73, serta surat At-Taubah ayat 30.
  5. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan surat Al-Ikhlas ayat 1-4.Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan. Hal ini didasarkan pada Hadis riwayat Muslim tentang yang halal itu jelas dan yang haram pun jelas, dan di antara keduanya adalah masalah yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Dasar lain ialah qaidah fiqhiyyah: “Menolak kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan”.

Atas dasar pertimbangan di atas, maka MUI memfatwakan:

  1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as., akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.
  3. Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.

Dari fatwa itu khususnya poin kedua, mengikuti perayaan Natal haram hukumnya. Sedangkan mengucapkan “Selamat Hari Natal”, dapat digolongkan pada fatwa point ketiga, sesuatu yang dianjurkan untuk tidak dilakukan.

*Fatwa ini pernah dimuat di buku Tanya Jawab Agama Jilid II yang disusun oleh Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah.

Tim Rembulan