Liputan6.com, Jakarta - Kapan sholat ghaib dilakukan? Sholat ghaib dilakukan ketika salah satu anggota keluarga atau seorang Muslim meninggal dunia dan jenazahnya tidak berada di depan orang yang ingin menyolatkannya.
Dalam buku berjudul Fiqih Lengkap Mengurus Jenazah oleh M. Nashiruddin al-Albani dijelaskan menyolatkan jenazah bagi seorang muslim akan mendatangkan pahala sebanyak dua buah gunung besar.
Advertisement
Baca Juga
Kapan sholat ghaib dilakukan? Sholat ghaib bisa dilakukan dengan jarak beberapa waktu setelah hari kematiannya, seperti tiga hari atau satu bulan. Baik jasadnya diketahui maupun tidak, dan baik sudah ada yang menyolatkannya atau belum.
“Dari Ibnu Abbas diriwayatkan, sesungguhnya Rasulullah pernah shalat atas suatu kubur setelah satu bulan.” (HR. al-Baihaqi)
Tata cara sholat ghaib, atau sholat untuk orang yang sudah meninggal, sama dengan tata cara sholat jenazah dalam ajaran Islam, yang membedakan hanya niatnya. Simak penjelasan lengkapnya.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang kapan sholat ghaib dilakukan dan tata caranya, Rabu (12/4/2023).
Dalam Situasi Tertentu
Kapan sholat ghaib dilakukan? Sholat ghaib dilakukan ketika salah satu anggota keluarga atau seorang Muslim meninggal dunia dan jenazahnya tidak berada di depan orang yang ingin menyolatkannya.
Misalnya, jika seseorang meninggal di luar kota atau negara dan tidak mungkin jenazahnya dapat dipulangkan untuk disholati secara fisik oleh kerabat atau saudara-saudaranya.
Dalam buku berjudul Pintar Ibadah (2020) oleh Ust. H. Fatkhur Rahman menjelaskan kapan sholat ghaib dilakukan adalah saat jenazahnya tidak ditemukan atau berada di tempat jauh.
Sholat ghaib juga bisa dilakukan ketika seorang Muslim meninggal dunia dan jenazahnya tidak ditemukan atau berada di tempat yang jauh. Seperti dalam kasus kematian akibat tenggelam atau kecelakaan di daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Dalam situasi seperti ini, sholat ghaib dijadikan alternatif untuk mensholati orang yang meninggal tersebut, meskipun jenazahnya belum ditemukan atau tidak dapat dihadirkan secara fisik.
Sholat ghaib juga dapat dilakukan ketika ada kabar bahwa seseorang telah meninggal dunia, baik jasadnya diketahui maupun tidak, dan baik sudah ada yang menyolatkannya atau belum.
Advertisement
Waktunya Hitungan Hari hingga Bulan
Kapan sholat ghaib dilakukan? Sholat ghaib bisa dilakukan dengan jarak beberapa waktu setelah hari kematiannya, seperti tiga hari atau satu bulan.
“Dari Ibnu Abbas diriwayatkan, sesungguhnya Rasulullah pernah shalat atas suatu kubur setelah satu bulan.” (HR. al-Baihaqi)
Sholat ghaib umumnya dilakukan ketika seseorang meninggal dunia dalam keadaan yang sulit atau tidak mungkin dihadiri oleh keluarga atau saudaranya, seperti dalam kasus wabah penyakit atau perang.
Dalam situasi ini, sholat ghaib dijadikan alternatif untuk menyampaikan doa dan penghormatan kepada orang yang meninggal, meskipun keluarga atau saudaranya tidak dapat hadir secara fisik.
“Dari Said bin Musayyab diriwaytkan, bahwa Ummu Sa’d meninggal sementara Rasulullah tidak ada di Madinah, maka ketika telah kembali datang beliau menshalatkan atasnya, padahal sudah berlalu satu bulan dari kematiannya.” (HR. at-Tirmdizi)
Tata Cara Sholatnya
Tata cara sholat ghaib, atau sholat untuk orang yang sudah meninggal, sama dengan tata cara sholat jenazah dalam ajaran Islam, yang membedakan hanya niatnya.
