Sukses

Perjalanan Puasa Ramadhan, Sejarah Tahapan Hingga Dalil

Allah SWT tidak serta merta menetapkan puasa Ramadhan sebagai sebuah syariat dalam Islam yang harus dilaksanakan umatnya

Liputan6.com, Jakarta Umat Islam wajib melaksanakan ibadah puasa setiap bulan Ramadhan. Dalam perjalanannya, puasa menjadi salah satu perintah Allah yang wajib dilaksanakan.

Namun belum banyak yang tahu bahwa puasa ramadhan yang dilakukan oleh umat Muslim memiliki sejarah panjang. Dengan mengetahui sejarah puasa Ramadhan akan menambah kenikmatan dan kekhusyuan berpuasa selama Bulan suci umat.

Dirangkum dari berbagai sumber, Allah SWT tidak serta merta menetapkan puasa Ramadhan sebagai sebuah syariat dalam Islam. Dengan segala curahan kasih sayang, Allah memahami kapan umat Muslim mampu dan bisa menjalankan ibadah puasa ramadhan.

Awalnya Rasulullah SAW menjalankan syariat puasa tidak seperti yang dilakukan sekarang yakni selama sebulan penuh. Nabi Muhammad SAW mulanya mencontohkan puasa hanya tiga hari saja setiap bulannya.

Beliau berpuasa tiga hari di setiap bulan hijriah. Lambat laun umat Muslim terbiasa mengikuti puasa yang dicontohkon Nabi.

Kemudian, perubahan puasa tiga hari menjadi puasa satu bulan penuh namun masih diberi keringanan. Umat Muslim boleh memilih antara dua hal, antara berpuasa satu bulan penuh atau memilih membayar fidyah.

Puasa satu bulan penuh mulanya dirasa berat bagi umat Muslim, namun akhirnya terbiasa. Syariatt baru pun kembali muncul, yaitu puasa sebulan penuh, tidak ada lagi tawar menawar boleh memilih puasa atau tidak.

Hingga akhirnya, puasa satu bulan penuh menjadi sebuah kewajiban kecuali bagi orang yang berpergian (musafir), sakit dan sudah renta sehingga tidak memungkinan melakukan puasa.

Keringanan berpuasa pun di dapat berupa diperbolehkannya makan dan minum serta berhubungan intim hanya bagi suami istri yang hanya boleh dilakukan pada malam hari sampai terbitnya fajar.

Kewajiban puasa ini disyariatkan pada bulan Sya’ban di tahun ke 2 hijriah. Nah, puasa ini lah yang hingga kini masih dijalankan umat Muslim hingga sekarang.

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Saksikan video pilihan berikut ini: 

2 dari 2 halaman

Tahapan Perintah Puasa

Perintah puasa bagi umat Muslim bertumpu pada Al Quran dan hadis. Berikut tahapan dalil-dalil perintah puasa yang diperintah kepada umat muslim:

Musnad Imam Ahmad

Dalam kitab ini terdapat sebuah hadits yang menceritakan mengenai pola puasa Rasulullah saw.:

“Mu’adz bin Jabal RA menyampaikan bahwa ketika Rasulullah Saw tiba di Madinah, beliau berpuasa tiga hari dalam setiap bulannya. Kemudian menambah jumlah puasanya yang tiga hari dalam setiap bulan selama 17 bulan. Sementara Yazid menyatakan bahwa puasa dilakukan selama 19 bulan yaitu dari Rabi’ul Awwal sampai Ramadhan. Selain itu, beliau juga berpuasa pada hari Asyura (sepuluh Muharram).”

Al Qur’an Surat Al Baqarah 183-184

Allah lalu menurunkan ayat yang mewajibkan puasa pada umat Islam:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184).

Pada tahap ini, umat Muslim diperbolehkan memilih salah satu dari dua pilihan antara melakukan puasa dan tidak melakukan puasa dengan membayar fidyah.

Setelah turun dua ayat tersebut, kemudian Allah menurunkan lagi Surat Al Baqarah ayat 185:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah: 185).

Ayat tersebut adalah periode kedua puasa, dimana ketika puasa diwajibkan bagi orang mukmin dan sehat dan tidak diberikan keringanan, sebagamana orang musafir dan sakit.

Orang yang sudah lanjut usia dan tidak mampu berpuasa dapat membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin. Pada masa itu, umat Muslim diperbolehkan makan - minum dan berhubungan intim dengan istri sebelum masuk waktu tidur malam hingga waktu tidur tiba.

Setelah beberapa kurun waktu, turun lagi Al Baqarah ayat 187:

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (HR. Ahmad, 5:246).

Penulis: Deni Sudastika