Liputan6.com, Jakarta - Dua organisasi Islam besar di Indonesia melaksanakan Lebaran Idul Fitri 1444 H di hari yang berbeda. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menetapkan hari Lebaran pada 22 April 2023. Penetapan ini senada dengan hasil keputusan sidang isbat yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia pada Kamis (20/4/2023).
Sementara, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan Hari Raya Idul Fitri pada 21 April 2023. Penetapan ini jauh sebelum Kemenag menggelar sidang isbat penentuan tanggal 1 Syawal 1444 H.
Perbedaan NU dengan Muhammadiyah dalam penetapan awal bulan kalender Hijriah tidak terlepas dari metode yang digunakan. NUÂ menggunakan metode rukyatul hilal, sedangkan Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki wujudul hilal.
Advertisement
Baca Juga
Perbedaan NU dengan Muhammadiyah dalam penetapan awal bulan Hijriah khususnya pada Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah sudah tidak asing lagi terjadi. Perbedaan ini kerap terjadi setiap tahunnya dan sejatinya tak perlu lagi menjadi persoalan.Â
Di balik perbedaan terdapat hikmah yang dipetik, di antaranya mengajarkan agar sesama umat Islam saling menghargai dan menghormati setiap pendapat dan keputusan.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
NU dan Muhammadiyah Diminta Idul Fitri Bersama
Soal perbedaan ini ada kisah menarik. Jusuf Kalla ketika menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia pernah meminta agar NU dan Muhammadiyah melaksanakan Lebaran Idul Fitri di hari yang sama.
Kala itu, Jusuf Kalla memanggil Kiai Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU 1999-2010) dan Prof Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015) untuk 'mengkompromikan' Idul Fitri yang ketika itu lagi-lagi berbeda antara NU dan Muhammadiyah.
"Ini gimana NU dan Muhammadiyah, masa ndak bisa jadi satu hari rayanya? Repot masyarakat kalau begini," kata Jusuf Kalla kepada Kiai Hasyim, dikutip dari NU Online, Rabu (26/4/2023).
"Caranya bagaimana, Pak?" tanya Kiai Hasyim pada Jusuf Kalla.Â
"Ya kompromilah," tegas Jusuf Kalla.Â
"Bagaimana kalau Muhammadiyah turun satu derajat, NU-nya naik satu derajat," lanjut Jusuf Kalla.
Kemudian Kiai Hasyim menjawab bahwa hal itu tidak bisa dilakukan, sebab yang bisa dilakukan adalah pengertian kepada seluruh umat Islam bahwa perbedaan itu terbuka dan memang ada.Â
"Ini tidak mengada-ada karena shalatnya sama, (hanya) tanggalnya yang tidak sama," kata Kiai Hasyim.
Advertisement