Liputan6.com, Jakarta - Hari besar umat Islam di Indonesia kerap diwarnai dengan perbedaan waktunya. Terbaru, Hari Raya Idul Fitri 2023 atau 1444 Hijriah.
Di bagian arus utama, sebagian umat Islam yang dimotori oleh Muhammadiyah berlebaran dan sholat Idul Fitri pada Jumat (21/4/2023). Sebagian lainnya mengikuti pemerintah dan Ormas NU yang menetapkan 1 Syawal 1444 H pada Sabtu 22 April 2023.
Advertisement
Baca Juga
Perlu digarisbawahi, perbedaan adalah hal biasa dan merupakan sunatullah. Keduanya memiliki dasar dan metode berbeda sehingga menghasilkan waktu yang berbeda pula. Yakni metode hisab dan rukyah.
Keduanya sah dan tidak ada yang salah. Yang salah adalah umat Islam yang tidak berpuasa dan berlebaran. Atau, lebih keliru lagi, umat Islam yang tidak berpuasa tapi merayakan hari kemenangan.
Terlepas dari perbedaan waktu Idul Fitri tersebut, ada fakta menarik yang dijelaskan oleh Abd. Hakim Abidin, dalam tulisannya di laman keislaman Laduni.id.
Ini adalah tentang hari raya Idul Fitri pada Sabtu 22 April 2023 yang ternyata telah diketahui sejak tahun 1797 Masehi.
Fakta ini sebenarnya tidaklah mengagetkan. Sebab, dalam metode hisab, hari besar tertentu dalam kalender hijriah sudah bisa diketahui sejak ribuan tahun sebelumnya.
Hanya saja, beberapa ulama menyifatinya dengan sematan 'prediktif' dan harus dibuktikan saat hari itu tiba. "Prediksi' yang tercatat dalam sejarah sangat sedikit. Beruntungnya, salah satu yang tercatat adalahwaktu Lebaran 2023 ini. Berikut ulasannya.
Simak Video Pilihan Ini:
Metode Hisab dan Rukyah
Dalam menentukan penetapan awal dan akhir tanggal Hijriyah, terdapat dua metode yang sudah jamak digunakan. Pertama, yakni menggunakan hisab atau penghitungan dengan rumus yang pasti.
Kedua, penentuan dengan menggunakan metode rukyah, atau biasa disebut; melihat tampaknya hilal, bulan muda atau bulan sabit pertama yang bisa teramati sesudah maghrib. Biasanya terjadi perbedaan hasil dari kedua metode ini, tapi juga tidak jarang, seringkali persis sama hasilnya.
Awal bulan Ramadhan tahun ini, 2023/1444 H., terjadi pada hari yang sama, baik menggunakan metode hisab maupun hilal. Namun, saat penentuan akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal terjadi hasil yang berbeda.
Sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama, bahwa keputusan sidang itsbat menetapkan awal bulan Ramadhan jatuh pada tanggal 22 April 2023. Praktis, pada hari Jumat masih harus berpuasa.
Penetapan ini didasari dengan tuntunan agama bahwa apabila rukyah tidak berhasil dilihat, maka keputusan yang harus diambil adalah istikmal bulan Ramadhan, yakni menggenapkan jumlah tanggal bulan Ramadhan sampai 30 hari.
Sementara, untuk sebagian kelompok yang tetap berpedoman dengan keyakinan penetapan metode hisab maka pada hari Jumat, 21 April 2023, adalah awal bulan Syawal, dan karena itu sudah bisa berlebaran Hari Raya Idul Fitri.
Terkait hal ini, Pemerintah memberikan toleransi kepada sebagian kelompok Islam yang berbeda dalam menetapan Hari Raya Idul Fitri. Masyarakan dihimbau agar selalu menjaga suasan lebaran tetap kondusif dan berlangsung dengan penuh khidmat.
Advertisement
Kitab At-Taufiqat Al-Ilahiyah fi Muqaranatit Tawarikh Al-Hijriyah bis Sinin Al-Ifrinkiyah wal Qibthiyah
Terlepas dari perbedaan penetapan awal bulan Syawal ini, terdapat satu kitab yang sangat menarik dan perlu untuk ditelaah. Kitab ini merupakan catatan sejarah sekaligus “prediksi” penetapan tanggal Hijriyah dan ketepatannya dengan penanggalan Masehi dan Mesir.
Kitab tersebut adalah “At-Taufiqat Al-Ilahiyah fi Muqaranatit Tawarikh Al-Hijriyah bis Sinin Al-Ifrinkiyah wal Qibthiyah”. Kitab ini ditulis oleh Ahmad Mukhtar Pasha (w. 1315 H./1797 M.), seorang ilmuan, ahli astronomi, politikus dan sekaligus seorang komandan jenderal saat kekuasan pemerintahan Turki Utsmani.
Dalam kitab ini peristiwa-peristiwa penting umat Islam dicatat sesuai dengan tanggal terjadinya. Dimulai dengan awal bulan Hijriyah yang pertama kali ditetapkan sebagai Tahun Hijriyah, yakni saat dimulainya hijrah Nabi Muhammad. Penetapan ini telah ditentukan dan disepakati oleh umat Islam, yang sebelumnya digagas oleh Umar bin Khattab.
Dalam kitab ini pencatatan tanggal dibuat tabel. Menjajarkan bulan Hijriyah, Masehi dan Qhibtiyah (Mesir), dan mencatat peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, namun tentu peristiwa yang dicatat adalah sebatas semasa penulis masih hidup dan saat penulisan kitab sedang digarap. Selebihnya penulis hanya mensejajarkan macam-macam penanggalan tersebut.
Kitab ini ditulis dengan motivasi agar peradaban Islam tidak hilang ditelan zaman seiring dengan kesepakatan dunia yang menjadikan penanggalan Masehi sebagai pedoman utama dunia Internasional. Tetapi, alasan menarik ini justru ditulis oleh Muhaqqiq kitab ini, seorang pemikir Islam kontemporer, Dr. Muhammad ‘Imarah, Mesir.
Akurasi Metode Hisab
Siapa sangka ternyata jika dilihat dalam tabel kitab ini, pada tahun 1444 H., kita akan menemukan data yang menarik bahwa awal bulan Ramadhan di tahun ini 1444 H./2023 M adalah bertepatan pada hari Kamis, 23 Maret 2023, dan awal bulan Syawal bertepatan pada hari Sabtu, 22 April 2023. Sebagaimana, demikian pula hasil keputusan sidang itsbat Pemerintah Indonesia.
Jadi apakah suatu kebetulan ataukah akurasi metode hisab penulis kitab yang lebih canggih? Atau apakah justru pemerintah Indonesia yang menetapkan awal bulan Syawal 1444 H, dalam sidang itsbat Nasional adalah keputusan yang sudah tepat dan benar-benar akurat.
Pada prinsipnya semua metode yang digunakan dalam penetapan penanggalan ini adalah merupakan ijtihad yang bisa dipertanggungjawabkan masing-masing.
* Lihat dalam kitab hal. 1535, dalam terbitan Al-Muassasah Al-Arabiyah Lid Dirasat wan Nasyr, cetakan pertama, Tahun 1400 H./1980 M. Semoga Bermanfaat. (Sumber: laduni.id)
Tim Rembulan
Advertisement