Liputan6.com, Jakarta - Ramadhan sebagai bulan mulia harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan ketakwaan seorang Muslim. Selain mengerjakan ibadah baik wajib dan sunah, ada baiknya seorang Muslim juga menyimak kultum yang disampaikan oleh seorang ustaz.
Kultum adalah menyampaikan ceramah atau nasihat islami kepada jemaah secara singkat tetapi bermakna. Kultum sering diartikan kuliah tujuh menit.
Ada banyak materi kultum yang dapat disimak oleh seorang Muslim pada bulan Ramadhan. Sejatinya, semua materi yang menyampaikan nilai-nilai keislaman adalah baik. Apalagi materi kultum tersebut dapat mendorong seorang Muslim semakin takwa kepada Allah SWT.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu materi kultum yang tidak kalah penting adalah mengetahui godaan selama Ramadhan. Godaan seperti ada orang yang makan dan minum di siang hari itu sudah sering dihadapi. Namun, ada godaan lain yang acapkali tak disadari tapi sering terjerumus.
Apa godaan tersebut? Untuk mengetahui dan agar tidak terjerumus mari simak materi kultum Ramadhan berikut yang ditulis Isngadi Marwah Atmadja di Suaramuhammadiyah.id. Materi kultum ini juga dapat disampaikan kepada orang-orang terdekat Anda.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Materi Kultum Ramadhan
Godaan Di Bulan Ramadhan
Saudaraku, setiap bulan Ramadhan seperti sekarang ini selalu ada rasa aneh yang ada di dalam hati saya. Mungkin kamu juga mengalami hal yang sama.
Menurut ajaran Islam, bulan Ramadhan bukanlah sekedar bulan kesembilan dalam penanggalan hijriyah. Bulan Ramadhan bukan pula sekedar bulan yang singgah setiap tahun sekali. Bagi Umat Islam, bagi kamu, bagi saya, dan bagi kita semua, Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat. Bulan yang sangat istimewa bagi kita.
Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah kita diwajibkan berpuasa satu bulan penuh. Menurut para dokter, pada bulan Ramadhan ini kita diberi kesempatan memperbaiki sistem pencernaan kita kembali. Pada bulan Ramadhan, kita diberi kesempatan untuk membakar seluruh dosa yang telah kita tumpuk sepanjang hidup. Dengan diberi kesempatan kembali berjumpa dengan bulan Ramadhan, pada dasarnya kita diberi kesempatan oleh Yang Maha Pengasih untuk memperbaiki semua cara hidup kita. Memperbaiki pola hidup agar sesuai dengan tuntunan-Nya.
Saudaraku, kalau saya boleh mengingatkan, menurut para ahli bahasa Arab, Ramadhan dapat diartikan panas terik yang membakar. Perlu kita ketahui, penanggalan Arab, sebelum datangnya Islam, memakai sistem penanggalan matahari (syamsiah). Nama-nama bulannya sama dengan nama-nama bulan yang sekarang. Oleh karena memakai sistem penanggalan matahari, maka datangnya setiap bulan selalu sama dengan datangnya suatu musim. Seperti, misalnya, bulan Januari di Indonesia, pada tahun kapan pun, Januari di Indonesia selalu diisi dengan hari-hari hujan.
Ramadhan di Arab (ketika masih memakai penanggalan matahari) selalu jatuh pada musim panas yang sangat terik. Matahari terasa sangat dekat di ubun-ubun. Panasnya seakan membakar bumi. Bagi yang sudah ke tanah Arab, pada musim panas pasti akan bisa bercerita seperti apa panasnya siang hari di sana.
Namun, ketika Islam datang, sistem penanggalan yang berbasis pada peredaran matahari itu (syamsiah) diganti dengan sistem penanggalan berbasis peredaran bulan (qomariah). Oleh karena itu, Ramadhan bisa saja datang pada musim panas maupun musim dingin.
Kalau dipikir, perubahan sistem penanggalan ini sangat menguntungkan umat Islam. Saat ini, umat Islam sudah tersebar di seluruh penjuru bumi. Bahkan di dekat kutub bumi yang jauh dari Katulistiwa. Bagi umat yang tinggal di bagian bumi yang jauh dari Katulistiwa, perbedaan waktu siang dan waktu malam pada musim dingin dan musim panas terasa sangat ekstrem. Pada musim panas, kadang siang hari bisa berlangung 19 jam. Sebaliknya, pada musim dingin, siang hari hanya menyapa beberapa jam saja.
Dengan beralihnya sistem kalender berbasis peredaran bulan, umat Islam yang tinggal di belahan bumi yang jauh dari katulistiwa bisa merasakan Ramadhan pada musim panas dan musim dingin.
Saudaraku, Meski kadang datang pada musim panas dan kadang datang pada musim dingin, arti Ramadhan tetaplah panas terik yang membakar. Ramadhan tetap membakar. Bukan untuk membakar bumi dan isinya, tetapi untuk membakar semua dosa manusia yang mau membersihkan jiwa dan hatinya dengan riyadhah yang telah disyariatkan-Nya. Yaitu berpuasa sebulan lamanya.
