Liputan6.com, Jakarta Bagi umat Islam, bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa dan penuh dengan kemuliaan. Salah satu hal yang membuat bulan Ramadhan begitu istimewa karena ada satu malam yang memiliki nilai kebaikan seribu bulan.
Barangsiapa yang beribadah dengan sungguh-sungguh dan khusyuk pada malam itu, maka dia akan mendapatkan pahala yang setara dengan melakukan kebaikan dan amal saleh tanpa melakukan kedurhakaan sama sekali selama seribu bulan atau sekitar 80 tahun.
Baca Juga
Lalu dengan ibadah seperti apa kita bisa mendapatkan kemuliaan malam Lailatul Qadar? Memasuki hari-hari terakhir bulan Ramadhan, umat muslim dianjurkan I'tikaf. I’tikaf dipahami sebagai usaha berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah guna mendapatkan kemuliaan.
Advertisement
Karena malam Lailatul Qadar disebut akan datang di antara sepuluh hari terkahir di bulan Ramadhan, makan i'tikaf biasa dilakukan di hari-hari tersebut. Dalam sebuah riwayat, Aisyah Ra, istri Rasulullah SAW, beliau mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beri'tikaf sepeninggal beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lalu bagaimana tata cara itikaf? Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com, Kamis (30/3/2023).
Pengertian Itikaf
Secara bahasa, itikaf memiliki arti ‘al-lubtsu’, berdiam diri. Al-Bujairimi dalam kitab Hasiyyah ala syarhil minhajnya mengatakan bahwa itikaf merupakan syariat dari umat-umat terdahulu. Itikaf termasuk syariat dari Nabi Ibrahim sebagaimana tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 125:
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
Artinya:
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang rukuk dan yang sujud.”
Tentu saja yang dimaksud dengan berdiam diri dalam i'tikaf artinya bukan tidak melakukan apapun sama sekali. Selama berdiam diri tersebut kita bisa berdzikir, membaca Alquran, dan berdiskusi soal ilmu agama.
Dengan kata lain, i'tikaf adalah berdiam diri dan menyibukkan diri dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.
Advertisement
Hukum Itikaf
Hukum i'tikaf adalah sunnah. Artinya, itikaf boleh dilaksanakan kapanpun termasuk di waktu-waktu yang diharamkan untuk shalat. Namun i'tikaf bisa menjadi wajib jika dinazarkan.
Dalam satu riwayat dari Ibnu Umar dari Umar bin Khattab, ketika Nabi SAW ditanya, “(Wahai Rasulullah! Pada zaman jahiliah dulu saya bernazar untuk beriktikaf semalam di masjidil haram.” Beliau bersabda, “Penuhilah nazarmu.” (Lalu Umar beriktikaf semalam). (HR Bukhari)
Bahkan hukum i'tikaf bisa menjadi haram, jika dilakukan oleh seorang istri tanpa mendapatkan izin dari suaminya. Sedangkan jika dikerjakan oleh perempuan yang mampu mengundang fitnah akan menjadi makruh.
Itikaf jauh lebih afdhal dikerjakan di akhir bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan pada hadis Nabi berikut:
Hadis riwayat Ibnu Umar RA: Bahwa Rasulullah selalu I'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. (Shahih Muslim No 2002).
Hadis riwayat Aisyah RA, ia berkata: “Adalah Rasulullah SAW jika telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Beliau menghidupkan malam (untuk beribadah) dan membangunkan istri-istrinya, bersungguh-sungguh (dalam ibadah) dan menjauhi istri. (Shahih Muslim No 2008).
Macam-Macam Itikaf
Ibadah i'tikaf sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yakni itikaf mutlak, itikaf terikat waktu tanpa terus-menerus, dan i'tikaf terikat waktu terus-menerus. Hal yang membedakan macam-macam i'tikaf ini adalah cara berniatnya.
Itikaf Mutlak
Itikaf ini mutlak tanpa adanya ikatan waktu, untuk batasan minimal i'tikaf adalah sepanjang tuma'ninah dalam shalat. Sedangkan panjang durasinya tidak ditentukan. Asalkan orang yang i'tikaf melakukan hal-hal yang membatalkan itikaf, selesai sudah i'tikafnya. Adapun niatnya sebagai berikut,
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى
nawaitu an a'taki fii hadzal masjidi lillahi ta'ala
Artinya: “Aku berniat i'tikaf di masjid ini karena Allah.”
Itikaf Terikat Waktu Tanpa Terus-Menerus
Itikaf ini terikat waktu misal sehari semalam atau satu bulan. Dengan kata lain, itikaf jenis ini batas waktunya telah ditetapkan. Adapun niatnya sebagai berikut,
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا/لَيْلًا كَامِلًا/شَهْرًا لِلهِ تَعَالَى
nawaitu an a'takifa fi hadzaal masjidi (yauman/lailan kamilan/syahran) lillahi ta'ala.
Artinya: “Aku berniat i'tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/ satu bulan karena Allah.”
