Sukses

Kenapa di Sumatera Barat Tidak Ada Habib? Buya Arrazy Ungkap Alasannya

Gelar habib sudah tidak asing lagi di Indonesia. Meski demikian, tidak semua daerah di Indonesia dapat ditemukan orang yang bergelar habib. Salah satunya adalah Sumatera Barat.

Liputan6.com, Jakarta - Gelar habib di Indonesia secara khusus dinisbatkan kepada laki-laki keturunan Rasulullah SAW. Mereka yang bergelar habib biasanya memiliki marga yang disematkan di belakang namanya, seperti Al-Attas, Assegaf, Al-Haddad, Alaydrus, Al-Habsyi, dan masih banyak lagi.

Gelar habib sudah tidak asing lagi di Indonesia. Meski demikian, tidak semua daerah di Indonesia dapat ditemukan orang yang bergelar habib. Salah satunya adalah Sumatera Barat. 

Tanah Minang ini disebut sebagai daerah yang tidak ada habib. Namun, bukan berarti tidak ada keturunan Rasulullah SAW di ranah Minang.

Fenomena tidak ditemukan habib di Sumatera Barat menjadi pertanyaan seorang jemaah yang mengikuti kajian Buya Arrazy Hasyim. Kepada Buya Arrazy, penanya itu membandingkan persebaran habib yang cenderung lebih banyak di Jawa dan Kalimantan.

“Kenapa setahu saya di Riau dan Sumatera Barat tidak diminati tinggal oleh para habaib? Mereka lebih cenderung pulau Jawa, Kalimantan. Jadi supaya jemaah jangan salah memahami, tolong diberi pencerahan tentang hal itu,” tanyanya dikutip dari tayangan YouTube Reporter Dakwah, Senin (5/6/2023).

“Kalau Riau sudah mulai, setiap kota sudah mulai ada. Saya udah ketemu beberapa,” jawabnya.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Alasan Tidak Ada Habib di Minang

Adapun soal tidak ditemukan habib di Sumatera Barat, Buya Arrazy mengungkap dua alasan. Pertama adalah soal budaya dan kedua pemahaman dalam mengkaji hadis tentang keturunan nabi.

“Budaya orang Sumatera, khususnya Sumatera Barat termasuk Aceh, Medan juga termasuk, itu budaya egaliter. Kita itu setara. Ente habib, ente juga kan manusia. Nah kaya gitu. Yang paling repot di Sumatera Barat. Semua suku harus ke ibu, bukan lewat bapak. Sedangkan habaib lewat bapak,” jelasnya. 

Karena itu, para dzurriyah nabi di Sumatera Barat biasanya tidak lagi menggunakan marga seperti Assegaf, Al-Attas, dan lainnya. Mereka tidak memakai habib, tapi menggunakan gelar Sidi untuk menisbatkan kepada keturunan Rasulullah SAW. Gelar ini bentuk akulturasi budaya dan banyak dipakai di daerah Pariaman.

Alasan kedua adalah soal pemahaman mengkaji hadis tentang keturunan Nabi Muhammad SAW. Buya Arrazy bercerita, dia pernah dituduh pengikut syiah ketika menyampaikan hadis tentang menghormati dzurriyah nabi di depan tokoh agama di Payakumbuh

“Kita bacain hadisnya. Nabi mengatakan, aku tinggalkan kepada kamu dua beban, dua wasiat. Pertama kitabullah, yang kedua ahlul bait. Hadis yang masyhur. Itu hadisnya nggak sampe derajat shahih cuma riwayat Ibnu Abu Syaibah,” katanya.

“Yang shahihnya apa? Ada di riwayat Imam Tirmidzi. (Aku tinggalkan dua wasiat) pertama kitab Allah yang kedua ahlul bait. Giliran hadis begini orang orang yang ngaku ustadz sunah gak mau baca,” lanjutnya.

Menurutnya, mencintai kepada ahlul bait berbeda dengan cintanya syiah kepada ahlul bait.

“Kita mencintai ahlul bait tanpa membenci sahabat dan istri-istri nabi. Sedangkan syiah mencintai ahlul bait tapi membenci sebagian sahabat, itu bedanya,” jelasnya.