Liputan6.com, Jakarta - Ponpes Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat kembali menuai kontroversi usai tersebarnya tata cara sholat Idul Fitri di mana pengaturan shafnya tak sesuai syariat. Tampak dalam video, jamaah laki-laki dan perempuan campur dalam shaf yang sama.
Ternyata, kontroversi Ponpes Al Zaytun ini bukan kali pertama terjadi. Lebih dari 20 tahun lampau, ponpes ini juga pernah menimbulkan polemik sehingga MUI menurunkan tim penelitinya.
Pada 2002 lalu, tim peneliti Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan riset terkait Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun atau Ma’had Al-Zaytun (MAZ), Indramayu Jawa Barat.
Advertisement
Anggota Komisi Fatwa MUI, Aminuddin Yakub menyampaikan MUI pernah membentuk tim untuk meneliti adanya gerakan NII KW IX yang dikaitkan dengan MAZ. Dari penelitian tersebut dikaji tiga hal.
“Kami mengkaji tiga aspek yaitu, profil NII KW IX dan ajaran di dalamnya, profil MAZ dan kegiatan kurikulum yang diajarkan, serta menggali kemungkinan adanya hubungan antara NII KW IX dengan MAZ,” kata Aminuddin, yang juga merupakan sekretaris tim peneliti MUI dalam kajian tersebut, dikutip dari laman mui.or.id, Minggu (30/4/2023).
Baca Juga
Dari keterangan yang dihimpun MUIDigital, Jumat (28/4/2023), penelitian di atas menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, NII KW IX adalah salah satu gerakan sempalan dari gerakan NII yang dipimpin oleh Panji Gumilang alias Abdul Salam alias Prawoto.
Terdapat penyimpangan ajaran dari syariat Islam di dalam NII KW IX di antaranya dosa jamaah bisa ditebus dengan uang, keharusan untuk mendahulukan ajaran NII dibandingkan dengan shalat, dan ajaran terkait hijrah.Kedua, kajian yang dilakukan terhadap MAZ menghasilkan belum ditemukan adanya penyimpangan dalam kurikulum yang diajarkan.
Kendati demikian, tim peneliti mendapatkan laporan bahwa terdapat hidden kurikulum. Selain itu, informasi lain yang didapat adalah adanya perbedaan antara santri orang dalam dan santri orang luar.
Dalam artian ini, ada santri yang direkrut dari NII KW IX atau para tokohnya langsung. Ada juga santri yang direkrut secara umum dan terbuka.
“Terhadap hal ini kami belum mendapatkan bukti empirik, sebab sifatnya hidden dan konfidensial. Kami juga belum mendapatkan bukti terdapat penyimpangan dalam kurikulum yang diajarkan di MAZ,” kata Aminuddin.
Simak Video Pilihan Ini:
Dugaan Penyimpangan
Ketiga, terdapat hubungan signifikan antara gerakan NII KW IX dengan MAZ di luar kegiatan pesantren. Hubungan tersebut setidaknya pada tiga aspek berikut:
- Aspek kepemimpinan. Indikasi adanya kaitan antara keduanya sebab pemimpin MAZ, guru-guru, maupun karyawan di dalamnya terlibat dalam gerakan NII KW IX. Mereka ada yang menjabat sebagai pemimpin dan anggota di NII KW IX
- Hubungan aliran dana. Hasil penelitian mengungkap terdapat aliran dana yang cukup signifikan dari gerakan NII KW IX kepada MAZ yang dihimpun dari dana hijrah, baiat, penebusan dosa, beserta sumber dana lainnya
- Hubungan antara NII KW IX dengan kelahiran MAZ secara historis tidak bisa dilepaskan dan merupakan satu bagian di dalamnya
“Demikian kesimpulan dari penelitian yang kami lakukan selama beberapa bulan yang dilakukan secara intens baik di dalam ataupun di luar MAZ,” bebernya.
Terkait pelaksanaan shalat Idul Fitri di MAZ yang viral beberapa waktu lalu, Aminuddin menyampaikan apa yang dipraktikkan MAZ telah menyimpang dari syariat Islam, khususnya hadits Nabi Muhammad SAW terkait tata cara shalat jamaah.
“Menurut saya MUI perlu memberikan pembinaan dan penjelasan kepada masyarakat atas kekeliruan tata cara shalat berjamaah yang dilakukan di MAZ belakangan ini. Diharapkan pembinaan tersebut adalah agar MAZ tidak mengulangi hal yang serupa lagi,” ujar dia. (Sumber: mui.or.id)
Tim Rembulan
Advertisement