Liputan6.com, Virginia - Di penghujung Ramadan atau jelang Idul Fitri menjadi berkah tersendiri bagi dua diaspora Indonesia di Amerika Serikat ini. Novia Rahmi dan Amanda Crough.
Nastar, Kastengel, Putri Salju, dan Lidah Kucing, sebagian kue-kue kering khas Lebaran yang ditawarkan oleh ‘Dapur Cinta’ usaha katering milik diaspora Indonesia, Novia Rahmi yang tinggal di Arlington, Virginia, Amerika Serikat itu jadi favorit, kerap jadi buruan warga Indonesia dari berbagai penjuru Amerika.
Baca Juga
Ikatan erat dalam keluarga dan tradisi masak memasak di rumah saat besar dan tinggal di Bangka dulu menjadi inspirasi terbesar bagi Novia untuk menciptakan hal yang sama dalam keluarga kecilnya, dan meninggalkan profesinya sebagai pramugari yang sudah ia tekuni selama 18 tahun.
Advertisement
“Saya mencoba bring that tradition to my small family jadi berusaha untuk menciptakan memori untuk anak-anak saya yang ‘oke kita bikin ini,kita bikin ini, kita bikin ini.’ Setelah ke kue Lebaran merambahlah ke makanan yang lain, salah satunya pempek," kata Novia Rahmi saat ditemui VOA belum lama ini yang dikutip Kamis (27/4/2023).
Bermula dari sekadar berbagi dengan teman-teman di Madrasah tempat kedua anaknya belajar agama Islam, Novia pun lalu mulai menerima pesanan saat memasuki bulan Ramadan tahun lalu.
“Ternyata momennya pas gitu. Ternyata last minute aku dikejar-kejar sama ibu madrasah dan (katanya) ‘iya enak nih, bisalah maksudnya masuk ke pasar kita, pasar Maryland, DC, dan sekitarnya'," ujar perempuan yang hijrah ke Amerika bulan Oktober 2019 lalu.
Ia sendiri tak menyangka jika pada akhirnya, dengan “modal nekad,” akan terjun ke dunia kuliner di AS dan membuka ‘Dapur Cinta,’ nama yang ia pilih berdasarkan panggilan sayang antara dirinya dan suami.
"Kalau dulu masa mudanya ya kayaknya masuk dapur cuman buat ngambil makanan sama minum," kenang Novia sambil tertawa.
Bagi Novia, "Dapur Cinta" ini bagaikan sebuah hobi yang diterima dan mendapat apresiasi dari teman dan komunitasnya. Ia pun senang bisa melakukannya.
Kebanjiran Pesanan Lebaran
Mengingat semuanya dikerjakan serba sendiri, untuk tahun ini Novia membatasi hingga 150 pesanan saja untuk kue-kue kering dengan harga sekitar 18 hingga 20 dolar per 500 gram atau setara dengan 270 hingga 300 ribu rupiah, ditambah juga dengan pesanan kue istimewa, seperti lapis legit khas Bangka.
“Itu khas banget lapis legit, jadi hampir mirip sama Palembang atau yang lainnya. Cuman kalau Bangka itu dia lebih manis dan lebih moist, dan lebih basah. Pokoknya kalau udah makan tuh udah (seperti) ‘aduh, udah enggak usah banyak-banyak, sepotong saja,’” katanya.
Menurut pelanggan "Dapur Cinta," Dewi Harahap, yang tinggal di negara bagian Virginia, kue-kue “Dapur Cinta” memiliki rasa khas Tanah Air dan juga keunikan tersendiri.
"T-O-P B-G-T kayak rasa kita gitu, enggak setengah-setengah, kadang-kadang tuh kan masalahnya kalau kita belanja di (Amerika) makanan kita, tapi kayak kurang ya, karena selalu ngebandingin sama rasanya yang di Indonesia," ujar Dewi kepada VOA.
Dengan harga bahan baku yang melonjak dari tahun lalu, Novia terpaksa menaikkan harga, yang menjadi tantangan tersendiri ketika menjelaskan kepada para pelanggan tetapnya.
“Kita sebagai yang menyediakan menjual juga kayak enggak enak kayak mau naikin. Tapi dengan kondisi pasar yang semua kayak tiga kali empat kali lipat naik kan. Saya malah beberapa butter-nya, saya bawa dari Indonesia untuk menekan cost itu," ujar ibu dua anak ini.
