Liputan6.com, Jakarta - Dendam kesumat kafir Quraisy yang kehilangan banyak tokoh dan anggota pasukan pada perang Badar berujung pada pecahnya perang Uhud. Pada perang Uhud, banyak pasukan muslim yang jadi korban, termasuk paman Nabi Muhammad SAW, 'Singa Allah' Hamzah RA.
Kekalahan dalam perang Uhud banyak dipangaruhi oleh pasukan pemanah yang tidak disiplin menjaga wilayahnya. Alhasil, saat mereka berebut ghanimah (harta rampasan) yang ditinggalkanpasukan koalisi, tiba-tiba pasukan berkuda menyerang dari sisi bukit yang tidak terjaga.
Pada perang Uhud, Rasulullah SAW juga menderita luka serius. Dengan sisa-sisa kekuatan yang tersisa dan keteguhan hati, akhirnya pasukan gabungan Quraisy, Yahudi dan sejumlah kabilah lain mundur.
Advertisement
Baca Juga
Akan tetapi, Nabi Muhammad SAW berfirasat pasukan gabungan itu akan kembali menyerang, dengan risiko kehancuran total pasukan Islam yang berkekuatan tak sebanding dengan mereka. Karena itu, butuh gebrakan yang membuat pasukan Quraisy benar-benar mundur dari medan perang dan menjauhi Madinah.
Rasulullah SAW kemudian memutuskan untuk menghimpun pasukan untuk mengusir mereka sesegera mungkin. Pagi hari setelah perang uhud, yakni pada Ahad 8 Syawal 3 Hijriah, Nabi bersama pasukan tentara Muslim mengejar musuh.
Ternyata prediksi Nabi Muhammad SAW benar bahwa pasukan Quraisy akan menyerang umat muslim. Di sebuah wilayah perbukitan Hamra’ul Asad, pasukan Islam mendirikan kubu pertahanan karena didapati pasukan sekutu Quraisy yang berjumlah besar.
Lantas, dalam berbagai riwayat disebut pasukan Islam membuat api unggun di berbagai titik terpisah. Api unggun yang banyak itu lantas membuat takut pasukan kafir.
Salah seorang sahabat, Ma’bad bin Abu Ma’bad al-Khuza’i, mengabarkan kepada pasukan musuh bahwa tentara muslim akan menyerang dengan kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya. Kabar tersebut membuat mental musuh ciut, sehingga mereka urung menyerang Madinah.
Perang ini lantas disebut perang Perang Hamra’ul Asad atau Perang Hamra al Asad. Namun, ada pula sejarawan yang enggan menyebut konfrontasi ini sebagai perang. Sebab, tak ada konfrontasi bersenjata langsung dalam peristiwa tersebut.
Simak Video Pilihan Ini:
Jalannya Perang Hamra’ul Asad
Mengutip pecihitam.org, perang Hamra’ Al-Asad adalah perang yang masih merupakan rangkaian daripada perang uhud. Yaitu kejadiannya ketika kaum muslimin kembali dari medan uhud pada sabtu sore, tanggal 15 Syawal tahun ke-3 Hijriyah.
Ketika kaum muslimin baru selesai menjalankan sholat subuh, tiba-tiba mereka mendengar seruan Rasul yang menyerukan supaya kaum muslimin yang mengikuti perang uhud segara cepat bergabung dengan pasukan perang untuk menghalau musuh yang datang menyerang.
Seruan Rasul itu juga menyerukan untuk tidak keluar bagi yang tidak ikut serta dalam perang uhud. Hal ini menurut para ulama bertujuan agar tidak didasari dengan rasa dendam. Kaum muslimin tentu saja menyambut dengan semangat yang membara tanpa memperdulikan rasa lelah dan luka-luka yang mereka dapatkan. Apalagi dalam perang tersebut Rasul sendiri yang bertindak sebagai komandan pasukan perang.
Gerakan dan semangat yang dikobarkan oleh kaum muslimin ini terus menerus membara dari semenjak mereka berangkat dari kota madinah sampai di Hamra’ Al-Asad. Menurut Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi lokasi itu berjarak kurang lebih sekitar 13 mil dari kota madinah. Jarak tersebut tentu saja jarak yang sangat jauh apalagi ditempuh hanya dengan jalan kaki dan berkendara hewan saja (seperti kuda dan unta).
Pergeragakan yang dilakukan kaum muslimin dengan semangat membara dan berani tersebut tentu saja mengagetkan orang-orang munafik dan musuh-musuh Islam yang lain. Sebab mereka tidak menyangka jika semangat Umat Islam masih sedemikian besar untuk terus menghadapi medan perang.
Menurut Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi mengatakan jika turunnya Rasul dalam perang hamra al asad adalah Isyarat bagi kaum muslimin bahwa sikap dan mental perlu dibangun dengan kokoh akar mampu memerangi mental pada diri sendiri. Jadi bisa dikatakan maksudnya adalah sebelum menghadapi orang lain kita harus mampu menghadapi diri kita sendiri.
Advertisement
Api Unggun
Dalam perang hamra al asad ini juga Rasulullah sendiri yang mengatur siasat perang. Sehingga Ketika kaum muslimin sampai di Hamra’ Al-Asad Rasul menyuruh kaum muslimin menginap dan menyalakan api setiap malamnya dari berbagai tempat.
Sehingga dapat menerangi dan dilihat dari berbagai penjuru dari kejauhan. Hal ini dilakukan juga agar melemahkan mental musuh umat Islam karena mengira jumlah kaum muslimin sangatlah banyak sehingga menyurutkan semangat mereka untuk menghadapi peperangan dengan kaum muslimin.
Ibnu Sa’ad mengatakan “kemudian Rasulullah berjalan menuju Hamra’ Al-Asad dan menurunkan seluruh tentaranya disana dan dalam beberapa malam mereka menginap disana. Kemudian mereka menyalakan api sebanyak 500 titik. Sehingga nyala api dan cahayanya bisa dilihat dari tempat yang cukup jauh. Ditambah lagi dengan suara gemuruh para tentara dan percikan-percikan api yang menyebar kemana-mana. Dengan itu akhirnya Allah melemahkan semangat musuh-musuh umat Islam”.
Kejadian ini sampai diabadikan dalam Al-Qur’an dan merupakan pujian untuk para sahabat Nabi, Allah SWT melalui firmannya : “yaitu orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasulnya sesudah mereka mendapat luka dalam perang uhud. Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. Yaitu orang-orang yang menaati Allah dan Rasul yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan ‘sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka’ maka perkataan itu menambah keimanan mereka, dan mereka menjawab ‘cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah menjadi sebaik-baik pelindung’
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mendapat Keridhoan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Sesungguhnya mereka tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti kamu dengan kawan-kawannya. Sehingga janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaku jika kamu benar-benar orang yang beriman“. (Q.S. Ali Imran : 172-175).
Maka yang perlu kita petik pelajarannya adalah bahwa kepercayaan dan kesetiaan yang tinggi kaum muslimin kepada Nabi adalah simbol keteguhan yang tidak tergoyahkan sekalipun dihantam berbagai rintangan yang datang.
Selain itu sikap kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasululloh adalah sesuatu yang harus dicontoh oleh setiap Muslimin terutama bagi para pemimpin. Wallahu a’lam. Demikian semoga bermanfaat.
Tim Rembulan