Sukses

Ingin Diakui Sebagai Nabi, Nyawa Mustofa Berakhir di Kantor MUI

Polda Metro Jaya menyebutkan motif sementara tersangka M (60) melakukan penembakan di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jakarta Pusat adalah karena ingin diakui sebagai wakil nabi

Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya menyebutkan motif sementara tersangka M (60) melakukan penembakan di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jakarta Pusat adalah karena ingin diakui sebagai wakil nabi.

"Kita berkoordinasi dengan Polda Lampung dan kita lihat sejarahnya dari tersangka ini, memang dari alat bukti yang ada tulisan-tulisan, yang pertama motif sementara bahwa yang bersangkutan ini ingin mendapat pengakuan sebagai wakil nabi," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi saat konferensi pers di Polsek Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, dikutip Antara.

Hengki menyebutkan di dalam surat tersebut, tersangka menulis mengenai tentang hadis di akhir zaman tentang wakil Tuhan.

"Salah satunya tertulis yang berdasarkan hadits di akhir zaman ada 73 golongan dalam Islam dan hanya satu golongan yang diakui dan itu adalah saya sebagai wakil Tuhan, " katanya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 4 halaman

Niat Jahat Sejak 2018

Kemudian alasan kedua, menurut Hengki, ada niat jahat dari tersangka dimulai sejak 2018.

"Dari surat itu menyatakan, apabila dia tidak diakui (sebagai wakil nabi) maka akan lakukan tindakan kekerasan terhadap pejabat-pejabat negeri dan juga MUI dengan mencari senjata api berdasarkan surat-surat itu," katanya.

Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat menerima surat dari seseorang bernama Mustofa yang berasal dari Lampung sebelum insiden penembakan di kantor MUI pada Selasa siang.

"Surat terakhir yang kita terima sudah dari 2022, intinya ada seseorang bernama Mustofa dari Lampung, meminta ketua MUI yang merepresentasikan pewaris nabi untuk mempersatukan umat," kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh saat ditemui di Kantor MUI Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.

Ni'am juga belum yakin apakah sosok bersangkutan yang melakukan penembakan di kantor MUI adalah benar Mustofa.

Dia juga mengatakan, surat tertulis yang beredar di media sosial juga belum terverifikasi benar atau tidaknya karena MUI belum mengenali pelaku.

3 dari 4 halaman

Periksa Istri Pelaku

Anggota kepolisian Polres Pesawaran, Polda Lampung memasang garis polisi atau police line terhadap rumah milik pelaku penembakan yang terjadi di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Jakarta.

"Kami sudah mendatangi rumahnya. Sambil menunggu penyidik dari Polda Metro Jaya, rumah pelaku kami 'police line'," kata Kapolres Pesawaran, AKBP Pratomo Widodo di Pesawaran, Selasa malam.

Dia melanjutkan selain memasang garis polisi, pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang terdiri dari istri pelaku.

Pemeriksaan terhadap saksi-saksi dilakukan di Polsek Kedondong, Pesawaran, Lampung.

"Masih kami periksa saksi-saksi termasuk istri pelaku. Hingga malam ini, anggota masih berjaga di rumah pelaku," katanya.

Sebelumnya, terjadi penembakan di Kantor MUI, Jakarta Pusat. Pelaku penembakan diketahui berinisial M berusia 60 tahun.

Penyidik kepolisian menemukan barang bukti berupa sepucuk pistol. Sedangkan pelaku penembakan dipastikan telah meninggal dunia.

 

4 dari 4 halaman

Berkaitan dengan Kelompok Radikal?

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung meminta pihak kepolisian profesional dalam mengungkap motif pelaku penembakan agar tidak menyudutkan salah satu agama tertentu.

"Tentu polisi tidak boleh sembrono dalam kejadian ini, dan mohon bisa diungkap secara profesional agar tidak menyudutkan salah satu agama," kata Ketua MUI Lampung Prof Moh Mukri.

Oleh karena itu, kata dia lagi, kejadian penembakan ini perlu dengan saksama dalam melihatnya serta mendalaminya, apakah pelaku ada kaitannya dengan kelompok-kelompok yang pernah ditangkap oleh Densus 88 Antiteror Polri di Lampung beberapa waktu lalu atau tidak.

"Sebab tidak mesti dia beragama Islam dicap dengan label teroris. Karena paham radikal ini pun ada di agama mana pun di dunia ini," kata dia pula.

Menurutnya, hal tersebut bukanlah bentuk pembelaan terhadap salah satu agama tertentu, namun memang dalam kasus ini pihak kepolisian harus bekerja secara profesional dan tuntas agar tidak terjadi politisasi atas peristiwa ini.

"Bukan kita mau membela bukan, yang penting polisi profesional dan tidak dipolitisasi itu saja cukup, ini agar tidak ada saling menyudutkan salah satu agama," kata mantan Rektor UIN Lampung itu lagi.

Tim Rembulan