Liputan6.com, Jakarta Selalu ada cerita unik dari jemaah haji lanjut usia (lansia) selama berada di Tanah Suci. Hampir setiap hari Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja (Daker) Madinah menemukan jemaah tersesat di Masjid Nabawi.
Luasnya Masjid Nabawi, ditambah banyaknya lalu-lalang jemaah dari berbagai negara, kerap membuat jemaah haji Indonesia terutama lansia kebingungan tidak tahu arah jalan pulang ke hotel hingga akhirnya tersesat.
Baca Juga
Seperti yang dialami Suharto, jemaah haji asal Kelompok Terbang (Kloter) 34 Embarkasi Jakarta Pondok Gede (JKG-34). Jemaah lansia berusia 71 tahun ini ditemukan terpisah dari rombongannya usai melaksanakan salat Isya berjemaah di Masjid Nabawi.
Advertisement
Kala itu sekitar pukul 22.30 malam Waktu Arab Saudi (WAS), Mbah Harto diantar jemaah lain yang juga tidak mengenalnya, menuju ke Pos Utama Sektor Khusus (Seksus) Masjid Nabawi yang ada di pintu 333. Seksus Masjid Nabawi memang bertugas menangani jemaah haji Indonesia yang tersesat atau kebingungan saat berada di Masjid Nabawi.
Ika Anisa, salah satu petugas haji layanan lansia yang saat itu bertugas di Pos Utama Seksus Masjid Nabawi, bergegas menghampiri Mbah Harto. Dia bersama petugas lainnya kemudian menanyakan di mana Mbah Harto tinggal.
"Bapak di mana hotelnya?," ujar Ika, mengulang pertanyaan seperti saat bertemu Mbah Harto. Cerita ini disampaikan Ika kepada tim Media Center Haji (MCH) PPIH Arab Saudi.
"Saya rumahnya di Cijantung," ucap jemaah haji lansia ini yang membuat Ika dan petugas lainnya setengah kebingungan.
"Saya itu pengurus Karang Taruna," katanya lagi.
Ika terus berusaha menggali informasi agar bisa mengetahui nama hotel yang disinggahi Mbah Harto. Alih-alih mendapatkan informasi seputar hotel yang ditempatinya, Mbah Harto justru minta diantar pulang ke Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Jemaah haji lansia ini mengaku ingin mengurus Karang Taruna di kampungnya. Kepada petugas haji, Mbah Harto menyatakan Karang Taruna di kampungnya tidak akan berjalan baik jika dirinya tidak ada di sana.
"Saya harus pulang. Kalau tidak ada saya (Karang Taruna) tidak jalan. Tidak ada yang lapor lurah," tutur Ika kembali menirukan ucapan Mbah Harto.
Karena waktu sudah larut malam, Ika mencoba menawarkan kembali kepada Mbah Suharto untuk diantar pulang ke hotelnya. "Bapak mau diantar ke hotel, Pak?," tanya Ika lagi, berharap jemaah lansia ini segera sadar bahwa dirinya sedang berada di Tanah Suci.
Namun Suharto kekeh ingin pulang ke Cijantung, demi mengurus organisasi yang ia cintai. "Enggak. Saya mau pulang ke Cijantung, mau urus Karang Taruna," jawabnya lebih tegas.
Saat mengecek kartu kesehatan Mbah Harto yang dibawanya, Ika menemukan nomor handphone yang tertulis pada secarik kertas kecil. Setelah dihubungi, ternyata suara dari seberang adalah istri Mbah Harto yang lebih dulu sudah sampai di hotel.
Cerita menarik kembali terjadi saat Ika mencoba menyambungkan Mbah Harto dengan istrinya melalui sambungan telepon. Mbah Harto malah memarahi istrinya lantaran tidak mengucap salam.
"Heh, kok tidak mengucapkan salam!" bentak Mbah Harto kepada istrinya.
Karena tidak kunjung menemukan solusi, Ika akhirnya meminta kembali ponselnya agar bisa berkomunikasi langsung dengan istri Mbah Suharto. Ia ingin menjelaskan keadaan suaminya, terutama di mana posisinya saat itu.
"Bu, ini bapaknya nyasar, ada di pintu 333, tidak mau diantar pulang. Bagaimana kalau dijemput saja?" tanyanya kepada istri Mbah Harto.
