Liputan6.com, Jakarta - Konser Coldplay di Indonesia akan berlangsung pada 15 November 2023 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Konser grup band asal Inggris itu disambut antusias oleh penggemarnya di Tanah Air walau harus merogoh kocek lebih dalam.
Meski demikian, ada sebagian kelompok yang menolak konser Coldplay dihelat di Indonesia. Salah satu alasannya karena grup band asal Inggris itu dianggap mendukung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Terkait hal ini, seorang peserta kajian Al Bahjah bertanya kepada KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya tentang konser tersebut. Penanya kemudian menyoroti soal calo tiket konser yang menjual beberapa kali lipat di platform toko online.
Advertisement
Baca Juga
“Saya hamba Allah dari Jakarta, saat ini sedang ramai isu tentang akan diadakannya konser grup musik dari luar negeri yang mendukung LGBT. Ada yang mendukung dan banyak juga yang menolak,” katanya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Rabu (31/5/2023).
“Sangat mengejutkan beberapa pihak menjual tiket tersebut melalui marketplace hingga harganya 50 juta. Bahkan yang miris demi mendapatkan tiket tersebut ada yang rela memakai uang tabungan adiknya yang padahal untuk berobat ayahnya. Bagaimana hukum membeli tiket tersebut dan bagaimana kita bersikap melihat fenomena ini?” tanya dia kepada Buya Yahya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Tanggapan Buya Yahya
Terkait konser Coldplay di Tanah Air, Buya Yahya tidak menyoal kelompok yang mendukung atau menolak kehadiran grup musik asal Inggris itu karena LGBT. Akan tetapi, Buya Yahya melihat sisi lain yang menurutnya kurang baik.
“Kita melihat sisi lain bahwasanya ada cara hidup yang kurang baik, gaya hidup yang merusak, yaitu berbelanja sesuatu tidak pakai pertimbangan yang bisa jadi itu terpengaruh oleh lingkungan,” tuturnya.
Menurutnya, konser musik itu hanya sebuah contoh. Bisa saja fenomena gaya hidup kurang baik terjadi pada hal-hal lain.
“Itu bisa saja kejadiannya adalah seorang ibu yang hanya pengen menyekolahkan anaknya di tempat yang mahal tanpa memikirkan pemasukan di rumahnya. Setelah itu melihat ada yang jual laptop jor-joran akhirnya (beli) padahal di rumahnya suaminya nyungsep,” Buya Yahya mencontohkan.
“Bisa jadi menjadi sebuah cara hidup yang tidak benar anak SMK memaksakan atau nyuri duit bapaknya hanya agar bisa begini ‘Aku sudah punya tiket lho, lu punya gak?’ Itu kan gaya hidup. Dari sisi itu yang kita cermati,” tambahnya.
Adapun masalah LGBT, menurut Buya Yahya kelompok LGBT adalah hamba yang sakit secara mental, karena itu perlu ditolong dengan mendoakannya agar menjadi baik, bukan untuk dicaci.
“Kita tidak mencaci itu, tidak mendukung itu, akan tetapi justru kami ingin menyelamatkan yang lainnya. Permasalahanya bukan permasalah LGBT atau grup musik itu, (melainkan) cara hidup yang ikut-ikutan. Cara hidup kesombongan. Pengen dilihat wah,” tegas Buya Yahya.
Advertisement