Liputan6.com, Jakarta - Di masjid-masjid kini sering kita jumpai adanya imbauan bernada larangan agar anak-anak tak bermain di masjid.
Harapannya agar pelaksanaan ibadah sholat bisa khusuk tanpa terganggu suara dari anak-anak.
Mirisnya, tak jarang beberapa pengurus masjid memarahi anak-anak yang ramai dan gaduh jelang pelaksanaan shalat.
Advertisement
Apakah karena sifat dan kelakuan anak-anak lalu, mereka tak boleh ke masjid? Dengan alasan utama mengganggu kusuknya ibadah orang dewasa.
Baca Juga
Bagaimana pertimbangan dan keuntungan dan kerugian membawa anak-anak ke masjid?
Kenyataannya anak-anak tersebut belum baligh, atau belum wajib sholat, namun apakah ada larangannya?
Datangnya anak-anak ke masjid, sebenarnya adalah upaya orang tua mengenalkan ibadah sholat kepada anak-anak.
Jadi jelas, tujuannya agar anak terlatih beribadah dan sudah terbiasa saat baligh nanti.
Dalam sebuah hadis dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda. “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun. Dan pukullah dia jika usianya mencapai sepuluh tahun serta pisahkanlah di antara mereka saat tidur.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Hakim)
Bahkan dalam kitabnya, Sayyid Sabiq mengetengahkan hadis yang membolehkan menggendong anak kecil saat shalat. Seperti, saat Rasulullah SAW menggendong cucunya, Umamah binti Zainab, saat shalat Subuh dan meletakkan cucunya itu kala rukuk dan sujud.
Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari mengungkapkan hadis tersebut menjadi dalil diperbolehkannya anak-anak diajak sholat di masjid. Anjuran membiasakan shalat bagi anak-anak disunahkan dalam shalat jamaah, termasuk di masjid.
Simak Video Pilihan Ini:
Ini Hukum Membawa Anak ke Masjid
Mengutip suaramuhammadiyah.id Setiap anak yang dikaruniakan oleh Allah swt kepada orang tua adalah lahir dalam keadaan fitrah (suci), kemudian orangtuanya lah yang akan menjadi penentu masa depan keagamaan si anak. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad SAW,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ, فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ [رواه البخاري].
Dari Abu Hurairah RA (diriwayatkan), ia berkata, Nabi SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanya lah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak” [HR. al-Bukhari nomor 1296].
Hadis di atas memberikan pengertian bahwa keberagamaan anak tergantung pada pendidikan orangtuanya. Apabila anak diajari oleh orangtuanya kebaikan, maka dia akan menjadi anak yang baik akhlaknya. Sebaliknya, apabila anak diajari keburukan, maka dia akan menjadi anak yang jelek akhlaknya.
Mengenai persoalan membawa anak kacil ke masjid, hukum asalnya adalah boleh, didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW,
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ, فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا, وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا [رواه البخاري و مسلم].
Dari Abu Qatadah al-Anshari (diriwayatkan) ia berkata, saya melihat Nabi SAW mengimami shalat orang-orang sambil menggendong Umamah binti Abi al-‘Ash, yaitu anak Zainab binti Muhammad SAW, di atas pundak beliau. Apabila beliau rukuk maka beliau meletakkan Umamah, dan apabila beliau berdiri dari sujud maka mengembalikannya (maksudnya menggendongnya kembali) [HR. al Bukhari nomor 5537 dan Muslim nomor 845].
Advertisement
Membiasakan Anak ke Masjid adalah Cara Terbaik Mencintai Islam Sejak Dini
Dalam riwayat yang sahih lainnya juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah memperpanjang sujudnya dalam shalat karena salah satu cucunya Hasan atau Husain bermain menaiki punggung beliau.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعِشَاءِ, وَهُوَ حَامِلٌ حَسَنًا أَوْ حُسَيْنًا, فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ, ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلَاةِ فَصَلَّى, فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا. قَالَ أَبِي فَرَفَعْتُ رَأْسِي, وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِدٌ, فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُودِي, فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ قَالَ النَّاسُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلَاتِكَ سَجْدَةً أَطَلْتَهَا, حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ, أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ. قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ, وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي, فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ [رواه النسائي و أحمد].
