Liputan6.com, Jakarta - Abdullah bin Abbas merupakan seorang sahabat sekaligus saudara sepupu Nabi Muhammad SAW. Nama Ibnu Abbas (ابن عباس) juga digunakan untuk membedakannya dari Abdullah yang lain.
Ibnu Abbas adalah pribadi yang berpengetahuan luas. Sangat banyak hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas.
Beliau juga merupakan kakek dari Imam Muhammad al-Abbasi yang menjadi ayah dari satu Imam Revolusi Abbasiyah, yakni Ibrahim al-Imam dan dua Khalifah dari Kekhalifahan Abbasiyah, yakni Abu Abbas Abdullah As-Saffah dan Abu Ja'far Abdullah Al Mansur.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu sahabat nabi terdekat ini lahir ketika Nabi sudah 10 tahun menjalankan dakwah. Nabi Shalallahu alaihi wasallam mendoakan Ibnu Abbas kecil yang menyediakan wudhu Nabi di tengah malam:
"Ya Allah, berikan dia keahlian dalam agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu."
Dalam kitab Fathul Bārī, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mencatat riwayat tentang Sayyidina Ibnu Abbas. Berikut riwayatnya:
حدثنا عبد الله بن محمد قال نا هاشم بن القاسم نا ورقَاءُ عن عبيد الله بن أبي يزيد عن إبن عباس: أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ دَخَلَ الخَلَاءَ، فَوَضَعْتُ له وَضُوءًا قالَ: مَن وضَعَ هذا؟ فَأُخْبِرَ فَقالَ: اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ في الدِّينِ
Artinya, “Abdullah bin Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata: “Hasyim bin Al-Qasim bercerita, Wirqa’ bercerita, dari Ubaidillah bin Abi Yazid, dari Ibnu ‘Abbas: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki kamar mandi (toilet), kemudian aku meletakkan seember air untuknya.”
Rasulullah berkata: “Siapa yang meletakkan ini?” Kemudian diberitahukan (bahwa itu adalah Ibnu ‘Abbas). Lalu Rasulullah berkata: “Ya Allah, berilah Ibnu Abbas kepahaman dalam agama.” (Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fathul Bārī bi Syarhi Shahīhil Bukhārī, [Beirut, Darur Rayyan lit Turats: 1986], juz I, halaman 294).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Memiliki Kepekaan Intelektual dan Praktikal
Dalam sebuah riwayat mengatakan usianya masih 10 tahun ketika itu. Ibnu Abbas berkata:
مات رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنا ابن عشر سنين وأنا مختون
Artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat (saat) usiaku sepuluh tahun, dan aku sudah disunat.” (HR Ahmad).
Mengutip dari laman NU Online, bisa dikatakan, secara sederhana di masa kecilnya Ibnu Abbas memiliki kepekaan intelektual dan praktikal. Ia peka bahwa siapapun yang memasuki kamar mandi pasti membutuhkan air, apalagi di era itu, yang mana pengairan masih dilakukan secara manual dan tradisional.
Dapat dibayangkan, anak sekecil itu sudah memiliki kepekaan intelektual yang baik terhadap sekitar. Itulah yang membuatnya luar biasa dan mendapatkan doa dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kepekaannya itu diaktualisasikan dengan “laku”, tidak hanya berkutat dalam ruang teori. Karena banyak dari kita, meskipun sudah tahu dan sadar bahwa sesuatu itu baik, tetap enggan melaksanakannya. Berbeda dengan Ibnu Abbas kecil.
Hal ini menunjukkan kecerdasan laku dan pikiran yang membuat takjub Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa anak ini, di usia belia, sudah menjangkau kepekaan yang luar biasa, memiliki inisiatif untuk berbuat baik dan paham akan situasi, kondisi dan kebutuhan orang lain.
Artinya, Sayyidina Abdullah bin ‘Abbas sudah memahami sesuatu tanpa instruksi. Ia dapat menafsirkan keadaan dengan baik, dan bertindak sesuai dengan penafsirannya yang baik pula. Untuk mencapai kepekaan atau memahami sesuatu tanpa instruksi, tidak banyak orang yang bisa, atau bisa dikatakan juga, enggan untuk bisa karena tidak pernah merenung dan berpikir tentangnya.
Advertisement
Mendapat Banyak Pelajaran dan Doa dari Rasulullah SAW
Contoh lain dari kecerdasan atau kepekaan Ibnu Abbas kecil terjadi saat ia shalat malam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia berada di belakang, lalu Rasulullah memposisikannya sejajar dengannya. Setelah selesai shalat, Ibnu Abbas kecil bertanya kepada Rasulullah:
“(Apakah) pantas seseorang shalat sejajar denganmu, padahal engkau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, orang yang dikaruniai Allah?” (Mendengar itu), kemudian Rasulullah berdoa kepada Allah agar menambahkan pemahaman dan ilmu untukku.” (Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Hilyatul Auliyā’ wa Thabaqātul Ashfiyā’, [Beirut, Darul Fikr], juz I, halaman 316).
Ini menunjukkan bahwa Ibnu Abbas kecil memiliki kesadaran dan kecerdasan akhlak yang luar biasa. Ia sudah berpikir tentang unggah-ungguh, sopan santun, dan etika yang paling pantas saat bersama Rasulullah. Tentu saja, hal ini tidak lepas dari teladan yang ditampilkan Rasulullah, sehingga Ibnu Abbas kecil bisa menyerapnya, memahaminya dan menerapkannya dengan baik.
Setelah didoakan oleh Rasulullah, Sayyidina Abdullah bin Abbas terus membersamai Rasulullah, berkhidmah dan belajar darinya. Tidak heran jika ia mendapat banyak pelajaran dan doa dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan menjadi ahli Al-Qur’an yang sangat mumpuni. Ibnu Abbas berkata:
Artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakanku dengan banyak kebaikan, dan beliau berkata: “Sebaik-baik penerjemah atau penafsir Al-Qur’an adalah kau.” (Al-Ashbahani, Hilyatul Auliyā’, juz I, halaman 317).
Maka dari itu, kita perlu meluangkan waktu untuk belajar, menuntut ilmu, merenung, mengambil iktibar dan bertafakur, agar pikiran dan hati kita selalu hidup.