Liputan6.com, Jakarta - Sinetron Jangan Bercerai Bunda masuk ke daftar trending Google pada Senin (15/5/2023) sore. Sinetron Indonesia produksi MNC Pictures ini diangkat dari novel karya Asma Nadia.
Sejak tayang 5 Desember 2022, tak sedikit masyarakat Indonesia yang menikmati alur cerita sinetron tersebut. Sinetron tersebut sudah memikat hati para penonton Tanah Air.
Secara singkat, sinetron ini bercerita tentang rumah tangga Arga (Fandy Christian) dan Nabila (Revalina S. Temat) yang diguncang perceraian karena orang ketiga.
Advertisement
Baca Juga
Nabila yang mengetahui suaminya selingkuh dengan wanita lain membuat ibu tiga orang anak ini terdesak dengan kondisi penuh pilihan.
Terlepas dari alur cerita sinetron Jangan Bercerai Bunda, pasangan suami istri pada dasarnya ingin rumah tangganya langgeng. Namun, di perjalanan keretakan rumah tangga kerap kali terjadi hingga akhirnya muncul opsi perceraian.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Hukum Perceraian dalam Islam
Islam memang mengizinkan perceraian. Meskipun demikian, keputusan bercerai sejatinya menjadi pilihan terakhir bagi pasangan suami istri.
Perceraian tanpa sebab bisa tergolong mengkufuri nikmat pernikahan. Perceraian bisa terjadi karena hawa nafsu, sehingga penting bagi pasangan suami-istri untuk mempertimbangkan sebelum memutuskan berpisah.
Mengutip konsultasisyariah.com, hukum perceraian dalam Islam tergantung dengan pasangan suami-istri yang sedang bermasalah. Perceraian bisa menjadi wajib, sunnah, makruh, mubah, bahkan haram.
1. Wajib
Perceraian yang sudah ditetapkan oleh dua juru damai dari keluarga suami dan istri, lalu keduanya menetapkan bahwa suami istri tersebut harus dipisahkan sebagaimana yang digambarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya surat an-Nisa: 35.
Termasuk dalam perceraian yang wajib adalah kalau seorang suami bersumpah untuk tidak mengumpuli istrinya lagi, maka setelah masa tunggu selama empat bulan, wajib bagi suami menceraikan istrinya kalau dia tidak mau rujuk kembali. Sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya surat Al-Baqarah: 226.
2. Sunah
Terkadang perceraian itu dianjurkan dalam beberapa keadaan, seperti jika si istri adalah wanita yang kurang bisa menjaga kehormatannya, atau dia adalah wanita yang meremehkan kewajibannya kepada Allah, dan suami tidak bisa mengajari atau memaksanya untuk menjalankan kewajiban seperti sholat, puasa, atau lainnya. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa dalam keadaan yang kedua ini wajib untuk menceraikannya.
3. Mubah
Contohnya apa yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah, “Perceraian itu mubah kalau perlu untuk melaksanakannya, disebabkan oleh akhlak istri yang jelek dan suami merasa mendapatkan mafsadah dari pergaulan dengannya tanpa bisa mendapatkan tujuan dari pernikahannya tersebut.” (Al-Mughni, 10:324)
4. Makruh
Yaitu perceraian tanpa sebab syar’i. Imam Said bin Manshur no.1099 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar dengan sanad shahih mauquf, bahwasanya beliau menceraikan istrinya, maka istrinya pun berkata, “Apakah engkau melihat sesuatu yang tidak engkau senangi dariku?”
Ibnu Umar menjawab, “Tidak.” Maka dia pun berkata, “Kalau begitu, kenapa engkau menceraikan seorang wanita muslimah yang mampu menjaga kehormatannya?” Maka akhirnya Ibnu Umar pun merujuknya kembali.
5. Haram
Di antaranya adalah menceraikan istri saat haidh atau suci, namun sudah berjima dengannya. Dan inilah yang dinamakan dengan talak bid’ah yang keharamannya disepakati oleh para ulama sepanjang masa.
(Lihat Al-Mughni, 10:323, Ad Dur al-Mukhtar Ibnu Abidin, 3:229), Mughnil Muhtaj, 3:307, Jami Ahkamin Nisa, 4:18)
Advertisement
Etika Perceraian dalam Islam
Dalam kitab Adabul Islam fi Nidzamil Usrah via NU Online, Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki memaparkan tentang etika perceraian dalam Islam. Dalam kitab tersebut disebutkan ada empat etika perceraian.
1. Mencerai Istri dengan Talak Satu
Suami yang memiliki hak talak jangan semena-mena untuk mengucapkan talak tiga sekaligus kepada istri. Suami hendaknya bisa mengontrol emosi ketika terjadi perselisihan dalam rumah tangga.
Kenapa talak satu? Dengan talak satu, keduanya bisa memiliki kesempatan untuk introspeksi diri. Bisa saja ada kepikiran untuk kembali rujuk dan membangun rumah tangga yang lebih baik.
2. Mengikuti Langkah yang Dianjurkan Al-Qur’an
Etika kedua adalah mengikuti langkah yang dianjurkan dalam Al-Qur’an sebagaimana diterangkan dalam penggalan surah An-Nisa ayat 34.
وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya: “Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar."
Ingatkanlah ketika pasangan berbuat kesalahan. Jalin komunikasi yang baik kepada pasangan. Bila ada masalah, jangan langsung meminta cerai atau menceraikan.
Pisah ranjang sementara bisa menjadi alternatif solusi sebelum bercerai. Pasangan bisa saling mendinginkan pikiran hati dan pikirannya. Harapannya bisa kembali hidup harmonis.
3. Menceraikan dalam Keadaan Suci dan Tidak Setelah Melakukan Persetubuhan
Apabila memang harus bercerai, suami hendaknya menceraikan istri dalam keadaan suci dan tidak setelah melakukan persetubuhan. Hal ini agar tidak menambah panjangnya masa iddah.
4. Tidak Membuka Aib Masing-Masing
Setelah resmi bercerai, alangkah baiknya tidak membuka aib masing-masing. Membuka aib mantan pasangan sama halnya dengan membuka aib sendiri, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW.
إِنَّ أَعْظَمَ الخِيَانَةِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يُفْشِي سِرَّهَا
Artinya: “Sesungguhnya pengkhianatan terbesar di hadapan Allah pada hari kiamat kelak ialah seorang lelaki yang bercampur dengan istrinya kemudian membeberkan rahasia istrinya.” (HR Muslim)
Wallahu'alam.