Sukses

Saling Gandeng Menjaga Jemaah Haji Lansia di Tanah Suci

Jemaah dari Indonesia umumnya berjalan kaki secara berkelompok dua sampai tiga orang saat berangkat ke Masjid Nabawi. Saling bergandengan tangan, memegang pundak, hingga menggenggam ujung sarung atau mukena teman di depannya.

Liputan6.com, Jakarta - Jemaah haji saling bergandengan. Pemandangan ini cukup lazim terlihat di kawasan Masjid Nabawi, Madinah saat musim haji.

Jemaah dari Indonesia umumnya berjalan kaki secara berkelompok dua sampai tiga orang saat berangkat ke Masjid Nabawi. Mereka saling bergandengan tangan, memegang pundak, hingga menggenggam ujung sarung atau mukena teman di depannya.

Saat pulang kembali ke hotel pun demikian, para jemaah haji saling bergandengan. Tujuannya agar tidak ada yang terpisah hingga tersasar, teruma jemaah yang lanjut usia (lansia). Anggota grup pun menyesuaikan langkah dengan jemaah lansia yang ada di kelompok mereka.

Jumlah empat orang ini biasanya sesuai dengan jumlah rata-rata penghuni kamar di pemondokan atau hotel yang ditempati para jemaah Indonesia di seputaran Masjid Nabawi.

Seperti kelompok salah satu penghuni kamar di Hotel Taiba Front. Mereka terdiri dari Rumsinah (67), Nanang Hananah (64), Quraisin (59), serta Neneng (21). Ini berarti ada satu jemaah haji lansia dan pra-lansia di kamar tersebut.

Nenek Rumsinah mengaku tidak selalu datang ke Masjid Nabawi. Sebab tubuhnya yang mulai payah dimakan usia ditambah kolesterol dan darah tinggi membuat dirinya tidak bisa leluasa ke Masjid Nabi. Meski jarak masjid dan hotelnya hanya sepelemparan batu.

"Kalau jalan, napasnya (enggak kuat). Pinggangnya sakit," tutur jemaah haji dari Kloter 15 Embarkasi Jakarta Pondok Gede (JKG-15) ini saat ditemui tim Media Center Haji (MCH) di Madinah beberapa waktu lalu.

Rumsinah sejatinya sudah rutin mengonsumsi obat darah tinggi dan kolesterol yang telah diresepkan dokter. Namun dari enam hari tinggal di Madinah, baru dua hari belakangan ia merasa kuat ke Masjid Nabawi.

"Ini mah tadi sudah bisa jalan, bisa ditahan (sakitnya). Sebelumnya susah bener-bener," kata dia.

2 dari 2 halaman

Saling Tolong Menolong

Rumsinah mengaku sedih bila harus selalu tinggal di kamar ketika waktunya sholat fardu tiba. Sementara jemaah haji lain yang fisiknya kuat bisa melaksanakan ibadah Arbain (shalat wajib secara berjamaah selama 40 waktu) di Masjid Nabawi.

Namun dia tetap berusaha mematuhi nasihat pembimbing ibadah untuk lebih fokus kepada ibadah wajib pada puncak haji di Makkah nanti. Karena itu, Rumsinah tidak mau ngotot melaksanakan Arbain. Tapi paling tidak, ia tetap ingin merasakan bisa sholat berjamaah di Masjid Nabawi meski hanya satu atau dua kali.

"(Kalau) Ibu enggak ikut, nangis di sini (hotel) ngeliatin ke sana (Masjid Nabawi)," ujar Rumsinah.

Rekan sekamarnya, Hananah yang tampak memiliki kondisi tubuh lebih sehat ternyata juga menderita kolesterol dan darah tinggi.

"Selama di sini enggak sakit. Cuma ini (menunjuk tukak lambung). Kalau itu (sakit) suka keringetan, keringet dingin," paparnya.

Namun dia tetap berusaha pergi ke Masjid Nabawi. "Saling gandeng saja. Ini juga namanya juga deket, tapi jangan sombong nanti nyasar katanya," katanya.

Sementara Quraisin dan Neneng yang merupakan ibu dan anak ini mengaku ikhlas turut mendampingi dan menjaga Rumsinah maupun Hananah. Apalagi mereka sudah saling mengenal sejak melaksanakan persiapan manasik haji di Serang, Banten.

"Saling tolong menolong lah," kata Quraisin.

Menurut dia, tidak ada yang meminta dirinya maupun putrinya untuk mendampingi lansia yang tinggal satu kamar dengan mereka. Hal ini murni panggilan hati.

"Sukarela karena sama-sama," ujarnya.