Dari ‘Abdullah bin Syaddad dari bapaknya (diriwayatkan), ia berkata, Rasulullah SAW pergi kepada kami di dalam salah satu shalat ‘Isya’, ia membawa Hasan atau Husain. Kemudian Rasulullah SAW ke depan dan meletakkan (Hasan atau Husain), kemudian beliau bertakbir untuk shalat lalu mengerjakan shalat. Saat shalat beliau sujud yang lama, maka ayahku berkata, ‘lalu aku mengangkat kepalaku, dan ternyata ada anak kecil di atas punggung Rasulullah SAW yang sedang sujud, lalu aku kembali sujud.’
Setelah Rasulullah SAW selesai shalat, orang-orang berkata, “wahai Rasulullah SAW, saat shalat engkau memperlama sujud, hingga kami mengira bahwa ada sesuatu yang telah terjadi atau ada wahyu yang diturunkan kepadamu?” Beliau menjawab, “bukan karena semua itu, tetapi cucuku (Hasan atau Husain) menjadikanku sebagai kendaraan, maka aku tidak mau membuatnya terburu-buru, (aku biarkan) hingga ia selesai dari bermainnya” [HR. an-Nasa’i nomor 1129 dan Ahmad nomor 15456].
Hadis pertama maupun kedua merupakan sunnah fi‘liyyah yang menggambarkan perbuatan Rasulullah SAW. Hadis pertama merupakan sunnah fi‘liyyah yang menggambarkan perbuatan Rasulullah SAW menjadi imam shalat berjamaah di masjid sambil menggendong cucunya, yaitu Umamah. Hadis kedua merupakan sunnah fi‘liyyah yang menggambarkan perbuatan Rasulullah SAW memperlama sujudnya dalam shalat, karena Hasan atau Husain menaiki punggung beliau.
Membiasakan diri untuk membawa anak ketika shalat berjamaah ke masjid adalah permulaan yang baik dalam mendidik anak. Hal itu akan manjadikan anak lebih dekat dengan masjid, mengenal Allah, memperbagus akhlaknya, serta meluruskan perkataan dan perbuatannya. Kebolehan membawa anak ke masjid dalam hadis Nabi SAW mencakup semua usia yang masih tergolong dalam usia anak-anak. Namun demikian, orang tua juga perlu memperhatikan keamanan dan keselamatan bagi si anak apabila masih terlalu dini untuk diajak ke masjid. Orang tua harus lebih berhati-hati ketika mengajak anaknya ke masjid, terlebih lagi bagi anak yang belum memasuki usia mumayyiz.
Anak yang belum memasuki usia mumayyiz dan masih terbiasa buang air di celana hendaknya orang tua mengganti popoknya terlebih dahulu sebelum diajak ke masjid, serta membawa pakaian ganti bagi si anak jika tiba-tiba anak ingin buang air, atau mengenakan pamper pada anaknya. Bagi anak yang sudah memasuki usia mumayiz, orang tua harus memberikan pengertian kepada anak untuk ikut shalat dengan tertib mengikuti gerakan imam, atau duduk diam di tempat menunggu shalat jamaah selesai.
Apabila ada anak-anak yang bermain-main di masjid, baik ketika shalat jamaah berlangsung maupun tidak, jangan ditegur dengan teguran yang keras sehingga membuat anak trauma atau takut untuk pergi ke masjid, namun hendaknya dinasehati dengan lemah lembut agar anak tetap merasa nyaman untuk pergi ke masjid.
Kesimpulannya, hukum membawa anak kecil ke masjid adalah boleh sebagaimana hadis Nabi SAW di atas, bahkan dianjurkan untuk membiasakan dan mendidik anak agar mencintai dan rajin ke masjid. Wallahu A’lam.
Penuis: Nugroho Purbo