Istri Mbah Harto bersama petugas haji Sektor 5, tempat hotel mereka, akhirnya sepakat menjemput jemaah lansia tersebut di Pos Seksus Masjid Nabawi. Selama tiga jam menunggu jemputan, Mbah Harto banyak cerita tentang kehidupannya di kampung, terutama soal saudara-saudaranya yang sukses.
"Saudara saya itu pada jadi (sukses) semua, kok sayang enggak, ya?," katanya.
Sebagai petugas haji layanan lansia, Ika harus siap mendengar setiap cerita yang disampaikan jemaah. Hal ini juga sebagai salah satu cara agar jemaah lansia yang mengalami demensia seperti Mbah Harto ini tetap tenang. Syukur-syukur ingatannya bisa kembali pulih.
Hingga tiba pukul 01.30 dini hari WAS, Mbah Harto akhirnya dijemput petugas sektor penginapannya bersama sang istri. Ika bersyukur, solusinya melayani Mbah Harto yang tersesat berbuah manis, meski awalnya sempat bikin bingung karena kekeh minta pulang ke kampung halamannya di Cijantung.
Jemaah Haji Lansia Rentan Alami Demensia
Sebelumnya diberitakan, jumlah jemaah haji lansia dengan usia di atas 60 tahun mencapai 45 persen dari total 221.000 kuota haji tahun ini. Demensia menjadi salah satu penyakit yang rentan terjadi pada jemaah lansia.
Berdasarkan laporan petugas pelayanan kesehatan haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada sejumlah jemaah haji Lansia mengalami demensia setelah tiba di Madinah. Tenaga kesehatan haji (TKH) pun segera melakukan pendampingan kepada pasien hingga pulih dan mengajaknya untuk bersosialisasi dengan rekan jemaah yang lain untuk mencegah demensia.
Kabid Kesehatan PPIH Arab Saudi Muhammad Imran mengatakan, kasus-kasus jemaah haji lansia yang mengalami disorientasi seperti minta pulang saat di pesawat, kemudian masih menganggap berada di kampung saat tiba di Tanah Suci, biasanya terjadi karena demensia.
Demensia biasanya diikuti dengan gangguan cara berpikir, seperti disorientasi tempat, disorientasi waktu, dan disorientasi orang-orang di sekitarnya. Gejala-gejala yang bisa terlihat di awal biasanya seperti mudah lupa, terutama untuk kejadian-kejadian yang baru saja dialami, kemudian sulit mempelajari hal baru, sulit konsentrasi, termasuk sulit mengingat waktu dan tempat, terutama setelah mereka berpindah dari kampungnya ke embarkasi atau ke Tanah Suci.
“Demensia ini merupakan fenomena jemaah haji Indonesia tahun ini karena tahun ini memang jumlah jemaah Lansia lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Imran pada konferensi pers secara virtual, Senin (5/6/2023).
Pada jemaah yang mengalami demensia, perlu diberikan stimulasi kognitif. Dikatakan dr Imran, stimulasi dapat dilakukan dengan mengajak pasien ngobrol dan bersosialisasi. Selanjutnya tenaga kesehatan haji melakukan pendampingan terhadap pasien untuk mencegah terjadinya demensia.
Jemaah yang mengalami demensia akan langsung dirujuk ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Madinah untuk mendapatkan terapi stimulasi kognitif. Biasanya setelah terapi ini, ingatan pasien akan pulih kembali.
Kendati begitu, Imran menekankan, setelah pasien pulih harus tetap diwaspadai karena demensia ini sewaktu-waktu bisa muncul terutama disebabkan kelelahan dan dehidrasi.
Bagi jemaah lansia sangat disarankan untuk beristirahat yang cukup dan tidak memaksakan diri beraktivitas di luar kegiatan ibadah haji. Karena hal itu dapat memicu kelelahan ataupun terjadi dehidrasi akibat paparan cuaca panas di Arab Saudi.
"Jemaah Lansia memang masih bisa kita cegah terjadinya demensia, artinya jangan sampai menimbulkan gejala disorientasi. Salah satu pencegahannya adalah dengan stimulasi kognitif, caranya bisa dengan mengajak jemaah haji itu bercerita. Para pendamping jemaah diimbau untuk selalu mengajak mereka bersosialisasi, berdoa, zikir bersama, kemudian hindari yang bisa menyebabkan jemaah lansia menjadi lelah," tutur Imran.
Advertisement