Sukses

Biografi KH Cholil Bisri Ayah Gus Yahya, Ulama dan Politisi yang Sangat Cinta Santri

KH Mohammad Cholil Bisri adalah seorang ulama dari asal Jawa Tengah. Lahir di Rembang pada 12 Agustus 1942 (27 Rajab 1263 H), ia merupakan putra dari pasangan Kiai Bisri Mustofa bin H. Zaenal Mustofa dan Nyai Hj. Ma’rufah binti KH Cholil Harun Kasingan Rembang.

Liputan6.com, Jakarta - KH Mohammad Cholil Bisri adalah seorang ulama dari asal Jawa Tengah. Lahir di Rembang pada 12 Agustus 1942 (27 Rajab 1263 H), ia merupakan putra dari pasangan Kiai Bisri Mustofa bin H. Zaenal Mustofa dan Nyai Hj. Ma’rufah binti KH Cholil Harun Kasingan Rembang.

Semasa hidupnya Mbah Cholil tidak hanya dikenal sebagai kiai. Ia juga seorang penulis produktif, politisi, sekaligus sufi. Kepiawaiannya dalam menulis turun dari sang ayah, KH Bisri Mustofa yang juga penulis produktif dan pengarang tafsir terkenal.

Keluarga besar KH Cholil Bisri memang banyak yang menjadi kiai-kiai besar dan para penulis hebat. Selain dirinya, putra KH Bisri Mustofa yang menjadi penulis ternama ada KH Mustofa Bisri atau akrab dipanggil Gus Mus.

Ayahanda Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) ini mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat 6 Kartioso selama 5 tahun. Ia langsung diterima di kelas 2, tidak ingin satu kelas dengan adiknya, Gus Mus yang bersamaan masuk kelas 1.

Mbah Cholil juga mengenyam pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah (1954), SMP Taman Siswa (1956) bersamaan dengan sekolah di Perguruan Islam (1956). Mbah Cholil kemudian melanjutkan ke Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur (1957), Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta (1960), Aliyah Darul Ulum Makkah (1962), dan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Melansir NU Online, ayahanda Gus Yahya ini aktif organisasi di lingkungan NU. Perjalanannya dimulai ketika menjadi Ketua GP Ansor Rembang, Ketua Partai NU Rembang (ketika NU menjadi partai pada 1971), Ketua DPC PPP (ketika NU fusi dengan PPP). 

Ia juga menjadi A’wan dan Mustasyar PWNU Jawa Tengah, Ketua MPW PPP Jawa Tengah, dan ikut terlibat dalam pendirian Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Keterlibatan di PKB membawa dirinya menjadi anggota DPR hingga Wakil Ketua MPR.

Meski aktif di dunia politik, kekiaian Mbah Cholil tidak luntur. Ia tetap menjadi pengasuh dan mengajar ngaji di Pesantren Raudhatut Thalibin sampai wafatnya dalam usia 62 tahun pada 23 Agustus Agustus 2004 (7 Rajab).

Mbah Cholil meninggalkan 8 putra-putrinya, yakni Yahya Cholil Staquf (Ketua Umum PBNU), Ummi Kalsum Cholil Dzalij, Zaenab Cholil Qotsumah,  Yaqut Cholil Qoumas (Menteri Agama), Faizah Cholil Tsuqoibak, Bisri Cholil Laquf, Mohammad Hanies Cholil Barro (Wakil Bupati Rembang), dan Mohammad Zaim Cholil Mumtaz.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Dekat dengan Santri

Mbah Cholil adalah ulama yang sangat dekat dengan santri. Hal ini diungkapkan oleh KH Muhammad Hazim Mabrur saat mengisahkan manakib Mbah Cholil pada peringatan haul ayahanda Gus Yahya ke-19 di komplek Pondok Pesantren Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah.

"Banyak kenangan yang susah dilupakan bersama Mbah Cholil. Beliau sangat dekat dengan santri, sampai-sampai ketika santri pulang beliau masih ingat alamat rumahnya meski jumlah santri saat itu ribuan," tutur santri kesayangan Mbah Cholil ini, dikutip dari laman Kemenag, Selasa (31/1/2023).

Menurutnya, Mbah Cholil adalah sosok ulama yang sangat mencintai santrinya. Saking cintanya, ia sering mengubah nama santri yang memiliki makna kurang bagus dengan nama yang lebih bagus.

"Setiap santri yang namanya diubah pasti ada berkahnya. Dan ini dilakukan Mbah Cholil ke semua santri, baik yang mondok atau bukan," ujar Kiai Hazim.

Tidak hanya itu, demi santri Mbah Cholil senantiasa mengajar pada waktu yang telah ditentukan. Pernah suatu ketika ngaji Selasa, sementara Senin dan Rabu ia ada jadwal di Jakarta. Karena cinta dengan santri, ia rela ke Rembang di tengah jadwalnya di Jakarta.

Kiai Hazim mengatakan, Mbah Cholil sangat perhatian dalam mendidik dan menuntun semua santri. Ia sangat telaten dalam mengajar dan mengawasi santrinya meski sedang di luar Rembang.

“Beliau memantau dari jauh bahan ajar sampai di mana, siapa santri yang gak masuk, apa alasan santri tidak masuk dan lainnya meski saat itu Mbah Cholil tengah berada di Makkah," kenang Kiai Hazim.