Sukses

Kisah Tukang Sol Sepatu Diterima Ibadah Haji Meski Tidak ke Tanah Suci, Ternyata Ini Amalnya

Seorang tukang sol sepatu di Kota Damaskus diterima ibadah hajinya dan menjadi haji mabrur meski ia tidak berangkat ke Tanah Suci. Kabar ini membuat hati ulama besar sekaligus ahli hadis, Abdurrahman Abdullah bin Al Mubarak bergetar.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang tukang sol sepatu di Kota Damaskus diterima ibadah hajinya dan menjadi haji mabrur meski ia tidak berangkat ke Tanah Suci. Kabar ini membuat hati ulama besar sekaligus ahli hadis, Abdurrahman Abdullah bin Al Mubarak bergetar. 

Lantas, apa yang membuat tukang sol sepatu itu diterima ibadah haji padahal belum ke Tanah Suci? Simak kisah selengkapnya berikut ini.

Dikisahkan, pada suatu hari Abdurrahman Abdullah bin Al Mubarak beristirahat dan tertidur setelah menjalani ritual ibadah haji. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang sedang membicarakan haji. Percakapan demi percakapan pun ia dengarkan.

“Berapa orang yang datang tahun ini untuk berhaji?" tanya salah satu malaikat kepada malaikat lainnya seperti dikutip dari situs Kemenag Sulawesi Selatan, Selasa (23/5/2023).

"Enam ratus ribu jemaah," jawab malaikat yang ditanya.

"Berapa banyak dari mereka yang diterima ibadah hajinya?"

"Tidak satu pun."

Percakapan itu seketika membuat hati Abdullah Al Mubarak gemetar. Ia menangis karena perjuangan jemaah haji yang datang dari berbagai belahan dunia sia-sia.

"Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?” pikirnya.

Abdullah Al Mubarak kembali mendengarkan percakapan dua malaikat berikutnya. 

Malaikat mengatakan, ada hamba Allah yang tidak datang menunaikan ibadah haji tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dia seluruh ibadah haji mereka diterima oleh Allah.

"Kenapa bisa begitu?" tanya malaikat yang satunya.

"Itu kehendak Allah,” jawabnya.

Kemudian malaikat tersebut menyebutkan hamba Allah yang dimaksud. Dia adalah Ali bin Al Muwaffiq, tukang sol sepatu di Kota Dimasyq (Damaskus).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Menemui Tukang Sol Sepatu

Ulama besar itu terbangun dari tidurnya. Sepulang haji, ia tak langsung pulang menuju rumah, akan tetapi menuju kota Damaskus, Syiria untuk bertemu dengan Ali bin Al Muwaffiq. 

Sesampainya di sana, ia langsung mencari sang tukang sol sepatu yang disebut malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apakah ada tukang sol sepatu yang bernama Ali bin Al Muwaffaq.

"Ada, di tepi kota" jawab salah seorang tukang sol sepatu sambil menunjuk arahnya.

Sampai di sana, ia bertemu dengan seorang tukang sol sepatu yang berpakaian amat lusuh. Ulama itu mengonfirmasi apakah ia adalah tukang sol sepatu yang sedang dicari atau bukan.

"Benarkah anda bernama Ali bin Al Muwaffaq?" tanya Abdullah Al Mubarak.

"Betul tuan, ada yang bisa saya bantu?" ujarnya.

"Saya hendak tahu, adakah sesuatu yang telah Anda perbuat, sehingga Anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur, padahal Anda tidak berangkat haji,” kata ulama itu.

Tukang sol sepatu itu mengaku tidak tahu. Akan tetapi, ahli hadis tadi ingin Ali bin Al Muwaffiq menceritakan bagaimana kehidupannya selama ini. Tukang sol sepatu yang diterima ibadah hajinya pun bercerita.

"Sejak puluhan tahun yang lalu. Setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan, hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, cukup untuk saya berhaji, saya sudah siap berhaji"

"Tapi Anda batal berangkat haji?"

"Benar."

"Apa yang terjadi?"

"Ketika itu, istri saya hamil, dan mengidam. Waktu saya hendak berangkat, saat itu dia ngidam berat"

"Suamiku, adakah engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?" tanya sang istri.

"Iya, sayang."

"Cobalah kau cari, siapakah yang masak sehingga baunya begitu nikmat. Mintalah sedikit untukku.”

3 dari 3 halaman

Cerita Amalan yang Dilakukannya

Setelah dicari tahu, ternyata bau masakan itu berasal dari gubug yang hampir runtuh. Di situ ada seorang janda dan enam anaknya. Ali bin Al Muwaffiq mengatakan kepadanya bahwa istrinya sedang ingin masakan yang ia masak, meski hanya sedikit.

Janda itu diam dan memandangnya. Tukang sol sepatu itu kembali mengulangi perkataannya. Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan, "Tidak boleh, tuan"

"Dijual berapapun akan saya beli.” Ali bin Al Muwaffiq mencoba menawar demi istrinya.

"Makanan itu tidak dijual, tuan," katanya sambil berlinang air mata.

"Kenapa?"

Sambil menangis, janda itu menjawab, "Daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan"

Dalam hati Ali bin Al Muwaffaq bertanya, "Bagaimana mungkin ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim?" 

Karena itu, ia mendesaknya lagi dan bertanya, "Kenapa ?"

Janda itu bercerita, sudah beberapa hari ini keluarganya tidak makan. Di rumah sama sekali tak ada makanan. Hari ini ia melihat keledai mati, lalu diambil sebagian dagingnya untuk dimasak lalu dimakan.

“Mendengar ucapan tersebut, saya menangis, kemudian kembali pulang. Aku ceritakan perihal kejadian itu pada istriku, ia pun menangis. Hingga akhirnya, kami memasak makanan dan mendatangi rumah janda tersebut,” kata Ali bin Al Muwaffiq ke Abdullah Al Mubarak.

Selain makanan, Ali bin Al Muwaffiq juga memberi uang peruntukkan haji sebesar 350 dirham pun kepada keluarga janda itu. 

"Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakanlah untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi,” katanya.

Mendengar cerita tersebut, Abdullah Al Mubarak pun tak bisa menahan air matanya. Ternyata inilah amalan yang dilakukan oleh tukang sol sepatu di Damaskus yang mendapat haji mabrur dan berkatnya atas kehendak Allah SWT ratusan ribu jemaah haji diterima ibadah hajinya.

Kisah ini dinukil dari situs resmi Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Selatan. Dalam sumber lain tukang sol sepatu itu bernama Sa’id bin Muhafah. Terlepas dari itu, semoga memberikan banyak hikmah untuk terus berbuat baik kepada sesama. Wallahu’alam.