Sukses

Puasa Sunnah 6 Hari di Bulan Syawal, Harus Berurutan atau Boleh Selang-seling?

Salah satu ibadah yang populer pada bulan Syawal adalah puasa sunah Syawal atau puasa Syawal. Hal ini juga sesuai dengan hadis

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu ibadah yang populer pada bulan Syawal adalah puasa sunnah Syawal atau puasa Syawal.

Saking populernya, masyarakat memiliki istilah tersendiri. Contohnya masyarakat di Jawa Tengah yang menyebutnya sebagai 'nyawal', yang berarti puasa di Bulan Syawal.

Sebagian umat Islam langsung melakukan puasa enam hari Syawal pada hari kedua Syawal hingga hari ketujuh Syawal, atau persis setelah Idul Fitri.

Tentu ini dilakukan oleh orang yang tak memiliki utang puasa. Alasan utamanya adalah tidak mau menunda-nunda amalan yang baik ini.

Namun begitu ada pula yang melakukannya di sepanjang bulan Syawal. Dimulai pada awal bulan, diteruskan di tengah dan diselesaikan atau menunggu hingga akhir bulan.

Lantas, bagaimana sebenarnya aturan puasa sunnah di Syawal, apakah harus dilakukan secara berurutan enam haru atau bisa berselang-seling?

 

Simak Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Hukum Puasa Syawal Ulama Mazhab

Mengutip mui.or.id, anjuran melakukan puasa sunah selama enam hari di Syawal setelah melakukan ibadah puasa Ramadhan bersumber dari hadis berikut,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِننْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Sungguh Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian diiringi dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR Muslim no 1164)

Imam al-Nawawi (w 676 H) dalam kitabnya al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj menjelaskan bahwa hadits di atas menjadi dalil yang jelas bagi Madzhab al-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan ulama yang mensepakati mereka mengenai kesunnahan puasa enam hari di bulan Syawal.

Berbeda dengan Imam Malik dan Abu Hanifah yang memandang puasa enam hari Syawal hukumnya makruh karena menurut kedua Imam ini, puasa tersebut tidak pernah dicontohkan ulama generasi sebelumnya.

Perbedaan di antara ulama seperti ini merupakan hal biasa. Masyarakat tidak perlu bingung memilih yang mana, karena semuanya benar berdasarkan argumentasi masing-masing. Kita hanya tinggal saling menghargai saja bila berbeda dengan orang lain atau kelompok lain.

Kemudian al-Nawawi menjelaskan alasan mengapa puasa sunnah enam hari setelah Syawal diberi pahala setara dengan puasa satu tahun.

Menurut al-Nawawi, hal itu karena satu pahala kebaikan dibalas sepuluh kali lipat. Puasa satu bulan penuh berjumlah 30 hari ditambah enam hari puasa sunnah kemudian dikali 10, jumlahnya persis 360, sesuai hitungan hari selama satu tahun penuh. (Lihat al-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj, juz 8, hlm. 56).

3 dari 3 halaman

Dilakukan Berurutan atau Boleh Selang-seling?

Pertanyaannya kemudian apakah puasa Syawal harus dilaksanakan secara berurutan di awal bulan, atau kita boleh melaksanakannya secara acak dan apakah boleh pelaksanaannya di akhir bulan?Jawaban atas pertanyaan ini juga telah dibahas oleh Imam al-Nawawi dalam karyanya yang lain, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, di mana al-Nawawi berpendapat:

قَالَ أَصْحَابُنَا يُسْتَحَبُّ صَوْمُ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ لِهَذَا الْحَدِيثِ قَالُوا وَيُسْتَحَبّبُّ ان يصومها متتابعة فِي أَوَّلِ شَوَّالٍ فَإِنْ فَرَّقَهَا أَوْ أَخَّرَهَا عن أول شَوَّالٍ جَازَ وَكَانَ فَاعِلًا لِأَصْلِ هَذِهِ السُّنَّةِ لِعُمُومِ الْحَدِيثِ وَإِطْلَاقِهِ وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيهِ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ وداود

Pengikut madzhab al-Syafi’i (yang merupakan sahabatku dalam permasalahan fikih) memandang sunnah hukumnya berpuasa enam hari di bulan Syawal karena hadits di atas. Mereka juga berpendapat kesunnahan tersebut baiknya dilaksanakan secara berurutan di awal Syawal.Bila ada orang yang memilih melaksanakannya secara acak atau memilih berpuasa di akhir bulan Syawal, maka itu boleh-boleh saja, dan orang tersebut dianggap mengamalkan inti sunnah Nabi karena mengacu pada hadits yang umum, tidak spesifik (di mana Nabi tidak menjelaskan enam hari tersebut apakah harus berurutan atau tidak, juga tidak menjelaskan apakah harus di awal atau di akhir). (Lihat al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, juz 6, hlm 379)

Kesimpulannya hukum melaksanakan puasa enam hari pada Syawal diperdebatkan oleh ulama. Imam al-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan lainnya memandang bahwa puasa tersebut sunnah, dianjurkan untuk dilaksanakan. Sementara Imam Malik dan Abu Hanifah justru memandang makruh, tidak dianjurkan untuk dilaksanakan.

Bagi yang mengikuti madzhab Imam al-Syafi’i dan ulama yang sepakat dengannya dengan melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal, boleh-boleh saja melakukan puasa secara berurutan atau acak, boleh di awal atau di akhir bulan.

Tetapi yang utama adalah melaksanakan puasa selama enam hari Syawal secara berurutan di awal bulan. Wallahu A’lam.

Tim Rembulan