Advertisement
Lanjutan Materi Kultum Ramadhan
Puasa atau ash-shaum menurut fuqaha didefinisikan dengan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Segala sesuatu yang membatalkan puasa itu adalah makan, minum, dan bersetubuh dengan suami/istri. Semua itu, pada dasarnya, hal yang halal dan boleh dikerjakan ketika tidak sedang berpuasa. Ketiga hal itu adalah sesuatu yang mubah, namun dilarang dikerjakan ketika kita sedang berpuasa.
Itulah yang disebut sebagai riyadhah (latihan) jiwa. Dalam puasa, kita dilatih untuk mengekang jiwa dan membatasi diri. Ada juga yang berpendapat, saat kita berpuasa, kita dilarang berkata bohong. Namun, berkata bohong merupakan hal yang dilarang secara mutlak oleh agama kita, baik itu dilakukan ketika kita tidak sedang puasa apalagi saat berpuasa.
Namun, saudaraku, melihat cara puasa dan kebisaan kita berpuasa saat ini, jiwa saya sedikit resah. Ada rasa aneh yang tak termaknai di dalam hati ini. Kita semua tahu, bahwa puasa adalah bentuk riyadhah lahir sekaligus riyadhah batin. Tetapi, mengapa kadang kita lupa diri saat berbuka.
Kadang kita lupa diri dengan memakan semua hidangan secara berlebihan. Bahkan sebagaian besar di antara kita sengaja mengada-adakan untuk berbuka puasa. Sering kita baca di koran maupun berita di televisi, saat Ramadhan harga kebutuhan pokok justru melonjak dan permintaan juga melonjak. Bukankah ini merupakan pertanda ada yang salah dalam cara berpuasa penduduk negeri ini? Logikanya, kalau biasanya kita memakan tiga kali sehari sekarang dua kali sehari, seharusnya kebutuhan kita di bulan suci ini turun tiga puluh persen.
Saudaraku, sebenarnya saya ingin ber-khusnudzan. Peningkatan permintaan bahan pokok itu dikarenakan pada bulan Ramadhan banyak orang kaya yang bersedekah dan memberi makan orang-orang miskin yang selama ini mengalami kekurangan makan. Bukan karena kita lebih rakus dan lebih banyak makan, tetapi karena jumlah orang yang bisa makan memang bertambah karena kedermawanan orang-orang kaya. Namun, apakah benar seperti itu? Jujur saja, saya pesimis dugaan baik saya itu benar.
Saudaraku, kalau saya boleh mengingatkan, bulan Ramadhan yang menghampiri kita tahun ini harus tetap disambut dengan gembira. Kita rayakan dan kita gembirakan secara benar menurut syariat Islam.
Bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan adalah dengan memperbanyak amal ibadah dan melipatgandakan sedekah. Bukan dengan cara memperbanyak dan memperlezat hidangan sahur dan berbuka puasa. Melainkan kita harus menambah jumlah orang yang kita santuni.
Bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan bukanlah dengan memborong pakaian yang indah-indah di mall dan pusat-pusat perbelanjaan. Namun, kita harus menambah jumlah orang miskin yang kita beri pakaian ketika mereka kedinginan. Kita beri makan ketika mereka kelaparan. Kita beri santunan ketika mereka memerlukan. Kita beri bantuan ketika anak-anak mereka memerlukan biaya sekolah. Dan seterusnya.
Kalau kita senantiasa bisa bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan sesuai syari’at Islam yang dituntunkan-Nya, bukan syari’at kaum kapitalis, maka patutlah kita merayakan hari kemenangan kita. Kemenangan kaum Muslimin semuanya. Karena, bagiamana mungkin kita bisa merayakan hari kemenangan, jika pada hari itu masih saja ada saudara kita sesama Muslim yang terlantar dan tidak tersantuni. Mereka tetap merasakan lapar dan dingin sepanjang hidup.
Saudaraku, sekali lagi Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan riyadhah bagi kita semua, namun iblis sering mengelabui kita dengan cara-cara yang lihai. Tawaran bermewah-mewah dalam merayakan Ramadhan, seperti makan minum yang serba lebih lezat saat buka dan sahur, memborong pakaian saat akhir Ramadhan, sampai yang paling halus seperti tawaran paket umrah eksklusif Ramadhan dan sejenisnya itu, mungkin perlu kita pikirkan lagi.
Apakah kemewahan-kemewahan dalam beribadah itu memang sesuai syari’at Allah yang benar, ataukah syariat Allah itu telah dibajak oleh kaum kapitalis untuk kepentingan mereka? Atau, jangan-jangan, syariat Allah itu telah dibelokkan oleh Iblis untuk menjerumuskan kita?
Jujur saja, saudaraku, saya resah dengan semua kenyataan ini.