Liputan6.com, Cirebon Bulan puasa ramadan banyak umat muslim yang berbagi rejeki kepada sesama. Baik dalam bentuk uang maupun makanan untuk buka puasa.
Seperti terlihat di rumah megah di depan Masjid Asy Syafii Cirebon. Di rumah tua yang masih terlihat berdiri kokoh itu, banyak warga berlalu lalang memasukinya.
Bau wangi rempah-rempah tercium hingga ke luar rumah bahkan sampai ke tetangga rumah yang dihuni oleh keluarga besar Syekh Muhammad Islam Bayasut.
Advertisement
Baca Juga
Sekitar pukul 13.00 WIB atau habis salat duhur, Abdul Mukti Mahri mulai sibuk memegang centong berukuran besar.Â
Centong yang dipegangnya untuk mengaduk bubur harisa dengan resep warisan turun temurun dari sang kakek, Syekh Mohammad Islam Bayasut.Â
Dibantu istri dan keluarga lainnya, Abdul Mukti memasukkan bubur Harisa yang telah matang ke dalam wadah yang sudah disediakan.
"Kami membuat bubur ini sejak tahun 1922 bahkan jauh sebelum itu," tutur Abdul Mukti Mahri generasi ke 3 pembuat bubur Harisa di Cirebon, Jumat (31/3/2023).
Bubur Harisa tersebut selanjutnya akan dibawa ke Masjid As Syafii. Kopi jahe, air manis, dan kurma juga dibawa sebagai hidangan berbuka puasa.
Sejak hari pertama puasa, Abdul Mukti dan keluarga besarnya sudah membuat bubur Harisa. Tradisi ini sudah dilakukannya secara turun temurun.
Dia menceritakan, pembuatan bubur ini berawal saat kakeknya, Syekh Mohammad Islam Bayasut masih hidup. Syekh Mohammad Islam Basayut lahir pada 1875 merupakan seorang saudagar kaya dari Negeri Yaman yang ada di Cirebon saat itu.Â
Setiap sore, Bayasut seringkali melihat banyak musafir yang salat di Masjid As Syafii, salah satu masjid yang dibangunnya. Mereka adalah musafir yang baru datang menggunakan kereta api dari Stasiun Prujakan.
"Karena belum banyak bangunan saat itu, antara rumah kakek dengan Stasiun Prujakan bisa terlihat dengan jelas," kata dia.Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Rempah Arab
Tak ingin membiarkan musafir itu kelaparan, Basayut mulai membuat bubur Harisa. Dia juga rela untuk menunggu musafir datang terlebih dahulu dan ikut makan bersama-sama.
"Terkadang kereta datangnya juga terlambat, jadi kakek saya nunggu mereka datang baru bersama-sama makan," kata dia.Â
Pembuatan bubur Harisa terus dilakukan hingga kini. Setiap hari sekitar 4 sampai 10 kg beras untuk membuat bubur harisa.Â
Lalu ditambah santan dari 10 butir kelapa, 5 kg daging kambing, dan aneka bumbu rempah-rempah yang didatangkan langsung dari Arab Saudi.Â
Pembuatan bubur ini terbilang mudah, seperti bubur pada umumnya. Beras terlebih dahulu dimasak, lalu dituangkan santan.
Setelah semua mendidih, barulah daging kambing dimasukkan. Bahan-bahan tersebut terus dimasak hingga betul-betul tanak.Â
Dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam hingga bubur betul-betul matang, setelah dingin, bubur itu dituangkan di dua nampan besar dari aluminium. Â
Tidak hanya untuk masjid, tetangganya pun banyak yang antre untuk meminta bubur Harisa ini.Â
"Termasuk tetangga yang non muslim," sebut Mukhtim
Mukhti mengatakan kekayaan sang kakek kala itu tak ternilai. Ini terlihat dari luasnya rumah yang ditempati sang cucu mencapai 3.000 meter persegi.Â
Sang kakek yang meninggal pada 1945 mewariskan tabungan khusus untuk pembuatan bubur Harisa saat Ramadan.
"Tabungannya khusus untuk pembuatan bubur Harisa dan perbaikan Masjid As Syafii jika ada bangunan yang rusak," kata dia.Â
Dia menjelaskan, tabungan wakaf sang kakek digunakan untuk membeli bahan-bahan bubur Harisa.
"Hingga kini tidak ada satu pun keturunan Muhammad Islam Basayut yang berani mengutik-utik tabungan menggunakannya untuk kebutuhan lain," tutur Abdul Mukhti.
Advertisement