Liputan6.com, Cilacap - Telinga berdenging tentunya pernah kita rasakan. Hal ini merupakan sesuatu yang umum dirasakan oleh kebanyakan orang.
Bagi yang pernah mengalami kondisi ini kita mendengar bunyi lengkingan yang tidak begitu keras masuk ke dalam telinga kita. Kondisi ini tidak berlangsung lama hanya beberapa saat saja, lalu suaranya menghilang.
Advertisement
Baca Juga
Perihal telinga berdenging kerap dikaitkan dengan berbagai macam mitos. Ada yang menganggap, telinga berdenging merupakan pertanda bahwa orang lain sedang membicarakan kita atau bergunjing.
Lain halnya dalam perspektif medis, mengutip halodoc.com bahwa perihal telingan berdenging disebabkan beberapa hal, yaitu: mendengar suara yang keras, infeksi saluran telinga, bertambahnya usia, Aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah di telinga) dan Meniere (tekanan pada koklea).
Terlepas dari mitos dan penjelasan medis perihal penyebab telingan berdenging, tentunya menarik juga untuk disimak penjelasan Rasulullah SAW perihal telinga berdenging.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Penjelasan Rasulullah SAW
Mengutip bincang syariah.com, dalam kitab al-‘Ad’iyyat wa al-Adzkaar susunan Syekh Abdullah Sirajudiin al-Husayni seorang ahli tafsir dan hadis mengutip keterangan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani, Imam Hakim, dan Tirmizi bahwa telinga yang terkadang berdengung merupakan efek dari aktivitas ruh yang ada dalam badan.
Bisa berupa bertemunya ruh orang tersebut dengan ruh lain atau ruh tersebut mencium (bau) ruh lain.
Adapun ketika dalam keadaan tersebut, maka kita dianjurkan untuk bersalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu as-Sunni:
عن أبي رافع رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: (إذا طنّت أذن أحدكم فليذكرني وليصلّ عليّ وليقل : ذَكَرَ اللهُ بِخَيْر مَنْ ذَكَرَنِي)
“Dari Abu Rafi’ Ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: apabila telinga dari salah satu kalian berdengung maka ingatlah aku, bersalawatlah kepadaku dan ucapkanlah (Allah telah menyebutkan kebaikan seseorang yang menyebutku).”
Begitulah yang seharusnya dibaca saat telinga tiba-tiba berdengung, sebagai muslim kita mungkin melakukan tindakan zahir seperti menjaga kebersihan telinga dan menghindari telinga dari suara volume tinggi atau terlalu lama menggunakan earphone dan sejenisnya.
Akan tetapi kita juga perlu melakukan upaya batin dengan bersalawat saat dengungan itu terjadi. Jikalau diperlukan tindakan medis karena durasi dengungan terlalu lama, silakan pergi ke dokter sebagai bentu ikhtiar.
Advertisement
Pandangan NU
Sementara itu Imam Nawawi dalam kitab Azizi 'Ala Jamiush Shaghir sebagaimana dikutip dari konsultasi syariah, berkata: "sesungguhnya telinga itu berdengung hanya ketika datang berita baik ke Ruh. Bahwa sayyidina Rosululloh Saw telah menyebutkan orang ( pemilik telinga yang berdengung”Nging”) tersebut dengan kebaikan di al mala’al a’la (majlis tertinggi) di alam ruh."
Mengutip NU Online, masalah ini juga telah dibahas dalam Muktamar Nahdlatul Ulama ke-11 di Banjarmasin pada tanggal 19 Rabiul Awwal 1355 H/9 Juni 1936.
Dalam Muktamar tersebut dijelaskan bahwa suaran “nging” dalam telinga menunjukkan bahwa Rasulullah saw sedang menyebut orang tersebut dalam perkumpulan yang tertinggi (al-mala` al-a’la) agar ia ingat kepada beliau dan bershalawat kepadanya.
Pandangan Muktamirin tersebut didasarkan kepada pendapat Abdurrauf al-Munawi yang dikemukakan oleh ‘Ali al-‘Azizi dalam kitab as-Siraj al-Munir:
قَالَ الْمُنَاوِيُّ فَإِنَّ اْلأُذُنَ إِنَّمَا تَطُنُّ لَمَّا وَرَدَ عَلَى الرُّوْحِ مِنَ الْخَبَرِ الْخَيْرِ وَهُوَ أَنَّ الْمُصْطَفَى قَدْ ذَكَرَ ذَلِكَ اْلإِنْسَانَ بِخَيْرٍ فِي الْمَلاَءِ اْلأَعْلَى فِيْ عَالَمِ اْلأَرْوَاحِ
“Imam al-Munawi berkata, sesungguhnya telinga itu berdengung hanya ketika datang berita baik ke ruh, bahwa Rasasulullah Saw. telah menyebutkan orang (pemilik telinga yang berdengung) tersebut dengan kebaikan di al-Mala’ al-A’la (majlis tertinggi) di alam ruh. (Lihat Akamul Fuqaha)
Demikian jawaban perihal telingan berdenging, maka bersegeralah mengingat Rasulullah SAW dengan bershalawat kepdanya dan mengucapkan, dzakarallahu man dzakarni bi khair.
Khazim Mahrur