Liputan6.com, Jakarta Penyelenggaraan ibadah haji 1444H/2023 M bertepatan dengan puncak musim panas. Suhu di Arab Saudi diperkirakan bisa mencapai 48 hingga 50 derajat celcius pada saat puncak haji. Kondisi ini menyebabkan jemaah haji rawan terkena heat stroke akibat udara yang sangat panas.
Mereka yang terkena heat stroke akan mengalami beberapa gajala, di antaranya suhu tubuh panas, kejang-kejang, denyut jantung cepat, pusing yang berlebihan, dan frekuensi napas yang sangat cepat.
Baca Juga
Dokter Spesialis Saraf Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Anwas Nurdin mengungkapkan, kelompok yang rawan terkena heat stroke adalah jemaah haji lanjut usia (lansia).
Advertisement
"Biasanya pada lanjut usia mudah sekali terkena heat stroke bisa diawali keluhan pusing, kepala sakit seperti terjadi disorientasi itu merupakan tanda-tanda awal heat stroke," ujar Anwas Nurdin di Madinah.
Berkaca pada data yang dimiliki KKHI, kasus heat stroke pada jemaah sangat besar, karena penyelenggaraan haji kerap berlangsung saat puncak musim panas. Kasus ini juga menjadi angka kesakitan yang tinggi pada jemaah haji.
"Sekitar 60-70 persen jemaah haji terkena heat stroke tapi tidak berakibat fatal karena dapat ditangani," kata Nurdin.
Bila menemukan ada jemaah yang mengalami heat stroke, Nurdin menyarankan untuk segera memberikan pertolongan pertama.
Berikut cara memberikan pertolongan pertama pada jemaah yang terkena heat stroke:
1. Menurunkan suhu badan dengan cara memberikan cairan kompres dingin ke tubuh. Caranya bisa dengan membasahi sapu tangan dan sebagainya.
2. Membawa dan mengevakuasi jemaah yang terkena heat stroke ke tempat teduh.
3. Segera menghubungi petugas kesehatan agar memberikan penanganan medis awal.
4. Membawa jemaah haji ke posko kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
"Kalau di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) kita berikan kompres es batu, kipas angin yang dikasih air agar suhu tubuh menurun," ucap Nurdin.
Di sisi lain, Nurdin juga mengimbau jemaah haji untuk mengantisipasi serangan heat stroke. Caranya dengan selalu minum air setiap jam.
"Tidak harus menunggu haus untuk minum. Setidaknya 200 mililiter air per jam. Kemudian, mengonsumsi buah-buahan seperti apel, semangka, dan buah-buahan lainnya yang banyak mengandung air," jelas Nurdin.
Selain itu, jemaah haji juga harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti payung untuk mencegah paparan teriknya matahari secara langsung. Selain itu juga ada masker, topi, dan semprotan air.
"Termasuk bisa juga tambahan sunblock dan lip balm (untuk mencegah bibir pecah)," ucap Nurdin.
Waspada Ancaman Kaki Melepuh di Tanah Suci
Tak hanya itu, saking panasnya cuaca di Tanah Suci, jemaah haji juga diimbau agar waspada terhadap telapak kaki. Kaki melepuh seringkali dialami jemaah saat tinggal di Madinah.
Menurut tim kesehatan dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, kasus kaki melepuh itu khas dan hanya ditemui di Madinah.
Hal itu biasanya terjadi saat jemaah haji memaksakan diri nekat tidak beralas kaki berjalan di tengah teriknya sinar matahari. Biasanya kasus ini ditemukan lantaran jemaah haji yang kehilangan sandal memaksakan diri 'nyeker' karena menganggap jarak hotel ke masjid dekat. Tapi itu sangat berbahaya.
"Biasanya, jemaah yang melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi itu sering kehilangan sandal," kata Kabid Kesehatan PPIH Arab Saudi dr M Imron saat ditemui di Kantor Urusan Haji Indonesia di Madinah.
Menurut dia, kasus kehilangan sandal itu sering terjadi karena ketika masuk masjid dan keluarnya tidak dalam pintu yang sama. Apalagi, luas dan besarnya Masjid Nabawi.
"Dan biasanya, jemaah haji Indonesia itu menyepelekan. Dianggap jarak Masjid ke hotelnya itu dekat, mereka memaksa jalan kaki tanpa sandal," terang Imron.
Kenekatan itu akan berdampak panjang. Sebab, kaki jemaah bisa melepuh lantaran menginjak lantai di kawasan Masjid Nabawi yang sangat panas akibat paparan matahari yang terik.
Selalu Bawa Kantung Plastik untuk Sandal
Imron mengatakan, perlu diketahui bahwa karakter lantai Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Makkah berbeda. Lantai di Masjidil Haram tetap dingin sekalipun di luar cuacanya sangat panas.
Sedangkan di Masjid Nabawi itu tetap panas. Dan itu jarang sekali ada yang memahami kondisinya.
"Jika parah, mungkin mereka akan mendapatkan rawat inap seminggu. Apalagi jemaah yang memiliki risiko lain yakni diabetes, prosesnya sembuh bisa dua minggu," terang dia.
Dengan masa penyembuhan yang cukup panjang, itu biasanya akan sangat mengganggu jadwal ibadah jemaah, utamanya puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
"Pesan kami dari Kementerian Kesehatan untuk memperhatikan betul potensi kaki melepuh ini. Jika bisa diminimalisir sedikit mungkin, itu harus dilakukan," urai dia.
Imron pun berbagi tips, bagi jemaah yang akan ibadah di Masjid Nabawi, yakni membawa kantong plastik sebagai tempat sandal. Alas kaki yang sudah dimasukkan ke kantong plastik itu harus selalu dibawa dan berada di dekatnya, sekalipun saat sholat. Sehingga tidak hilang.
"Sandal diletakkan di dekat tempat salat. Jika mau pulang, tinggal dikeluarkan dari kantong plastik. Jadi, semuanya aman dan ibadah tenang," tambah dia.
Dia menyarankan, jika ada jemaah yang sandalnya hilang agar tidak nekat berjalan kaki ke tempat penginapan tanpa alas kaki. Jemaah dapat menghubungi petugas haji atau temannya agar bisa mendapatkan bantuan alas kaki.
"Tujuannya untuk membantu mengambilkan sandal sebagai pengganti sandal yang hilang. Jangan memaksa diri pulang tanpa sandal," tandas Imron.
Â
Advertisement