Advertisement
Resep Turunan Ibu
Sama halnya dengan Novia, tahun ini diaspora Indonesia, Amanda Crough, yang tinggal di Downey, California, Amerika Serikat, juga kebanjiran pesanan kue-kue khas lebaran yang meningkat jumlahnya hingga 3 kali lipat.
Terinspirasi oleh sang ibu yang gemar membuat kue, Amanda pun mempelajari resep-resep yang diturunkan sambil mencari tambahan inspirasi sendiri, hingga akhirnya memutuskan untuk serius menekuni dunia kue sejak Oktober tahun lalu.
“Beberapa teman saya request malah, ‘Manda coba kamu bikin kue ‘jadul’ (red.jaman dulu) dong,’ katanya, ‘ini susah kita di Amerika kangen kue jadul.’ Susah katanya carinya. Akhirnya saya beraniin dirilah kue Indonesia kue jadul, jadi rata-rata customer saya ini ibu-ibu terus kebanyakan juga udah umur-umur sudah senior malah, kayak 50 ke atas," cerita Amanda Crough kepada VOA.
Kue Unik 'Ja-dul'
Selain menjual kue-kue kering yang biasa mewarnai hari-hari besar, termasuk Idul Fitri, lewat katering yang ia beri nama “Kue Oma,” Amanda juga menjual berbagai kue-kue kreasinya, seperti kue klepon kering.
“Sebenarnya waktu itu ada yang pesan klepon. Minta dikirim keluar California gitu. Cuman aku enggak berani kan, takutnya rusak, karena kelapa dan sebagainya," cerita Amanda.
"Akhirnya aku bilang gimana ya caranya supaya bisa orang nikmatin klepon tapi enggak takut cepat basi. Akhirnya saya utak-atik resep berapa hari, akhirnya jadilah itu klepon kukis," tambahnya.
Untuk bisa menciptakan rasa klepon pada kue kering kreasinya, Amanda menggunakan taburan kelapa manis yang kering dan gula Jawa asli Indonesia untuk isian kue kering beraroma pandan.
Kreasi kue kering lainnya yang juga ditawarkan oleh Amanda antara lain nastar wafer, nastar susu, dan semprit wijen hitam.
Salah satu kue keringnya yang juga tidak kalah unik adalah sultana yang berisi selai campuran buah prune dan kismis, yang berhasil mendatangkan nostalgia.
“Katanya itu kue ‘ja-dul.’ Rata-rata yang beli memang customer aku udah senior, jadi ‘oh, ini kue jadul, aku masih kecil,’ katanya. Akhirnya aku makin semangat tuh kalau udah customer ngomong begitu aku cari lagi kue-kue ja-dul yang memang udah jarang ditemui. Apalagi kan di Amerika, ya. Ya, jadi aku lebih senang bikin kue-kue jadul sebenarnya," ujar Amanda.
Beragam “Kue Oma” yang sudah pernah dikirim ke berbagai negara bagian termasuk Hawaii ini mencapai harga sekitar 28 sampai 30 dolar per boks atau setara dengan 400 hingga 450 ribu rupiah.
Amanda juga menerima pesanan kue lapis Surabaya dan lapis legit yang dihargai sekitar 55 hingga 85 dolar, atau setara dengan 800 sampai 1,2 juta rupiah. Walau tak pernah terpikir oleh Amanda untuk menekuni dunia kue, ia pun merasa senang bisa melakoninya.
“Saya happy jalaninnya. Orang juga senang. Yang paling bikin saya senang kalau orang sudah bilang ‘aduh homesick saya terobati’ atau ‘kuenya mengingatkan saya (pada) Almarhumah ibu saya dulu bikin seperti ini.’ Itu selalu bikin saya lebih happy daripada (menerima) payment-nya," tambahnya.
Sama halnya seperti Amanda, sesuai dengan nama “Dapur Cinta,” rasa cinta yang mendalam pun Novia Rahmi tumpahkan ke dalam setiap langkah pembuatan kuenya.
“Jadi saya mencintai apa yang saya lakuin. Walaupun itu cuman kayak very simple, tapi bikinnya itu benar-benar kayak, ‘aduh, dinikmati.’ Dan saya senang banget preparation-nya itu dan segala macam persiapannya gitu," ujar Novia.
Apreasi yang datang dari para pelanggan membuatnya lebih semangat. Tidak hanya itu, ia pun menjadi lebih terdorong untuk bisa berkreasi lagi dan menuangkan kecintaannya lewat kue dan makanan yang istimewa.
Advertisement