Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini muncul keraguan terhadap nasab habib atau dzurriyah (keturunan) Nabi Muhammad SAW di Indonesia. Ada pihak yang menyatakan bahwa nasab para habib Ba Alawi Yaman terputus kepada Rasulullah SAW. Hal tersebut pun menjadi persoalan yang ditanyakan seorang jemaah Al Bahjah kepada KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya.
“Saya hamba Allah izin bertanya. Saya mau menanyakan satu fenomena yang ramai diperbincangkan, yaitu pengingkaran terhadap nasab dzurriyah nabi SAW di Indonesia. Bagaimana kita menyikapi hal ini Buya?” tanya dia dikutip dari YouTube Buya Yahya, Minggu (30/4/2023).
Menjawab pertanyaan tersebut, Buya Yahya menjelaskan bahwa dzurriyah nabi adalah nasab agung, karena nasabnya tersambung kepada Nabi Muhammad SAW melalui Sayyidah Fatimah Az-Zahra. Sebagai umat Nabi Muhammad SAW ada kewajiban-kewajiban kepada dzurriyahnya, di antaranya memberikan perhatian, penghargaan, dan rasa cinta.
Advertisement
Baca Juga
“Ini yang harus kita pahami. Jangan sampai terlintas sedikit di hati kita kebencian kepada ahli bait Rasulillah, karena itu cucu baginda nabi SAW,” kata Buya Yahya.
Meskipun di antara para keturunan Rasulullah SAW ini ada yang memiliki perilaku tidak baik, seharusnya bukan semakin membencinya, melainkan semakin sayang dan berusaha untuk membawanya pada kebenaran.
“Kadang ada reaksi-reaksi dari sebagian orang yang mungkin memang tidak mendapatkan nasib mencintai ahli bait (keturunan nabi). Kapan melihat ada keluarga atau keturunan nabi melakukan kesalahan, yang ada semacam kegembiraan karena dzurriyah nabi seperti itu. Naudzubillah dan itu bukan Anda semuanya. Semoga Anda adalah orang yang cinta sesungguhnya pada dzurriyah Nabi SAW,” imbuh pengasuh LPD Al Bahjah Cirebon ini.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Bicara Nasab Harus dengan Ilmu
Buya Yahya menuturkan, bicara soal nasab harus dengan ilmu. Tidak susah sebenarnya dalam menisbatkan nasab, bisa merujuk pada sabda Rasulullah SAW berikut.
"Barangsiapa yang mengaku-ngaku, menisbatkan kepada selain ayahnya, dan dia kalau tahu bukan bapaknya, bukan nasabnya, maka surga haram bagi dia," demikian terjemahan sabda nabi yang disampaikan Buya Yahya.
Untuk memahami nasab dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, kalau itu bukan keturunannya, bukan ayahnya, maka jangan katakan itu ayahnya. Kedua, kalau selama ini itu adalah ayahnya dan benar keturunanya, maka tidak boleh mengingkari.
“Maka, selama ini orang yang kami ketahui yang punya nasab kepada ahli bait Nabi Muhammad SAW, mereka mengetahui seperti itu dari orang-orang sebelumnya. Maka orang seperti itu juga tidak boleh mengingkari nasabnya, karena memang selama ini yang mereka ketahui adalah nasab dari ayahnya, seterusnya sampai baginda nabi,” jelas Buya Yahya.
“Jadi, memahami hadis tersebut jangan salah. Sisi lain, Anda kalau tidak punya nasab kepada baginda nabi jangan mengatakan (keturunan nabi). Tapi kalau selama ini Anda mendengar dari orangtua Anda, paman Anda, Anda punya nasab (kepada Nabi Muhammad SAW), tidak boleh menafikan nasab itu,” tambah ulama kharismatik ini.
Buya Yahya meminta umat Islam paham akan hal ini. Jangan sampai akhirnya zalim karena menolak nasab orang lain, apalagi nasabnya bersambung sampai Rasulullah SAW.
“Ayo siapapun dari kita, jangan mudah mengatakan, memutus, atau menafikan nasab seseorang, tidak hanya dzurriyah nabi saja, nasab seseorang,” pesan Buya Yahya.
Advertisement
Dzurriyah Nabi di Indonesia Tercatat
Buya Yahya mengaku sedih ketika mendengar ada pengingkaran-pengingkaran soal nasab habib di Indonesia. Menurutnya, dzurriyah nabi yang ada di Indonesia sangat menjaga nasab.
“Untuk menentukan nasab sederhana dalam bab fiqih. Bagaimana menentukan nasab? Nasab itu adalah dengan ikrar. Kalau orang mengaku ini adalah abahku dan ini adalah ayahku dan tidak diingkari oleh akal misalnya umur sama, kita tidak boleh mengingkari. Kita menuduh orang lain bukan sambung nasab sementara mereka mengatakan sambung nasab kita (seperti) menuduh berzina. Hati-hati,” kata Buya Yahya.
Selagi satu keluarga sudah mengatakan mereka mempunyai nasab, maka Anda percayakan. Karena keluarga itu yang menjaga, bukan orang lain yang menjaganya.
“Kecuali dengan dalil seyakin-yakinnya bahwa itu dusta. Contoh, umurnya lebih kecil kok jadi bapaknya. Atau misalnya, ini itu sudah masyhur bahwa anaknya ini kok tiba-tiba ada yang ngaku anaknya Fulan,” Buya Yahya mencontohkan.
Bagi yang masih mempermasalahkan nasab habib atau dzurriyah nabi di Indonesia, Buya Yahya mengimbau bahwa ini masalah berat sekali, khawatir malah tidak diterima oleh Rasulullah SAW. Ia berpesan jika ingin berdiskusi baiknya secara langsung, bukan di media sosial.
Sebab, kata Buya Yahya, dengan adanya tuduhan terputusnya nasab dzurriyah nabi di Indonesia bisa berdampak pada hilangnya kepercayaan seseorang kepada ahli bait Rasulullah SAW. Secara tidak langsung itu telah merugikan umat.
“Yang ingin membatalkan nasab harus punya hujjah, dan hujjah ini harus lebih kuat dari yang menetapkan nasab. Kalau tidak, dia disalahkan,” ujarnya.
Buya Yahya menegaskan bahwa nasab ahli bait Rasulullah SAW di Indonesia sudah sangat jelas. Tidak perlu lagi membahas persoalan ini. Jangan sampai akhirnya membuat keraguan umat.
“Kami sampaikan kepada Anda. Wahai umat, kepercayaan selama ini ada pada hati Anda tetap pegang bahwasanya para dzurriyah nabi yang ada di Indonesia yang selama ini anda dengar adalah nasabnya benar. Jangan Anda mau mendengar suara-suara yang mengatakan bahwasanya itu adalah tidak benar, Anda akan rugi pada akhirnya,” ucap Buya.
“Saya katakan dzurriyah nabi di Indonesia tercatat. Bahkan kami seru kepada pengurus yang mengurusi dzurriyah nabi, tolong jangan nunggu saja. Perlu kita cari banyak dzurriyah-dzurriyah nabi yang tidak tercatat perlu dicatat. Dan memang bukan untuk sombong sombongan, agar tahu nasabnya,” katanya.