Sukses

Kiamat di Tanah Para Dewa, Tatkala Letusan Kawah Sileri Dieng Mengubur Ratusan Warga Desa Jawera

Kawah Sileri hanya satu di antara delapan kawah aktif di kaldera raksasa Pegunungan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Tapi tragedi yang terjadi pada 1944 membuat Kawah Sileri menarik sekaligus penuh misteri

Liputan6.com, Banjarnegara - Beberapa waktu terakhir, aktivitas gunung Dieng meningkat. PVMBG lantas meningkatkan status Gunung Dieng waspada, atau level 2.

Aktivitas kegempaan itu meningkat sejak akhir dasarian pertama Januari. Hingga saat ini, Pos Pengamatan Vulkanologi Gunung Api Dieng masih melakukan pemantauan intensif lantaran aktivitasnya masih fluktuatif.

Paling dikhawatirkan adalah, bahwa kegempaan itu karena aktivitas vulkanik. Dikhawatirkan kawah-kawah aktif di Dieng akan meletus, seperti yang terjadi bertahun-tahun lampau.

Kemudian ada bahaya lain, aktivitas kegempaan juga memunculkan bahaya lainnya, gas beracun. Insiden racun Co2 itu sudah berkali-kali terjadi, dengan dampak paling parah terjadi pada 1979, di mana nyaris 200 warga Pekasiran kehilangan nyawa karena gas beracun dari Kawah Timbang.

Di Dieng, tersebutlah Kawah Sileri. Ini hanya satu di antara delapan kawah aktif di kaldera raksasa Pegunungan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Namun, kawah ini diklaim sebagai kawah teraktif.

Dalam sejarahnya, Kawah Sileri pernah menelan ratusan korban jiwa dan memusnahkan sebuah desa. Kiamat kecil akibat letusan Kawah Sileri, Dieng, itu tercatat dalam batu prasasti yang dibangun untuk memberi peringatan pada masa sesudahnya.

Pada zaman modern, kawah ini tercatat meletus pada tahun 1944, 1964, 1984, 2003, 2009, 2017, hingga terakhir pada 2021 lalu.

Dalam islam, kematian seseorang atau kematian massal akibat musibah disebut sebagai kiamat. Hanya saja, ini disebut sebagai kiamat kecil atau kiamat sugra.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Tragedi Erupsi Kawah Sileri 1943

Kembali ke tragedi letusan Kawah Sileri, Petugas Pos Pengamatan Vulkanologi Gunung Api Dieng, Aziz Yuliawan mengatakan, riwayat aktivitas Sileri terlacak hingga tahun 1943. Saat itu, aktivitas vulkanik kawah seluas empat hektare ini meningkat. Namun, masyarakat tak cukup mengerti risiko-risiko yang ditanggung bila hidup berdampingan dengan gunung api.

Di sebelah Kawah Sileri yang sekarang, saat itu ada sebuah desa bernama Desa Jawera. Akibat letusan pada 13 Desember 1944, Desa Jawera dihujani material dari letusan Kawah Sileri. Sebanyak 177 orang menjadi korban. Warga yang selamat mengungsi. Kemudian desa itu lenyap dari peta.

Aziz Yuliawan bercerita saat terjadi letusan Kawah Sileri pada 1944 tersebut, material batu yang terlempar dari kawah mencapai radius dua kilometer dengan berat batu mencapai 1,5 kilogram.

Kala itu, Desa Jawera yang berada sekitar sebelah atas utara Kawah Sileri dihujani batu dan material panas, seperti abu. Sebanyak 177 orang tercatat menjadi korban jiwa. Sisanya melarikan diri dari hujan batu yang seperti kiamat itu.

"Kekuatan lontar atau ketinggian material tidak bisa kita hitung karena memang tidak ada alatnya waktu itu. Namun, dari riwayatnya, letusan bersifat eksplosif dan berkekuatan skala 2 Volcanic Explosivity Index (VEI)," Aziz menjelaskan.

Warga Kampung Jawera lantas mengungsi dan tinggal di sebuah kawasan sekitar dua kilometer arah timur Kawah Sileri. Belakangan, desa ini berkembang dan dikenal sebagai Desa Kepakisan, Kecamatan Batur.

"Sekarang menjadi Desa Kepakisan, Kecamatan Batur," sebut dia.

 

3 dari 3 halaman

Doa Gunung Api Meletus

Aziz menuturkan, Kawah Sileri kembali menunjukkan aktivitas vulkanik pada 1956 dan berlanjut hingga saat ini. Namun, tidak ada korban jiwa dari aktivitas vulkanik itu. Letusan bersifat freatik, seperti yang terjadi pada Minggu, 2 Juli 2017 kemarin.

Sekalipun tercatat sebagai kawah yang paling aktif, Sileri tak pernah sekali pun memiliki riwayat mengeluarkan gas beracun. Waktu itu, korban jiwa berjatuhan lantaran dihujani material panas dan terkubur material lontaran dari letusan Kawah Sileri.

"(Sileri) tidak ada riwayat mengeluarkan gas beracun. Sileri menimbulkan korban jiwa karena lontaran material vulkanik bersuhu tinggi dan jatuhan material berukuran besar," kata Aziz Yuliawan.

Di tengah kekhawatiran letusan kawah atau gas beracun, sebagai umat Islam, tentu ada upaya lain secara bathiniyah, yakni doa. Ketika seseorang ditimpa bencana gunung meletus dapat membaca doa memohon perlindungan dari bahaya.

Doa saat gunung meletus yang dirangkum dari kitab Al-Adzkâr karya Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi ini terbagi menjadi doa mohon perlindungan dari bahaya dan doa bagi mereka yang tertimpa musibah. Berikut adalah lafalnya.

Doa Mohon Perlindungan dari Bahaya

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أعُوذُ بِكَ مِنَ الهَدْمِ وأعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي وأعُوذُ بِكَ مِنَ الغَرَقِ وَالحَرَقِ وَالهَرَمِ وَأعُوذُ بِكَ أن يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطانُ عِنْدَ المَوْتِ وأعُوذُ بِكَ أنْ أمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا وأعُوذُ بِكَ أن أمُوتَ لَديغاً 

Arab-latin: Allâhumma innî a‘ûdzubika minal hadmi wa a‘ûdzubika minat taraddî wa a‘ûdzubika minal gharaqi wal haraqi wal harami wa a‘ûdzubika an yatakhabbathanîsy syaithânu ‘indal maut wa ‘aûdzubika an amûta fî sabîlika mudbiran wa a‘ûdzubika an amûta ladîghan  

Artinya:  “Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari reruntuhan (longsor), dan aku berlindung pada-Mu dari tergelincir, dan aku berlindung pada-Mu dari tenggelam (banjir), terbakar, dan tak berdaya. Dan aku berlindung pada-Mu apabila syetan menjerumuskan padaku ketika akan mati, dan aku berlindung pada-Mu apabila mati dalam keadaan berbalik.arah dari jalan-Mu (murtad), dan aku berlindung pada-Mu apabila mati karena disengat. (HR Abu Daud) 

Doa untuk Mereka yang Tertimpa Musibah

إنَّا للهِ وإنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أجِرْنِي فِي مُصِيبَتي وأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْها 

Arab-latin: Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘un. Allâhumma ajirnî fî mushîbatî wa akhlif lî khairan minhâ.   

Artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah, karuniakanlah padaku pahala dalam musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya.”

Tim Rembulan