Liputan6.com, Jakarta - Timnas Indonesia U-22 sukses meraih medali emas pada ajang SEA Games 2023. Ini adalah capaian membanggakan setelah puasa gelar sejak terakhir kali direngkuh pada SEA Games 1991.
Sebelum pertandingan final, tepatnya setelah menaklukkan Vietnam di laga semifinal, pelatih Indra Sjafri bernazar akan melakukan ibadah umrah jika Timnas U-22 juara.
Advertisement
Baca Juga
Indra Sjafri mengucap nazar tatkala mampu membawa Indonesia lolos ke final SEA Games 2023. Garuda Muda melaju ke final usai mengalahkan Vietnam dengan skor 3-2 pada hari Sabtu (13/5/2023) yang lalu.
Usai pertandingan, Indra Sjafri punya nazar yang akan dilakukan jika sukses membawa Indonesia meraih emas.
"Jadi nazar itu tidak boleh macam-macam. Kalau Timnas Indonesia U-22 juara tentu saya akan bersyukur, dan saya ada niat umrah nanti ke Makkah," ujar Indra Sjafri ketika itu, dikutip Bola.net.
Kini, timnas U-22 benar-benar juara. Lantas apakah nazar Indra Sjafri untuk beribadah umrah jadi wajib? bagaimana hukumnya?
Simak Video Pilihan Ini:
Hukum Nazar
Sebelum membahas wajib dan tidaknya melakukan nazar, ada baiknya kita mengenal nazar.
Mengutip muhammadiyah.or.id, nazar adalah mewajibkan suatu qurbah (kebajikan) yang sebenarnya tidak wajib menurut syariat Islam dengan lafal yang menunjukkan hal itu.
Syarat nadzar:
(1) Berakal
(2) Baligh
(3) Suka rela (tidak dipaksa).
Nazar adalah ibadah kuno yang telah lama dilakukan orang-orang dahulu. Nazar itu disyariatkan, namun tidak digalakkan. Hal ini karena nazar itu menunjukkan kekikiran orang yang bernazar tersebut.
Nazar yang dilakukan Indra Sjafri adalah nazar bersyarat, yaitu nazar yang akan dilakukan jika mendapat suatu kenikmatan atau dihilangkan suatu bahaya, seperti: “Jika Allah menyembuhkan penyakitku ini, aku akan berpuasa tiga hari”.
Nazar itu wajib dipenuhi/dilaksanakan jika merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, Indra Sjafri juga wajib melakukan apa yang telah dinazarkan.
Terlebih, yang dinazarkan adalah ibadah yang oleh sebagian ulama mazhab dikategorikan sebagai sunnah muakadah, dan bahkan ada yang mewajibkan sekali seumur hidup.
Advertisement
Jika Nazar Tak Dilakukan
Jika nazar ini tidak dilaksanakan, maka orang yang bernadzar terkena kafarat. Kafaratnadzar sama dengan kafarat sumpah, yaitu memberi makan kepada sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa diberikan kepada keluarga, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan hamba sahaya. Jika semua itu tidak bisa dilakukan maka ia wajib puasa tiga hari, baik secara berturut-turut maupun tidak. Hal ini berdasarkan hadis berikut:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ الْيَمِينِ [رواه مسلم]
Artinya: Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda: “Kafarat nadzar itu kafarat sumpah.” [HR. Muslim]Baca juga: Mengamalkan Doa Nabi Isa AS
Tapi jika nadzar itu merupakan kemaksiatan/kedurhakaan kepada Allah dan Rasul-Nya maka nadzar tersebut tidak wajib dilaksanakan. Contohnya, bernadzar minum arak jika lulus ujian, dan seperti bernadzar membunuh si polan atau meninggalkan shalat jika naik pangkat. Hal ini sesuai dengan hadis berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ [رواه البخاري ومسلم.]
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda: “Barangsiapa bernadzar untuk mentaati Allah maka hendaklah ia mentaatiNya, dan barangsiapa bernadzar untuk mendurhakai–Nya maka janganlah ia mendurhakai–Nya.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
Orang yang bernadzar dengan suatu kemaksiatan lalu tidak melaksanakannya tidak terkena kafarat.
Dan jika nadzar itu atas sesuatu yang mubah atau halal, seperti bernadzar memakai baju baru ketika pergi ke kantor dan bernadzar mengendarai mobil untuk pergi ke masjid jika bisa membeli mobil, maka nadzar ini juga wajib dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan terkena kafarat. Hal ini berdasarkan hadis berikut:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَضْرِبَ عَلَى رَأْسِكَ بِالدُّفِّ، قَالَ: أَوْفِي بِنَذْرِكِ [رواه أبو داود]
Artinya: Diriwayatkan dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa ada seorang perempuan mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernadzar menabuh gendang di hadapanmu. Beliau bersabda: “Penuhilah nadzarmu.” [HR. Abu Dawud]
Menurut hadis ini, bernadzar menabuh kendang itu wajib dilaksanakan, padahal menabuh gendang itu kalau bukan suatu yang mubah maka ia adalah suatu yang makruh dan tidak akan pernah menjadi suatu qurbah (kebajikan/ketaatan). Jika ia mubah maka hadis di atas merupakan dalil yang mewajibkan pelaksanaan nadzar atas yang mubah, dan jika ia makruh maka izin untuk memenuhi nadzar tersebut menunjukkan bahwa memenuhi nadzar atas yang mubah itu lebih utama.
Jika seseorang itu bernadzar, lalu ia lupa jenis nadzarnya, maka karena ia tidak bisa melaksanakannya, ia wajib membayar kafarat nadzarnya itu. Hal ini karena nadzar tersebut masih menjadi utangnya kepada Allah. Kafarat nadzar sebagaimana diterangkan yaitu dengan memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa ia makan untuk dirinya dan keluarganya atau memberi mereka pakaian atau dengan memerdekakan seorang hamba. Jika semua itu tidak sanggup ia lakukan, maka ia harus berpuasa selama tiga hari, boleh berturut-turut dan boleh tidak berturut-turut. Wallahu a’lam bisshawab. (Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 15, 2011 via muhammadiyah.or.id).
Tim Rembulan