Sukses

Bolehkan Menerima Takjil Ramadhan dari Nonmuslim, Apa Hukumnya?

Terkadang, ada tetangga nonmuslim kita yang mengirim kita takjil. Pertanyaannya, apakah boleh diterima dan mengonsumsinya, apa hukumnya?

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu kekhasan bulan Puasa atau Ramadhan di Indonesia adalah berbagai sajian kuliner lokalnya. Misalnya, takjil.

Tiap masjid dan mushola hampir dipastikan akan menyediakan takjil Ramadhan. Entah itu akan dinikmati saat berbuka puasa, maupun dibawa pulang.

Bahkan, ada pula kebiasaan saling mengirim takjil. Contohnya kolak. Pendek kalimat, takjil Ramadhan adalah cara berbagi bahagia umat Islam di Indonesia.

Diketahui, masyarakat Indonesia sangat beragam. Tak semua tetangga kita muslim. Bahkan ada pula sebagian kita yang tinggal di tengah masyarakat nonmuslim.

Terkadang, ada tetangga nonmuslim kita yang mengirim kita takjil. Pertanyaannya, apakah boleh diterima dan mengonsumsinya, apa hukumnya?

Menjawab pertanyaan itu, dilansir muhammadiyah.or.id, dalam Fatwa Tarjih, bergaul atau berhubungan baik dengan non-muslim dalam ruang lingkup kemasyarakatan boleh dilakukan. Termasuk menyantap makanan suguhan ketika bertamu di rumah nonmuslim, sepanjang bukan termasuk makanan yang diharamkan atau mengandung sesuatu yang haram.

Hal tersebut sejalan dalam beberapa riwayat, Nabi SAW pernah menerima berbagai macam hadiah dari Raja-raja yang pernah dikirimi surat, seperti Raja Mukaukis dari Mesir. Berbagai hadiah yang diperoleh Nabi juga dari berbagai kepala Negara, seperti Farwah al-Judzami. Raja Negeri Ailah pun pernah menghadiahkan seekor baghal putih (keledai) dan pakaian burdah kepada Nabi Saw.

Dalam acara-acara tertentu di Madinah, Nabi Saw kelihatan tidak risih makan bersama orang-orang nonmuslim. Dalam QS. Al Mumtahanah 8-9 disebutkan pula bahwa sepanjang non-Muslim tidak memerangi dan berlaku kasar terhadap umat Islam, maka hubungan sosial kemasyarakatan harus berlangsung secara damai.

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Hukum Menerima Takjil dari Nonmuslim

Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Qaem Aulassyahied, seorang muslim juga diperbolehkan menerima takjil dari non-muslim.

“Sebagai bentuk muamalah, saya kira tidak papa. Karena pemberian non muslim, dalam konteks itu masuk dalam kategori muamalah bainannas. Contoh kasus, kita punya tetangga non muslim. Lalu pas buka, dia bawakan makanan untuk kita sebagai mujamalah antar tetangga yaaa tidak masalah,” ucap Qaem kepada tim redaksi Muhammadiyah.or.id pada Selasa (14/03).

Meski demikian, Islam juga membatasi pergaulan dengan nonmuslim. Umat Islam boleh menerima sesuatu dari nonmuslim jika diberikan secara murni dan tidak mengikat, serta barang yang diberikan adalah barang yang halal. Karenanya, umat Islam juga dibolehkan menerima pemberian berupa karpet atau sajadah untuk keperluan salat dari pemeluk agama lain.

Akan tetapi dalam Fatwa Tarjih ditegaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan untuk menyumbang sesuatu yang digunakan untuk sembahyang agama orang lain karena hal tersebut dinilai sebagai perbuatan menolong kepada kejelekan dan dosa. Selain itu, Fatwa Tarjih dengan tegas menyatakan bahwa mengikuti prosesi ibadah nonmuslim hukumnya haram.

“Apa yang mereka (non-muslim) lakukan bukan dalam konteks al-musyarakah fi tanfidz al-ibadah. tapi hanya muamalah itu tidak masalah, termasuk dalam menerima takjil dari kalangan non-muslim,” tegas dosen Universitas Ahmad Dahlan ini.