Sukses

Alasan NU Tetap Gunakan Rukyatul Hilal Tentukan Awal Ramadhan

Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan menggelar Rukyah Hilal pada Rabu (22/3/2023) untuk menentukan awal puasa dengan metode Rukyah Hilal.

Liputan6.com, Jakarta Nahdlatul Ulama rencananya akan menggelar penentuan awal Ramadan pada Rabu (22/3/2023 mendatang. Metode yang digunakan adalah Rukyah Hilal.

Dikutip dari laman nu.or.id, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menyebut Rukyah Hilal ini sebagai upaya untuk menentukan 1 Ramadhan 1444 H. Rukyatul Hilal ini dilakukan atas dasar keputusan Muktamar ke–30 NU tahun 1999 di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, maka rukyah hilal akan digelar di seluruh Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah hukum.

Hal ini sebagaimana termaktub dalam Informasi Hilal Awal Ramadhan 1444 H 29 Sya’ban 1444 H/22 Maret 2023 M yang diterbitkan LF PBNU. Penyelenggaraan dan pengawasan kegiatan rukyah hilal tersebut dikoordinasikan oleh LF PBNU.

Sementara hasil observasi dari seluruh titik pengamatan akan dilaporkan ke PBNU yang selanjutnya akan disampaikan pada forum Sidang Itsbat Kementerian Agama RI. Hasil-hasil rukyah hilal dalam jejaring LFNU sekaligus menjadi landasan bagi ikhbar PBNU.

Selain itu, LF PBNU juga menegaskan bahwa ada dua aspek yang mendasari NU tetap menggunakan rukyah hilal.

Pertama, Rukyatul Hilal sebagai aspek ibadah. Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, pelaksanaan rukyah hilal merupakan instrumen wajib guna memastikan kapan masuk tanggal 1 bulan kalender Hijriyah menurut ukuran syara'.

“Jadi tidak hanya untuk menentukan awal Ramadhan, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha. Nahdlatul Ulama menggelar rukyah hilal guna penentuan awal setiap bulan kalender Hijriyah sepanjang tahun,” demikian keterangan yang termaktub dalam Informasi Hilal Awal Ramadhan 1444 H 29 Sya’ban 1444 H/22 Maret 2023 M yang diterbitkan LF PBNU.

Rukyatul Hilal bagi NU juga selaras dengan pendapat para ulama salaf, yakni hukumnya fardhu kifayah atau bersifat wajib untuk masyarakat (wajib-komunal).

Karenanya, bila dalam sebuah negara tidak ada satupun yang bersedia melaksanakan rukyah hilal, maka siapapun Muslim yang ada di dalamnya akan memperoleh dosanya.

Kedua, Rukyatul Hilal tetap dilakukan juga sebagai bentuk aspek kultural. Sebagaimana diketahui, Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia pada saat ini. Survei keberagamaan Muslim di Indonesia pada 2016 yang digelar lembaga Alvara Research Center dan dipublikasikan Januari 2017 menunjukkan 64 persen Muslim Indonesia mengikuti Rukyatul Hilal dalam penentuan hari besar Islam. Jumlah penduduk Indonesia pada 2016 adalah 262 juta jiwa dengan 87 persen di antaranya Muslim.

“Maka kuantitas Muslim Indonesia yang berpedoman pada rukyatul hilal dalam penentuan hari besar Islam setara dengan 145 juta jiwa,” demikian keterangan Alvara Research Center.

Laman ini juga menjelaskan sebagai pembanding, jumlah Muslim Indonesia yang menjadi warga NU di seluruh Indonesia hanya berkisar 90 juta orang. Maka tidak elok jika NU sebagai lembaga keagamaan Islam yang berpedoman pada rukyah hilal tidak menyelenggarakan kegiatan yang hasilnya jelas akan ditunggu dan akan dipedomani demikian banyak orang.

Simak juga video pilihan berikut: