Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini pemberitaan mengenai peserta lomba pencarian bakat Putri Ariani begitu gegap gempita. Lantaran berhasil tampil memukau di ajang tanding bakat America's Got Talent.
Perempuan berhijab ini mengikuti lomba dengan mendapatkan golden buzzer.
Keterbatasan penglihatan tidak membuatnya pesimis, bahkan tertus menanjak memancarkan pesonanya.
Advertisement
Baca Juga
Ternyata, selain menyanyi, Putri Ariani juga fasih membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Dalam video yang yang diunggah oleh beberapa akun di medsos, suara Putri Ariani sangat merdu saat melantunkan Al-Qur'an.
Lalu bagaimana sebenarnya hukum perlombaan? Bagaimana lomba yang haram dan halal? Ulama dan pendakwah KH Yahya Zainul Maarif atau Buya Yahya menjelaskan dengan gamblang.
Simak Video Pilihan Ini:
Ini Pendapat Buya Yahya Soal Lomba
Ulama Cirebon asal Blitar Buya Yahya juga mengatakan bahwa apapun bentuk perlombaan yang memungut biaya pendaftaran dari pesertanya, lalu kemudian uang tersebut dipakai untuk memberikan hadiah kepada pemenang, maka itu adalah perjudian dan hukumnya haram.
Bagaimana caranya perlombaan seperti itu bisa menjadi halal, maka dikatakan Buya dalam unggahan kanal Al Bahjah TV di YouTube, perlombaan itu pun harus ada Muhallil, peserta lomba yang mempunyai kekekuatan yang sama dengan peserta lain, yang mendaftar gratis.
"Cari beberapa orang yang tidak usah pakai bayar pendaftarannya. Dan orang itu punya kriteria sama bisa menjadi juara," jelas Buya Yahya.
"Begini, saya dengan Anda berlomba. Saya bayar, Anda bayar. Yang menang mengambil ya kan namanya judi. Agar saya dengan Anda tidak judi, ambil satu orang sama jago untuk ikut berlomba (tanpa membayar). Kalau sudah begini berarti dia (orang ketiga) namanya Muhallil yang menjadikan pertandingan halal," terang Buya Yahya.
Selain itu, Buya Yahya juga mengatakan, kalau ada perlombaan sebaiknya didahulukanlah lomba-lomba yang halal dan beradab. Tidak bertentangan dengan akidah dan akhlak.
"Bukan halal saja tapi harus beradab juga. Lomba kok lomba makan kerupuk. Makan itu diajari Nabi yang beradab, lomba makan (kerupuk-red) di pondok (pesantren, red) ini gimana ini," ucap Buya Yahya.
Jadi, tegas Buya Yahya, dahulukan lomba yang halal lagi terhormat. Misalnya, lomba pacuan kuda, beladiri, lomba memanah yang dengan sistem halal, beradab dan terhormat.
Advertisement
Haram Biaya Pendaftaran untuk Hadiah
Sementara dalam NU Online, panitia biasanya memungut biaya pendaftaran untuk kebutuhan teknis perlombaan dan juga sebagian untuk hadiah pemenang. Apakah perlombaan dengan cara seperti ini termasuk perjudian dalam pandangan Islam?
Biaya pendaftaran merupakan sesuatu yang lazim. Sebagian panitia penyelenggara lomba atau kontestasi dalam bidang tertentu menarik uang pendaftaran dari peserta lomba. Panitia biasanya menggunakan uang tersebut untuk keperluan teknis lomba dan juga untuk tambahan hadiah lomba.
Perlombaan dengan pungutan uang pendaftaran pernah diangkat dalam forum Muktamar Ke-30 NU di Kediri, Jawa Timur, pada tahun 1999 M. Perlombaan, menurut forum ini, pada dasarnya boleh diselenggarakan sejauh tidak menggunakan biaya dari masing-masing peserta sebagai hadiah bagi pemenang lomba.
Forum ini mendasarkan pandangannya pada kriteria hadiah yang umum dijelaskan di kitab-kitab fiqih. Forum ini mengutip salah satunya Hasyiyatul Bajuri sebagai berikut.
وَإِنْ أَخْرَجَاهُ أَيِ الْعِوَضَ الْمُتَسَابِقَانِ مَعًا لَمْ يَجُزْ ... وَهُوَ أَيِ الْقِمَارُ الْمُحَرَّمُ كُلُّ لَعْبٍ تَرَدَّدَ بَيْنَ غَنَمٍ وَغَرَمٍ
Artinya, “Jika kedua pihak yang berlomba mengeluarkan hadiah secara bersama, maka lomba itu tidak boleh ... dan hal itu, maksudnya judi yang diharamkan, adalah semua bentuk permainan yang masih simpang siur antara untung dan ruginya,” (Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyatul Bajuri ‘ala Fathil Qarib, [Singapura, Sulaiman Mar’i: tanpa tahun], jilid II, halaman 310)
Forum Muktamar Ke-30 NU di Kediri pada 1999 memutuskan bahwa lomba dengan menarik uang saat pendaftaran dari peserta untuk hadiah termasuk judi. Sedangkan perlombaan yang menggunakan uang pendaftaran bukan untuk hadiah tidak termasuk judi.
قوله (كُلُّ مَا فِيْهِ قِمَارٌ) وَصُوْرَتُهُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهَا أَنْ يَخْرُجَ الْعِوَضُ مِنَ الْجَانِبَيْنِ مَعَ تَكَافُئِهِمَا وَهُوَ الْمُرَادُ مِنَ الْمَيْسِرِ فِيْ اْلآيَةِ. وَوَجْهُ حُرْمَتِهِ أَنَّ كُلَّ وَاحِدٍ مُتَرَدِّدٌ بَيْنَ أَنْ يَغْلِبَ صَاحِبَهُ فَيَغْنَمَ. فَإِنْ يَنْفَرِدْ أَحَدُ اللاَّعِبَيْنِ بِإِخْرَاجِ الْعِوَضِ لِيَأْخُذَ مِنْهُ إِنْ كَانَ مَغْلُوْبًا وَعَكْسُهُ إِنْ كَانَ غَالِبًا فَاْلأَصَحُّ حُرْمَتُهُ أَيْضًا
Artinya, “(Setiap kegiatan yang mengandung perjudian) Bentuk judi yang disepakati adalah hadiah berasal dua pihak disertai kesetaraan keduanya. Itulah yang dimaksud al-maisir dalam ayat al-Qur’an (Surat Al-Maidah ayat 90). Alasan keharamannya adalah masing-masing dari kedua pihak masih simpang siur antara mengalahkan lawan dan meraup keuntungan -atau dikalahkan dan mengalami kerugian-. Jika salah satu pemain mengeluarkan hadiah sendiri untuk diambil darinya bila kalah, dan sebaliknya–tidak diambil–bila menang, maka pendapat al-Ashah mengharamkannya pula. (Syekh Muhammad Salim Bafadhal, Is’adur Rafiq Syarh Sulamut Taufiq, [Indonesia, Dar Ihya’il Kutubil ‘Arabiyah: tanpa tahun], juz II, halaman 102).
Forum Muktamar Ke-30 NU di Kediri pada 1999 M menawarkan solusi untuk penyelenggaraan lomba berhadiah:
Uang pendaftaran tidak menjadi hadiah, hadiah diperoleh dari sumber lain (sponsor), jenis yang dilombakan tidak termasuk dalam larangan syari’at seperti keterampilan dalam perang, jalan cepat, memanah, menembak, balap kuda, dan lain-lain. Wallahu A’lam.
Penulis Nugroho Purbo