Sukses

Bolehkah Wanita Sembunyikan Sudah Tidak Perawan kepada Calon Suami, Apa Hukumnya?

Apakah seorang perempuan yang sudah tidak perawan tetapi tidak hamil nanti ketika akan menikah harus mengatakan keadaan yang sebenarnya kepada calon suaminya, atau malah harus menutup-nutupi aib tersebut?

Liputan6.com, Jakarta - Dengan berbagai alasan, seorang gadis bisa kehilangan keperawanan-nya sebelum menikah. Tentu saja, paling banyak adalah hubungan seks di luar nikah.

Namun, ada pula beberapa kasus tertentu yang membuat selaput dara seorang gadis robek. Misalnya, insiden kecelakaan, olahraga, dan sebagainya.

Untuk kasus pertama, banyak kasus seorang gadis kehilangan keperawanannya karena hubungan intim dengan pacarnya. Celakanya, seusai kehilangan keperawanan, si lelaki tidak menikahinya.

Selayaknya manusia normal, maka gadis tersebut akan menikah. Lantas, apakah dia harus berterus terang kepada calon suami bahwa dia sudah tidak perawan atau sebaliknya menutupinya?

Pertanyaan yang kurang lebih senada ditanyakan oleh Niskha, Semarang, di kanal Bahtsul Masail NU Online. Secara singkat, pertanyaannya adalah apakah seorang perempuan yang sudah tidak perawan tetapi tidak hamil nanti ketika akan menikah harus mengatakan keadaan yang sebenarnya kepada calon suaminya, atau malah harus menutup-nutupi aib tersebut?

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Hukum Menutupi Aib Sendiri

Penjelasan pengelola Bahtsul Masail menjawab, aib adalah sesuatu yang memalukan, dan sudah semestinya ditutupi. Dalam hadis Nabi saw yang sering kita dengar adalah, barang siapa yang menutupi aib saudaranya sesama muslim maka akan Allah tutupi aibnya kelah pada hari kiamat.

Namun bagaimana dengan aib sendiri, seperti ketidakprawanan seorang perempuan yang disebabkan melakukan hubungan badan dengan kekasihnya, kemudian putus hubungan dengannya. Lalu, ada laki-laki lain yang mencintai si perempuan tersebut dan siap menikahinya. Apakah si perempuan itu sebaiknya menceritakan aibnya apa tidak.

Dalam kitab I’anah ath-Thalibib terdapat keterangan yang menyatakan bahwa orang yang zina dan orang yang melakukan kemaksiatan disunahkan untuk menutupi perbuatannya. Alasan yang dikemukakan adalah terdapat hadis yang menyatakan bahwa barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang keji maka hendaknya ia menutupinya dengan tutup Allah swt.

وَاعْلَمْ أَنَّهُ يُسَنُّ لِلزَّانِي وَلِكُلِّ مَنِ ارْتَكَبَ مَعْصِيِّةً أَنْ يَسْتُرَ عَلَى نَفْسِهِ لِخَبَرِ مَنْ أَتَى مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللهِ تَعَالَى

Ketahuilah bahwa disunnahkan bagi pelaku zina dan setiap orang melakukan kemaksiatan untuk menutupinya dirinya karena ada hadis yang menyatakan, ‘Barang siapa yang melakukan satu perbuatan keji maka hendaknya ia menutupi dengan tutup Allah swt”. (Abu Bakr Ibn as-Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anah ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 4, h. 147)

Bahkan menurut penulis kitab at-Tamhid yaitu Ibnu Abd al-Barr, salah seorang ulama kenamaan dari madzhab maliki menyatakan bahwa ketika seorang muslim melakukan perbuatan keji (fahisyah) wajib baginya menutupi dirinya, begitu juga wajib menutupi orang lain.

 

3 dari 3 halaman

Pandangan Wajib Menutupi Aib

Dalam pandangan Ibnu Abd al-Barr perintah untuk menutupi perbuatan keji dipahami sebagai perintah wajib, bukan sunah seperti pandangan penulis kitab I’anah ath-Thalibin. Demikian ini sebagaimana dikemukakan Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-Abdari penulis kitab at-Taj wa al-Iklil li Mukhtashar Khalil.

قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَصَابَ مِنْ مِثْلِ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ قَالَ فِي التَّمْهِيدِ : فِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ السِّتْرَ وَاجِبٌ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ إذَا أَتَى فَاحِشَةً ، وَوَاجِبُ ذَلِكَ أَيْضًا فِي غَيْرِهِ

“Rasulullah saw bersabda, ‘Barang siapa yang melakukan sesuatu dari yang semisal perbuatan yang keji, maka hendaknya ia menutupinya dengan tutup Allah. Dalam kitab at-Tamhid, Ibnu Abd al-Barr berkata, bahwa dalam hadits ini terdapat petunjuk yang menunjukkan bahwa ketika seorang muslim melakukan perbuatan yang keji wajib baginya menutupinya, dan begitu juga menutupi orang lain” (Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-Abdari, at-Taj wa al-Iklil li Mukhtashar Khalil, Bairut-Dar al-Fikr, 1398 H, juz, 6, h. 166).

Dengan mengacu pada penjelasan di atas, maka sebaiknya si perempuan tersebut tidak menceritakan aibnya sendiri kepada calon suaminya. Bahkan menurut pendapat Ibnu Abd al-Barr menyatakan wajib menutupinya.

Semoga bisa menjadi solusi yang baik atas persoalan yang ada. Setiap orang mempunyai masa lalu. Berusahalah sebisa mungkin untuk menutupi aib kita dan orang lain, segera bertaubat, dan perbanyak istighfar.

Tim Rembulan