Sukses

Kisah Wahsyi bin Harb (1): Budak Kulit Hitam yang Membunuh Paman Nabi

Kisah terbunuhnya hamzah bin abdul muthalib pada perang uhud dan penyesalan wahsyi bin harb.

Liputan6.com, Jakarta - Wahsyi bin Harb merupakan seorang bekas budak kulit hitam dari Ethiopia. Orang-orang Quraisy sering memanggil Wahsyi dengan nama Abu Dasmah. 

Meskipun Wahsyi adalah seorang budak, namun ia memiliki keistimewaan berupa kekuatan fisik dan keahlian dalam melempar tombak. Pelempar yang sangat jitu, bahkan lemparannya tidak pernah meleset dari sasaran.

Wahsyi menjadi menjadi terkenal karena mampu membunuh paman Nabi Muhammad SAW yang dijuluki “Singa Allah” yakni Hamzah bin Abdul Muthalib. Namun demikian, ia bertobat dan memeluk agama Islam.

Dikisahkan setelah menjadi seorang muslim ia pun berhasil membunuh Musailamah al-Kazzab sang Nabi Palsu saat pertempuran Yamamah pada zaman Khalifah Abu Bakar. 

 

Saksikan Video Pilihan ini:

2 dari 3 halaman

Terbunuhnya Hamzah bin Abdul Muthalib

Kisah pembunuhan Hamzah bermula ketika majikan Wahsy, Jubair bin Muth’im marah terhadap Hamzah dikarenakan pamannya yang bernama Thu’aimah dibunuh oleh Hamzah di perang Badar. Tidak lama setelah itu orang-orang Quraisy segera menyiapkan pasukan untuk berangkat ke Uhud memerangi Nabi Muhammad SAW dan membalas dendam atas kekalahan di Perang Badar. Lalu, bagaimana dengan Wahsyi bin Harb?

Perang Uhud di pimpin oleh Abu Sufyan (Suami Hindun binti Utbah), Mereka menyusun pasukan besar serta mengumpulkan sekutu-sekutunya. Selain itu Abu Sufyan juga memutuskan untuk membawa para wanita cerdas Quraisy dan para biduan untuk memberi semangat orang-orang kafir Quraisy.

Ketika pasukan kafir Quraisy hendak berangkat ke Uhud, Jubair bin Muth’im memandangi Wahsyi bin Harb dan berkata, "Wahai Abu Dasmah, maukah kamu merdeka dan tidak menjadi budakku?" Wahsyi balik bertanya, "Bagaimana caranya?"

Jubair menjawab, "Jika kamu membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Muhammad demi membalas kematian pamanku Thu’aimah bin Adi, maka kamu merdeka." Lalu Wahsyi kembali bertanya, "Siapa yang menjamin untukku bahwa janji itu akan dipenuhi?" Jubair berkata "Siapa yang kamu inginkan dan aku akan menjadikan dia sebagai saksinya."

Setelah berdiskusi dengan Jubair bin Muth’im, Wahsyi bin Harb segera mengambil tombaknya dan bergabung dengan pasukan kafir Quraisy. Meskipun dia sendiri sebenarnya tidak ada kepentingan lain selain membunuh Hamzah dan menjadi merdeka.

Singkat cerita, tiba-tiba datang seorang penunggang kuda Quraisy yang bernama Siba’ bin Abdul Uzza mendahului langkah Wahsyi bin Harb, lalu Siba’ berkata kepada Hamzah, "Lawanlah aku wahai Hamzah, lawanlah aku."

Hamzah pun menjawab tantangannya, dia berkata,"Mendekatlah wahai anak wanita Musyrik, mendekatlah." Hamzah pun langsung mengayunkan pedangnya ke arah Siba’, lalu Siba’ bin Abdul Uzza langsung tersungkur dan menemui ajalnya.

Pada saat Siba’ terbunuh, Wahsyi bin Harb langsung mencari posisi yang pas, setelah merasa mendapatkan posisi yang tepat, Wahsyi bin Harb langsung menembakkan tombaknya ke arah Hamzah dengan sekuat tenaga sehingga tombak itu mengenai perut bagian bawah Hamzah dan tembus hingga ke belakang.

Hamzah bin Abdul Muthalib berusaha mendekati Wahsyi dengan berjalan tertatih-tatih, namun hanya dua langkah saja, Hamzah langsung tersungkur dengan tombak Wahsyi yang masih menancap di tubuhnya. Wahsyi bin Harb hanya melihatnya saja dan mendiamkan sesaat sambil memastikan bahwa Hamzah telah wafat. 

Dengan demikian, Wahsyi menjadi pahlawan bagi kafir Quraisy, karena telah membunuh orang yang menakutkan bagi mereka. Namun di sisi lain, pembunuhan Wahsy terhadap Hamzah menjadi pukulan bagi kaum muslimin, karena selain pasukannya yang banyak terbunuh, mereka juga telah kehilangan sahabat terbaiknya. 

Setelah perang Uhud selesai, Wahsyi bin Harb kembali ke Makkah dalam keadaan merdeka dari perbudakan.

3 dari 3 halaman

Ketakutan dan Kegelisahan Wahsyi Setelah Membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib

Setelah sekian lama Wahsyi bin Harb hidup dalam kemusyrikannya, ia terus mengamati perkembangan agama Rasulullah, setiap kali agama Rasulullah semakin berkembang semakin berat beban yang Wahsyi pikul, rasa takut, cemas menggelayuti jiwanya. 

Wahsyi merasa takut jika kaum muslimin menjadi kuat lalu akan membunuhnya disebabkan dulu ia pernah membunuh sahabat terbaik setelah Rasulullah SAW. Keadaan terus berjalan sampai tibalah Fathu Makkah, di mana Rasulullah membawa pasukan besarnya untuk menaklukkan kota Makkah. 

Ketika Rasulullah SAW dan kaum muslimin berhasil menaklukkan kota Makkah, Wahsyi langsung melarikan diri ke Thaif karena sangat takut terhadap pasukan besar kaum muslimin. 

Namun ketika sampai di sana, ternyata penduduk Thaif sudah berbondong-bondong masuk Islam, hal ini membuat hati Wahsyi bin Harb semakin kebingungan dan takut, dia berkata "Hendak lari kemana aku??" baginya dunia terasa sempit. 

Manakala Wahsyi bin Harb sedang dalam kebingungan, tiba-tiba seorang laki-laki yang baik mendekati Wahsyi dan berbisik, "Celaka kamu wahai Wahsyi, demi Allah sesungguhnya Muhammad tidak akan membunuh siapapun yang masuk ke dalam agamanya dan bersaksi dengan syahadatul Haq." 

Begitu Wahsyi bin Harb mendengar kata-kata laki-laki tersebut, ia langsung pergi ke Madinah untuk menemui Rasulullah.