Liputan6.com, Jakarta - Ruh yang bergentayangan kerap kali diasosiasikan dengan hal negatif, misalnya tempat angker atau hantu yang suka menakut-nakuti. Persepsi ini bisa jadi terbangun karena banyaknya film-film horor tentang atau melibatkan sosok ruh gentayangan.
Dideskripsikan, ruh gentayangan berasal dari orang yang mati tak wajar. Bisa karena korban pembunuhan, atau korban kecelakaan. Pendek kata, mati bukan sewajarnya.
Lantas, benarkah ruh bisa bergentayangan?
Advertisement
Baca Juga
Dalam pandangan Muhammadiyah, Ruh merupakan urusan Allah. Sebagai aspek akidah dan ghaib ini, Allah hanya memberikan sedikit ilmu tentang ruh kepada manusia. Karenanya, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ghoffar Ismail menegaskan bahwa persoalan akidah dan ghaib harus berdasarkan hadis mutawatir, minimal sahih.
“Hal-hal tentang ruh yang berasal dari Al Quran dan Sunah bisa digunakan. Hal-hal tentang ruh dari riwayat yang lemah atau penafsiran semata adalah syubhatt. Perkara syubhat lebih baik ditinggalkan,” tegas Ghoffar dalam Pengajian Tarjih, dikutip dari laman Muhammadiyah, Sabtu (18/2/2023).
Ghoffar menjelaskan bahwa kata ‘ruh’ dalam Al Quran disebutkan sebanyak 21 kali dengan makna yang beragam, di antaranya: Jibril, Al Quran, wahyu, pertolongan Allah untuk hamba-Nya, Isa al-Masih, dan tahapan terkahir penciptaan Adam.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Pandangan Al Ghazali
Mengutip Al Ghazali, Ghoffar mengatakan bahwa secara integral ruh masuk, menempati, berhubungan dengan tubuh dan beradanya secara khusus. Dari pemahaman ini, ruh terbagi dalam lima kategori, di antaranya: ruh hissi (panca indera); ruh khayali (sesuatu yang ditangkap indera, disimpan dalam memori, dikirim ke ruh ‘aqli); ruh ‘aqli (makna luar daripada sensualitas dan imajinatif); ruh fikri (ilmu pengetahuan dan logika, dan ruh qudsi (khusus dimiliki para Nabi).
Setelah menjelaskan penjelasan AL Ghazali tentang ruh, Ghoffar kemudian menerangkan perihal ruh manusia setelah meninggal. Menurutnya, alam itu terbagi menjadi tiga, yaitu alam dunia, alam barzakh dan alam akhirat. Ketiga jenis alam itu memiliki status dan aturan sendiri.
Alam dunia adalah refieksi dari jasad sedangkan ruh sebagai bagiannya, namun sebaliknya alam barzakh adalah refleksi dari ruh sedangkan jasad sebagai bagiannya. Dan terakhir alam akhirat atau Dar al-Qarar adalah alam setelah kebangkitan manusia dari kuburnya untuk mendapatkan balasan, di mana jasad dan ruh digabungkan kembali.
Kematian atau maut adalah berpisahnya ruh dengan jasad, dan ketika pemisahan tersebut terjadi, ruh berada di alam barzakh atau alam kubur. Ibarat perjalanan waktu, manusia yang sudah pindah ke alam lain itu tidak akan kembali ke alam semula. Ruh manusia yang sudah pindah ke alam barzakh juga tidak akan kembali ke alam dunia.
Dengan demikian, ketika seorang meninggal (mati, berpisah jasad dari ruhnya), maka ia tidak akan kembali ke alam dunia. Pada hari kiamat nanti, orang-orang kafir akan memohon kepada Allah agar dikembalikan lagi ke dunia untuk beramal shalih, tetapi permintaan itu tidak dikabulkan oleh Allah.
Ada beberapa pendapat tentang keberadaan ruh setelah meninggal hingga hari kiamat. Dari sekian banyak pendapat yang ada, tidak satu pun yang menerangkan bahwa ada ruh yang gentayangan.
“Ruh orang-orang beriman berada di alam barzakh yang luas, yang di dalamnya ada ketenteraman dan rezeki serta kenikmatan, sedangkan ruh orang-orang kafir berada di barzakh yang sempit, yang di dalamnya hanya ada kesusahan dan siksa,” ucap Ghoffar sambil mengutip QS. Al Mukminum ayat 100.
Tim Rembulan
Advertisement