Sukses

Kisah Gus Dur Mengubah Nama Irian Jaya Jadi Papua

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, Selasa (10/1/2023). Lukas Enembe ditangkap saat makan siang di sebuah restoran di Kotaraja, Jayapura, Papua

Liputan6.com, Jayapura - Gesekan massa versus polisi terjadi ketika KPK menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe, Selasa siang (10/1/2023) saat makan siang di sebuah restoran di Kotaraja, Jayapura, Papua.

Ketua KPK Firli Bahuri mengklaim penangkapan dilakukan setelah KPK mendapatkan informasi bahwa Lukas Enembe hendak kabur meninggalkan Indonesia melalui Bandara Sentani menuju Mamit, Distrik Kembu, Kabupaten Tolikara. 

KPK lantas bekerja sama dengan Polda Papua dibantu pasukan Brimob langsung bergerak dan berhasil menangkap Lukas Enembe di tempat makan. Politikus Partai Demokrat ini langsung dibawa ke Mako Brimob Kotaraja sambil menunggu evakuasi ke bandara untuk diterbangkan menuju Jakarta.

KPK menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe (LE), tersangka kasus suap proyek infrastruktur. Dalam proses penegakan hukum tersebut, dia dinilai bersikap kooperatif.

Sementara, Lukas Enembe membantah dan menganggapnya sebagai fitnah. Bahkan, sempat terjadi pengerahan massa untuk menjaga rumah kediaman Lukas Enembe, beberapa waktu sebelumnya.

Perihal gesekan massa dengan polisi ini, Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo menyatakan terjadi penyerangan saat Lukas Enembe ditangkap KPK dan dibawa ke Mako Brimob Kotaraja Papua. "Sempat ada (gesekan) namun bisa diamankan tidak ada korban," kata Benny.

Kombes Ignatius Benny juga memastikan saat ini kondisi di Papua pasca-penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe sudah kondusif.

Terlepas dari penangkapan Lukas Enembe dan kasus yang membelitnya, nama Papua kembali mengemuka usai peristiwa ini. Maaf, saat bicara Papua maka yang terbayang adalah konflik.

Selama puluhan tahun sejak zaman Soeharto, marak konflik Papua. Antara lain, konflik antarkelompok masyarakat hingga konflik antara masyarakat Papua dengan pemerintah pusat.

Membicarakan PR penyelesaian konflik Papua, banyak tokoh yang menganjurkan agar pemerintah meniru cara Gus Dur, atau KH Abdurrahman Wahid, Presiden keempat Republik Indonesia. Berikut adalah kisah Gus Dur dengan masyarakat Papua dan kisah diubahnya nama Irian Jaya jadi Papua.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Gus Dur dan Sunrise di Papua

Gus Dur, merupakan sosok pemimpin negeri dengan kharisma kuat dalam mengayomi seluruh lapisan masyarakat, khususnya lewat sikap bertoleransi. Mahfud MD, Menkoplhukam Mahfud MD punya kenangan tersendiri mengenai hubungan Gus Dur dengan Papua yang membuatnya haru.

Mahfud bercerita, saat itu, akhir 2000, Gus Dur mengumumkan bahwa dirinya akan mengawali tahun 2001 dengan menikmati matahari terbit atau sunrise, bersama masyarakat Papua. Niatan itu sekilas sederhana. Tapi maknanya bagi Mahfud MD, terlalu mendalam.

"30 Desember dia sudah berangkat ke Papua, tanggal 1 pagi dia sudah duduk bersama rakyat, menunggu matahari pagi. Itu mengharukan, karena apa, karena Gus Dur pun tidak bisa melihat matahari," tutur Mahfud MD saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (4/9/2019).

Menurut Mahfud, kasus ini seharusnya menjadi cermin bagi seluruh warga negara tentang bagaimana sikap harmonis bertoleransi. Mulai dari lapisan sipil hingga pejabat tinggi negara, baik itu aparat keamanan sampai dengan presiden itu sendiri.

"Gus Dur tuh matanya nggak berfungsi. Tapi karena dia cinta kepada masyarakat Papua, dia lakukan diplomasi itu. Saya mau bersama Papua, mau lihat matahari terbit. Dia nggak bisa lihat, apa yang bisa dia nikmati. Lho kalau begitu, itu karena pendekatan nurani untuk menjaga rakyat Papua. Itu cara menjaga toleransi dan kebersamaan," jelas dia.

 

3 dari 3 halaman

Ganti Nama Irian Jaya Jadi Papua

Walaupun hanya menjabat sebagai kepala negara selama 22 bulan, Indonesia di tangan Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengalami banyak perubahan besar. Di antaranya adalah soal Tionghoa, Papua, dan persoalan tentara yang pada masa orde baru memiliki fungsi ganda atau dwifungsi.

Khusus mengenai persoalan Papua, Gus Dur membuat perubahan besar. Mengutip NU Online, pada 30 Desember 1999, Gus Dur bertemu dengan elemen masyarakat di Kantor Gubernur Provinsi Papua. Ia mempersilakan masyarakat untuk berbicara.

Terdapat banyak curahan hati dan tuntutan dari warga di sana. Mulai dari ketidakpercayaan kepada pemerintah Indonesia hingga permintaan untuk merdeka. Salah satu poin permintaannya adalah mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua.

Gus Dur pun mengabulkan itu. Dengan humor, Gus Dur membeberkan alasannya. Pertama, nama ‘Irian’ itu jelek. Kata itu, ungkap Gus Dur, berasal dari bahasa Arab yang berarti telanjang.

Lebih jauh Gus Dur mengungkapkan, dulu ketika orang-orang Arab datang ke Papua, menemukan masyarakatnya masih telanjang sehingga disebut Irian. Kedua, ia beralasan bahwa dalam tradisi orang Jawa kalau anak sakit-sakitan, biasanya akan diganti namanya supaya sembuh yang biasanya diberi nama Slamet.

“Saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua,” tegas Gus Dur, dikutip NU Online dari utas cuitan akun twitter resmi Jaringan Gusdurian, Jumat (4/12).

Peneliti Gus Dur dan Papua, Ahmad Suaedy menduga mengapa Gus Dur yang menggunakan alasan bahasa Arab dan tradisi Jawa. Menurutnya, Gus Dur sedang berupaya menenangkan hati orang-orang Islam dan orang-orang Jawa yang berpotensi melakukan protes.

Tim Rembulan