Liputan6.com, Jakarta - Dalam bahasa arab, tauhid adalah mashdar berasal dari kata وَحَّدَ – يُوَحِّدُ – تَوْحِيْدًا yang berarti meng-Esa-kan. Adapun menurut istilah, tauhid adalah meyakini akan ke-esa-an Allah SWT dalam rububiyah, uluhiyyah, dan dalam asma was sifat. Tauhid apabila dimutlakkan, maka maknanya adalah memurnikan seluruh peribadatan hanya untuk Allah ta’ala.
Sebagai seorang muslim perlu untuk memahami jenis atau macam-macam tauhid. Sebab tauhid berhubungan dengan sifat Allah SWT yang Maha Esa. Sebagai umat muslim tentunya wajib mengimani bahwa Allah SWT itu satu dan merupakan dzat yang memiliki segala kesempurnaan.
Tidak ada satu pun yang dapat menggantikan-Nya. Tauhid adalah akidah bawaan manusia, di mana Allah SWT telah menciptakan manusia dengan fitrah beriman kepada-Nya. Mengutip dari berbagai sumber, berikut merupakan 3 jenis tauhid.
Advertisement
Baca Juga
Saksikan Video Pilihan ini:
1. Rububiyah
Artinya mengesakan Allah SWT dalam hal perbuatan-Nya. Seperti menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan bahaya, memberi manfaat, dan lain-lain yang merupakan perbuatan-perbuatan khusus bagi Allah SWT yang tidak bisa dilakukan oleh manusia maupun jin dan seluruh Alam semesta yang telah Dia ciptakan. Seorang muslim wajib meyakini bahwa Allah SWT tidak memiliki sekutu dalam Rububiyah-Nya.
Mengenai Tauhid Rububiyah ini kaum Musyrikin di zaman Nabi SAW pun meyakininya, Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an :
“Katakanlah,“Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang agung? mereka akan menjawab milik Allah, “katakanlah, “maka kenapa kamu tidak bertakwa?”
Advertisement
2. Uluhiyah
Artinya mengesakan Allah SWT dalam beberapa macam peribadatan yang telah disyariatkan oleh-Nya, seperti, shalat, puasa, zakat, haji, do’a, nadzar, sembelihan, berharap, cemas, takut, dan sebagainya yang termasuk jenis-jenis ibadah. Tauhid jenis inilah yang dituntut oleh Allah SWT dari hamba-hambaNya, yaitu mengesakan Allah dalam hal ibadah.
Jika mereka mengikrarkan Tauhid Rububiyah, maka hendaknya juga mengakui Tauhid Uluhiyah. Para Rasul diutus oleh Allah adalah untuk menyeru kepada Umat mereka agar meyakini Tauhid Uluhiyah. Meyakini dalam artian melaksanakan apa yang telah Allah perintahkan kepada hamba-Nya dalam bentuk peribadatan dan tidak beribadah untuk selain-Nya. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an :
َ وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut”(QS. An-Nahl: 36).
3. Asma Was Sifat
Yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah SWT sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diriNya maupun yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW tanpa mentakwil (ta’wil), memisalkan (tamtsil), menanyakan bagaimananya (takyif) dan meniadakan (ta’thil) dari nama dan sifat tersebut. Hali ini pula harus disertai dengan meniadakan kekurangan-kekurangan dan aib-aib yang ditiadakan oleh Allah terhadap diri-Nya, dan apa yang ditiadakan oleh Rasulullah SAW bagi Allah ta’ala, karena Dia-lah sesungguhnya maha sempurna dan sangat jauh dari aib ataupun kekurangan.
Allah SWT telah menyatakan bahwa Ia memiliki nama-nama yang husna (sangat baik/indah) dan memerintahkan kita untuk berdo’a dengan nama–nama-Nya. Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an :
وَلِلَّهِ الأسماء الحسنى فادعوه بها و ذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”(QS. Al-A’raf : 180).
Advertisement