Itikaf Terikat Waktu Satu Bulan dan Terus-Menerus
Itikaf ini terikat waktu sesuai niat awal i'tikaf dan dikerjakan terus menerus. Adapun niatnya sebagai berikut,
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا
nawaitu an a'takifa fi hadzaal masjidi syahran mutatabi'an
Artinya: “Aku berniat i'tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut karena Allah.”
Advertisement
Rukun dan Syarat Sah I'tikaf
Seperti halnya ibadah lainnya, itikaf juga haru memenuhi rukun dan syarat sahnya. Adapun rukun dan syarat sah i'tikaf antara lain adalah sebagai berikut.
Rukun Itikaf:
1. Niat
Berniat menjadi rukun yang selalu ada di setiap jenis ibadah. Sebab, niat adalah hal yang membedakan suatu perbuatan bernilai ibadah atau tidak. Niat pula yang membedakan suatu bentuk ibadah dengan ibadah lainnya. Adapun bacaan niat i'tikaf tergantung jenis itikaf yang akan dilakukan.
2. Berdiam diri di masjid
Adapun lama waktu untuk berdiam diri ini sekurang-kurangnya selama tuma’ninah shalat. Selama itikaf, dianjurkan untuk menyibukkan diri dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah SWt seperti berdzikir, membaca Alquran, dan sebagainya.
3. Masjid/rumah
4. Orang yang beri'tikaf
Syarat Sah Itikaf:
1. Islam
2. Berakal Sehat
3. Bebas dari Hadas Besar
Syarat pelaksanaan I'tikaf ini harus dipastikan dapat terpenuhi dengan baik. Jika tidak, amalan I'tikaf yang dilakukan maka hukumnya tidak sah. Selain itu, orang yang melakukan I'tikaf sebaiknya mengucapkan status i'tikaf apakah fardhu karena dinazarkan atau sunnah. Ada pula yang menyebutkan bahwa amalan I'tikaf menjadi fardhu baik dalam waktu yang ditentukan maupun tidak.
Hal-Hal yang Membatalkan Itikaf
Setelah memahami macam-macam itikaf, rukun, dan syarat sahnya, penting juga untuk mengetahui apa saja yang dapat membatalkan itikaf.
Dalam kitab Nihayah al –Zain fi Irsyad al Mubtadiiin karangan Syekh Muhammad ibn Umar Nawawi al-Bantani pada bab al-itikaf disebutkan bahwa yang membatalkan i'tikaf ada sembilan, yakni sebagai berikut:
- Berhubungan suami-istri. Hal ini jelas sekali membatalkan itikaf. Karena berhubungan suami-istri berarti telah keluar dari masjid, tidak mungkin melakukan hal yang sifatnya privasi di muka umum.
- Mengeluarkan sperma. Ketika keluar sperma alias mani, berarti seseorang berada pada kondisi hadats besar. Sehingga perlu bersuci terlebih dahulu.
- Mabuk dengan sengaja. Melakukan hal yang diharamkan seperti mabuk, akan merusak tatanan sahnya itikaf. Selain itu, orang yang mabuk berada dalam keadaan hilang akal.
- Murtad, keluar dari Islam. Seseorang yang beritikaf namun murtad akan membatalkan i'tikaf tersebut. Hal ini karena orang yang keluar dari Islam, tidak mendapatkan perintah ataupun anjuran beribadah, baik ibadah wajib ataupun sunnah.
- Haid, seorang wanita hanya sah i'tikaf pada masa suci seperti biasanya, sehingga wanita yang i'tikaf dan tiba-tiba haid membatalkan i'tikafnya
- Nifas
- Keluar masjid tanpa alasan
- Keluar-untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda
- Keluar dengan beberapa alasan, padahal karena keinginannya sendiri.
Advertisement
Anjuran ketika Itikaf
Itikaf memiliki arti berdiam diri. Namun bukan berarti kita tidak melakukan apapun selama itikaf. Orang yang beri'tikaf dianjurkan untuk menyibukkan diri dengan ketaatan ibadah seperti melaksanakan shalat, bertasbih, berdzikir, membaca Al-Quran dan menyibukkan diri dengan ilmu seperti belajar, mengajar, membaca, menulis, dan sebagainya.
Adapun anjuran sunnah ketika i'tikaf antara lain sebagai berikut:
- Menyibukkan diri dengan melaksanakan ketaatan pada Allah, seperti berdzikir, membaca Al-Quran dan berdiskusi ilmu agama. Sebab mengerjakan hal-hal tadi akan menuntun kepada maksud dari pelaksanaan itikaf.
- Menyibukkan diri dengan melaksanakan ketaatan pada Allah, seperti berdzikir, membaca Al-Quran dan berdiskusi ilmu agama. Sebab mengerjakan hal-hal tadi akan menuntun kepada maksud dari pelaksanaan itikaf.
- Melakukan itikaf di masjid Jami’, yaitu masjid yang digunakan untuk shalat Jumat.
- Tidak berbicara kecuali perkataan yang baik. Maka, jelas sekal dilarang mengumpat, menggunjing, adu domba dan perkataan yang tidak ada gunanya, sia-sia. Panduan i'tikaf dengan rujukan kedua ini tentu dimaksudkan ketika melaksanakan itikaf di siang hari.