Sukses

Hikmah di Balik Kisah Dialog Jibril dengan Kerbau, Kelelawar dan Cacing

Kali ini, Malaikat Jibril bukan bertemu dengan manusia, melainkan hewan. Mereka adalah kerbau, kelelawar dan cacing

Liputan6.com, Jakarta - Banyak sekali kenikmatan yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada setiap umat manusia. Namun, terkadang kita belum merasa puas atas karunia tersebut.

Seandainya kita menyadari betapa besar nikmat yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta, niscaya kita mengakui bahwa kemampuan melihat, mendengar, menggerakan tangan, dan melangkahkan kedua kaki adalah bagian dari nikmat tak terhingga itu.

Begitupun dengan kisah yang satu ini. Ketika itu, Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril turun ke bumi dan menemui beberapa makhluknya. 

Kali ini, Malaikat Jibril bukan bertemu dengan manusia, melainkan hewan. Mereka adalah kerbau, kelelawar dan cacing.

Sementara, kecuali kerbau, hewan-hewan lainnya bukanlah hewan yang jarang diperhatikan oleh manusia. Padahal, meski jarang dianggap, hewan-hewan ini punya manfaat besar untuk manusia.

Ada hikmah di balik pertemuan mereka. Begini kisahnya. 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 3 halaman

Dialog Jibril dengan Kerbau, Kelelawar, dan Cacing

Kerbau

Pertama kali malaikat Jibril mendatangi kerbau. Di siang yang panas itu si kerbau sedang berendam di sungai. Malaikat Jibril menjumpainya dan bertanya, “Wahai kerbau, apakah kamu senang diciptakan Allah SWT sebagai seekor kerbau?”

Kerbau menjawab, “Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku seekor kerbau. Aku sungguh masih beruntung daripada aku dijadikan-Nya seekor kelelawar. Bukankah mereka itu suka mandi dengan air kencingnya sendiri?”

Kelelawar

Mendengar jawaban itu, Malaikat Jibril segera pergi menemui seekor kelelawar yang siang itu sedang tidur bergelantungan dalam sebuah gua.

Malaikat Jibril lalu bertanya kepada kelelawar, “Wahai kelelawar, apakah kamu senang dijadikan oleh Allah sebagai seekor kelelawar?”

Kelelawar menjawab, “Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku seekor kelelawar. Sungguh aku merasa beruntung daripada aku dijadikan-Nya seekor cacing. Tubuhnya kecil, tinggal dalam tanah, dan berjalan menggunakan perutnya.”

Cacing

Mendengar jawaban itu, Malaikat Jibril segera pergi menemui seekor cacing yang sedang merayap di atas tanah. Malaikat Jibril kemudian bertanya kepada si cacing, “Wahai cacing kecil, apakah kamu senang telah dijadikan Allah sebagai seekor cacing?”

Cacing menjawab, “Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan aku seekor cacing. Sungguh aku merasa beruntung daripada aku dijadikan-Nya sebagai seorang manusia. Apabila mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal saleh, ketika mati mereka akan disiksa untuk selama-lamanya!”

3 dari 3 halaman

Pelajaran yang Dapat Diambil

1. Skenario Allah yang pasti

Dunia dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya diciptakan dengan kesengajaan dan skenario yang pasti, bukan sembarangan maupun kebetulan belaka.

Maha Suci Allah yang telah menciptakan langit dan bumi berikut segala isinya dengan keteraturan, sistem yang rapi, dan berpasang-pasangan. Sungguh semua susunan dan untaian kosmis dan keteraturan jagat raya ini tidaklah terjadi secara kebetulan atau untuk sekedar mainan belaka.

2. Bersyukur atas pemberian Allah SWT

Belajar dari semua hewan tadi, hendaknya setiap kita senantiasa merasa bersyukur kepada Allah SWT atas pemberian yang diberikan kepada kita, yang tentunya berbeda satu sama lain. Dengan demikian, kita tidak akan pernah iri apalagi dengki terhadap nikmat yang diberikan kepada orang lain serta lupa akan nikmat kepada diri sendiri.

3. Tidak ada yang dapat disombongkan di muka bumi

Manusia tidak lebih dari seonggok daging yang kelak menjadi santapan cacing. Kelak berubah menyatu dengan tanah saat dirinya tidak berdaya. 

Perhatikanlah secara saksama penyesalan orang kafir kelak seperti pernah direkam dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (wahai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya dan orang kafir berkata, “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. (QS. Al-Naba’: 40).