Sukses

Niat Puasa Ganti Ramadhan karena Haid di Hari Senin-Kamis, Sah atau Tidak?

Niat puasa ganti Ramadhan karena haid adalah “Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.”

Liputan6.com, Jakarta - Niat puasa ganti Ramadhan karena haid sebaiknya disegerakan karena ada keutamaan dalam mengganti kewajiban yang tertunda, berharap pahala dan berkat, serta menghormati bulan suci Ramadhan. Bolehkah niat puasa ganti Ramadhan karena haid digabung dengan puasa di hari Senin-Kamis?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai sah atau tidaknya niat puasa ganti Ramadhan karena haid digabung dengan puasa di hari Senin-Kamis.

Terlepas dari perbedaan pendapat ini, niat puasa ganti Ramadhan karena haid sama dengan bacaan niat puasa Ramadhan, yakni “Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.”

Menurut Syeikh Zainuddin Al Malibari, niat puasa ganti Ramadhan karena haid di hari Senin-Kamis sah untuk digabung dan kedua pahalanya bisa didapat. Sementara itu, menurut Wahbah az-Zuhaili, menggabungkan niat hanya bisa dilakukan jika keduanya sunnah.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang niat puasa ganti Ramadhan karena haid di hari Senin-Kamis, Senin (17/4/2023).

2 dari 4 halaman

Sah Dilakukan

Menurut Syeikh Zainuddin Al Malibari dalam kitab Fathul Mu'in, dijelaskan bahwa puasa ganti Ramadhan di hari Senin Kamis (puasa sunnah) sah dilakukan. Bagaimana bacaan niat puasa ganti Ramadhan karena haid di hari Senin Kamis yang dimaksudkan?

Niat puasa ganti Ramadhan karena haid di hari Senin Kamis sama dengan bacaan niat puasa Ramadhan. Syariat ini merujuk pada pendapat dari Syeikh Zainuddin yang menyatakan bahwa:

“… sah berpuasa sunah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama.”

Bacaan niat puasa ganti Ramadhan karena haid di hari Senin Kamis tersebut:

 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta'âlâ.

Artinya: "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT."

 

Pendapat yang membolehkan puasa qadha Ramadhan digabung puasa sunnah seperti niat puasa ganti Ramadhan karena haid di hari Senin Kamis, dikuatkan pula oleh Syeikh Abubakar bin Syatha dalam I'anatuth Thalibin.

Menurutnya, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura' dan hari-hari tanggal purnama.

Atau selain puasa sunnah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa' dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunah mutlak.

3 dari 4 halaman

Tidak Sah

Meski demikian, ada pula pendapat yang tidak setuju dengan menggabung niat puasa ganti Ramadhan karena haid di hari Senin-Kamis. Menurut Wahbah az-Zuhaili menjelaskan dalam kitabnya berjudul Al-Fiqhu al-Islamiyyu wa Adilatuhu, menggabungkan niat ibadah hanya bisa dilakukan jika keduanya sunnah.

Ditegaskan olehnya bahwa Abu Yusuf menjelaskan, jika niat ibadah yang digabung tersebut adalah bersifat fardhu dan satunya sunnah, maka yang sah hanyalah niat ibadah fardhu, sedangkan niat ibadah sunnah tidak sah. Maka dari itu, niat puasa ganti Ramadhan karena haid di hari Senin-Kamis menurut pendapat ini tidak bisa digabung dan hanya sah puasa ganti Ramadhannya saja ketika membaca niat tersebut di atas.

Dalam buku berjudul Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah oleh Nur Solikhin, umat Muslim diberikan waktu yang cukup panjang untuk menjalankan puasa ganti Ramadhan, yaitu mulai dari bulan Syawal hingga Ramadhan berikutnya datang.

4 dari 4 halaman

Baiknya Disegerakan

Beberapa pendapat mengatakan bahwa mengganti puasa Ramadhan karena haid akan lebih utama jika dilakukan segera. Itu artinya qadha puasa tidak ditunda-tunda, utamanya agar para muslimah tidak lupa dengan jumlah puasa yang harus diganti.

“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. al-Mu’minuun ayat 61)

Dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam dinukilkan oleh penulisnya bahwa Imam Abu Hanifah berkata, "Kewajiban meng-qadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang lapang waktunya tanpa ada batasan tertentu, walaupun sudah masuk Ramadhan berikutnya."

Pendapat lain mengatakan ganti puasa Ramadhan karena haid, tidak harus dilakukan secara berurutan berdasarkan dalil dari hadits Daruquthni yang menyatakan bahwa qadha puasa bisa dilakukan terpisah atau berurutan.

"Qadha puasa Ramadhan itu jika ia berkehendak maka boleh melakukannya secara terpisah. Dan, jika ia berkehendak maka ia boleh juga melakukan secara berurutan." (HR. Daruquthni)

Jumlah ganti atau bayar utang puasa Ramadhan harus sesuai dengan jumlah hari yang telah ditinggalkan. Jika seseorang lupa jumlah puasa yang ditinggalkan, maka sebaiknya memilih jumlah yang paling maksimum.

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. al-Baqarah ayat 184)