Sukses

Kenapa Awal Ramadan NU dan Muhammadiyah Sering Berbeda? Ini Penjelasannya

Perbedaan awal puasa Ramadan NU dan Muhammadiyah sudah sering terjadi di Indonesia. Lantas, kenapa selalu berbeda?

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Islam Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan 1444 H jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023. Sedangkan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri 1444 H jatuh pada Jumat, 21 April 2023.

Sementara itu, Nahdlatul Ulama (NU) belum menetapkan tanggal awal Ramadan dan Syawal. Begitu pun juga pemerintah dalam hal ini diurusi oleh Kementerian Agama (Kemenag). 

NU dan pemerintah akan menetapkan awal Ramadan dan Syawal dengan mengamati hilal secara langsung. Kemudian ditetapkan melalui sidang Isbat. Bisa saja hasil penetapan tersebut berbeda dari Muhammadiyah.

Perbedaan awal Ramadan NU dan Muhammadiyah sudah sering terjadi di Indonesia. Lantas, kenapa selalu berbeda?

Menurut peneliti dari Kementerian Agama RI, Suhanah, penyebab perbedaan penetapan awal Ramadan dapat ditinjau dari aspek metodenya. NU menggunakan metode rukyat (mengamati hilal secara langsung), sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode hisab (perhitungan).

“Kedua kelompok ini sulit disatukan karena mempunyai alasan fikih masing-masing yang berbeda satu sama lainnya. Bagi masyarakat yang ada di wilayah Kota Semarang, perbedaan tersebut banyak menimbulkan keresahan bagi kalangan masyarakat awam,” katanya dikutip dari Jurnal Harmoni.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

NU dengan Metode Rukyat

Melansir NU Online, penentuan awal bulan qamariyah dengan metode rukyat didasarkan atas pemahaman bahwa nash-nash tentang rukyat itu bersifat ta’abbudiy. 

Ada nash al-Quran yang dapat dipahami sebagai perintah rukyat, yaitu QS. Al-Baqarah ayat 185 tentang perintah berpuasa Ramadan dan QS. Al-Baqarah ayat 189 tentang penciptaan ahillah. 

Selain itu, ada setidaknya 23 hadist yang menjadi dasar tentang rukyat, yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Malik, Ahmad bin Hambal, ad-Darimi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan lain-lain.

NU berpandangan bahwa dasar rukyat tersebut dipegangi oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ittabi’in, dan empat madzhab yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.

3 dari 4 halaman

Muhammadiyah dengan Metode Hisab

Mengutip laman resminya, Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab dalam penentuan awal bulan qamariyah memiliki dasar yang kuat juga. 

Pakar Falak Muhammadiyah Oman Fathurrahman menyebut dalam beberapa isyarat ayat Al-Qur’an ditemukan kata kunci hisab yang berarti perhitungan. Misalnya, QS Ar-Rahman ayat 5 yang berarti matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.

Kemudian QS Yunus ayat 5 yang artinya, “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).”

“Penetapan awal bulan itu bisa dengan hisab dengan perhitungan. Kalau kita memahami bahwa bulan dan matahari beredar menurut perhitungan, maka kita bisa memprediksi, mengukur, menentukan dengan pasti, dengan akurat,” kata Oman.

4 dari 4 halaman

Dampak Perbedaan Awal Ramadan dan Syawal

Perbedaan awal Ramadan dan Syawal memberikan dampak psikologi yang dirasakan oleh masyarakat umum. Hasil penelitian Suhanah tahun 2012, dampak psikologi yang dialami masyarakat antara lain malam takbiran tidak semarak, masyarakat yang masih menunggu keputusan dari pemerintah menjadi gelisah, dan hubungan dalam keluarga dan kerabat dekat yang cenderung berbeda tidak harmoni.

Peneliti Suhanah merekomendasikan agar dalam penentuan awal Ramadan dan Syawal ormas-ormas Islam melepas atributnya demi kemaslahatan umat. Kemudian pemerintah tegas dalam menyikapi perbedaan ini untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.