“Dari asy-Sya’bi diriwayatkan, sesungguhnya Rasulullah pernah shalat atas suatu kubur setelah dikubur, lalu beliau takbir empat kali.” (HR. Muslim)
Mengutip dari buku berjudul Tuntunan Praktis Ibadah Sholat oleh M. Chozin Machmud, berikut adalah tata cara sholat ghaib secara lebih rinci:
1. Membaca Niat
Pertama, dalam tata cara sholat ghaib, diawali dengan membaca niat yang berbunyi:
أُصَلِّي عَلَى مَيِّتِ (فُلاَنٍ) اَلْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ اْلكِفَايَةِ إِمَامًا / مَأْمُوْماً لله تَعَالَى.
(Ushallii 'ala mayyiti (fulaan) al-ghaa'ibi arba'a takbiiraatin fardhal kifaayati imaaman/makmuuman lillaahi Ta'alaa) yang artinya:
"Saya berniat mengerjakan sholat untuk mayit (si Fulan, disebut namanya) yang ghaib (tidak ada di tempat ini) dengan empat kali takbir fardhu kifayah, sebagai imam/makmum, karena Allah Ta'ala."
2. Membaca al-Fatihah
Setelah itu, dilanjutkan dengan takbir pertama, di mana dilakukan membaca Surat Al-Fatihah. Surat Al-Fatihah adalah surat pembuka dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 7 ayat, di mana dalam sholat ghaib hanya cukup membacanya satu kali.
Isi dari Surat Al-Fatihah antara lain berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, serta memohon petunjuk kepada Allah untuk menjalani jalan yang lurus.
3. Membaca Sholawat
Selanjutnya, dalam takbir kedua, dilakukan membaca sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sholawat adalah pujian dan doa yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.
Tata cara sholawat dalam sholat ghaib biasanya dilakukan dengan membaca doa yang berbunyi:
اللّـٰهُمَّ صَلَّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
(Allahumma sholli alaa muhammad wa ala aali muhammad, Kamaa shollaita ala ibroohim wa ala aali ibroohim, Wa baarik ala muhammad wa ala aali muhammad, Kamaa baarokta ala ibroohim wa ala aali ibroohim, Innaka hamidun majiid), yang artinya:
"Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia. Dan berilah berkat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi berkat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia."
4. Membaca Doa Mayit
Selanjutnya, dalam takbir ketiga, dilakukan membaca doa untuk mayit yang berbunyi:
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهٗ وَارْحَمْهٗ، وَعَافِهٖ وَاعْفُ عَنْهٗ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهٗ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهٗ، وَاغْسِلْهٗ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهٖ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهٗ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهٖ، وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهٖ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهٖ، وَأَدْخِلْهٗ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهٗ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
(Allahumma ghfir lahu warhamhu, wa'afihu wa'fu 'anhu, wa akrim nuzulahu, wa wasi'a muddakhalahu, wa ghsilhu bilma'i waththalji walbarad, wa naqqihi minal-khataaya kama naqqaitath-thawbal-abyada minad-danasi, wa abdilhu daaran khayran min daarihi, wa ahlan khayran min ahlihi, wa zawjan khayran min zawjihi, wa adkhilhu al-jannata wa a'izhhu min 'adhaabil-qabri wa 'adhaabin-naar), yang artinya:
"Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, berikanlah rahmat kepada mayit ini, berikan kesehatan dan pengampunan kepadanya, muliakanlah tempat kediamannya, luaskanlah tempat masuknya, bersihkanlah dia dengan air, salju, dan embun, sucikanlah dia dari dosa sebagaimana Engkau membersihkan pakaian putih dari kotoran, gantikanlah tempat tinggalnya dengan tempat yang lebih baik dari tempat tinggalnya sebelumnya, dan berikanlah keluarga yang lebih baik daripada keluarganya sebelumnya, dan berikanlah pasangan hidup yang lebih baik daripada pasangan hidupnya sebelumnya, masukkanlah dia ke dalam surga, dan lindungilah dia dari siksa kubur dan siksa neraka."
5. Mengucapkan Salam
Setelah itu, dalam takbir keempat, dilakukan salam dengan mengucapkan:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
(Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh), yang artinya:
“Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah menjadi atas kalian.”
Advertisement