Liputan6.com, Jakarta Demensia kerap membuat jemaah haji lanjut usia (lansia) bertindak agresif di luar perkiraan ketika tiba di Tanah Suci. Seperti yang terjadi pada sejumlah jemaah lansia saat mendarat di Bandara King Abdul, Jeddah, Arab Saudi beberapa hari terakhir ini.
Rata-rata jemaah lansia ini tidak mau naik bus bersama rombongannya untuk diantar ke hotelnya di Makkah. Mereka merasa masih berada di Tanah Air. Kondisi krodit di bandara turut memperburuk psikis jemaah tersebut yang kebingungan.
Baca Juga
Hampir tidak ada jemaah di kloternya yang bisa membujuk. Sejumlah petugas haji yang bertugas di Bandara juga dibuat kewalahan. Bahkan terkadang emosinya meledak hingga nyaris memukul petugas yang berusaha membantunya.
Advertisement
Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Bandara Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Haryanto mengatakan, kondisi seperti ini ditemukan hampir setiap saat kedatangan jemaah haji di bandara. Hal ini tak lepas dari banyaknya jumlah lansia yang diberangkatkan ke Tanah Suci tahun ini.
"Itu ada beberapa jemaah yang demensia, kalau bahasa kita itu stress ya atau pikun. Kita lakukan penanganannya di bagian poliklinik kesehatan," ujar Haryanto saat ditemui tim Media Center Haji (MCH) di Bandara Jeddah, Senin malam, 12 Juni 2023.Â
Penanganan di poliklinik kesehatan bandara ini dilakukan apabila upaya persuasif dari petugas dan jemaah lain untuk membujuknya naik bus tidak berhasil.
"Kalau nanti belum berhasil, dari bagian poliklinik kesehatan Indonesia akan membawanya ke KKHI (Klinik Kesehatan Haji Indonesia) di Makkah melalui surat pengantar dari Daker Bandara," katanya.
Ini Penyebab Jemaah Haji Lansia Alami Demensia
Dokter Spesialis Emergency pada Pos Kesehatan Bandara, Mahrus menjelaskan, kondisi ini seringkali terjadi akibat doktrin jemaah lansia yang sangat kuat dari Tanah Air. Misalnya keluarga meminta agar lansia tersebut hanya percaya sama si A atau jemaah lain yang dititipkan selama di Tanah Suci.
Ketika terpisah dari orang yang dipercaya tadi, jemaah lansia tersebut panik. Apalagi dia berada di tempat baru yang sangat asing, tentu turut mempengaruhi psikologisnya.
"Sebenarnya untuk penanganannya pakai pendekatan persuasif dulu. Tanyakan permasalahannya dulu, karena efek doktrin dia bersikeras dengan pendiriannya. Kalau berat misal dia mengancam petugas, harus dirujuk ke klinik kesehatan bandara. Tapi kalau demensia enggak berat bisa pendekatan persuasif," kata Mahrus.Â
Bahkan jika tindakannya terlampau agresif hingga membahayakan petugas dan dirinya sendiri, maka langkah pembiusan bisa menjadi opsi. Namun, dokter Mahrus menegaskan, opsi tersebut adalah pilihan terakhir.
"Bukan pembiusan aktif disuntikkan bisa langsung tidur, enggak. Kita rujuk ke klinik atau rumah sakit bandara, tahapanya mungkin dikerjakan diberi penenang saja obat tidur saja, sehingga evakuasinya nanti lebih mudah," ujar Mahrus.
Â
Â
Advertisement
Demensia, Banyak Ditemukan pada Jemaah Haji Lansia
Kasus demensia yang paling banyak ditemukan pada jemaah haji lansia Indonesia ketika mendarat di bandara, kata Mahrus, karena dipicu doktrin yang kuat dari Tanah Air. Mereka hanya mau percaya dengan satu atau dua orang yang dititipkan oleh keluarganya. Sementara, dia terpisah dengan orang yang dimaksud.
Setelah petugas menelepon atau mendatangkan orang yang dimaksud, kondisi jemaah tersebut pun berangsur tenang. Hingga akhirnya bisa dibawa kembali bergabung dengan kloternya dan diantar menggunakan bus menuju ke pemondokannya di Makkah.
"Rata-rata mereka itu menderita Scyzofrenia, terlalu takut. Kita cari tahu dulu celahnya di mana. Yang saya khawatirkan, dia ngadu ke keluarga diseret-seret (petugas), padahal penanganannya memang butuh sekali pendekatan," ucap dr Mahrus menandaskan.