Sukses

Jemaah Haji Indonesia Meninggal di Tanah Suci Tembus 103 Orang, Ini Daftarnya

Jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci tembus 100 orang lebih. Hingga hari ke-29 operasional haji, Rabu (21/6/2023) pukul 9.00 Waktu Arab Saudi (WAS) atau 13.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), tercatat jumlah jemaah yang wafat mencapai 103 orang. Jumlah ini dari total 194.536 jemaah yang telah tiba di Tanah Suci.

Liputan6.com, Jakarta Jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci tembus 100 orang lebih. Hingga hari ke-29 operasional haji, Rabu (21/6/2023) pukul 9.00 Waktu Arab Saudi (WAS) atau 13.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), tercatat jumlah jemaah haji meninggal mencapai 103 orang. Jumlah ini dari total 194.536 jemaah yang telah tiba di Tanah Suci.

Berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama (Kemenag), jemaah meninggal di tiga lokasi, yakni di Makkah sebanyak 68 orang, di Madinah 32 orang, dan Jeddah tiga orang (satu di antaranya wafat di pesawat dalam perjalanan menuju Tanah Suci).

Jemaah haji yang wafat di Tanah Suci ini masih didominasi kelompok lanjut usia (lansia) yakni usia 65 tahun ke atas sebanyak 56 orang dengan rincian 34 jemaah meninggal di Makkah, 19 di Madinah, dan 3 di Jeddah. Dari total 103 kasus kematian ini juga, 61 di antaranya merupakan jemaah dengan risiko tinggi (risti) kesehatan, sedangkan 42 sisanya non-risti.

Jemaah haji yang wafat di Tanah Suci terbanyak berasal dari Embarkasi Surabaya (SUB) yakni 25 orang, disusul Embarkasi Solo-Yogyakarta (SOC) 17 orang, Embarkasi Jakarta-Bekasi (JSK) 16 orang, Embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG) 14 orang, dan selebihnya masing-masing di bawah 10 orang.

Didominasi Penyakit Jantung

Berdasarkan Data Penyelenggaraan Kesehatan Haji Kemenkes RI di Arab Saudi, disebutkan bahwa penyebab kematian pada jemaah ini masih didominasi oleh penyakit jantung (infark miokard akut 32 kasus dan syok kardiogenik 21 kasus), serta penyakit stroke 5 kasus. Sedangkan sisanya tidak dirinci.

Kepala Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, Edi Supriyatna, menjelaskan penyebab jemaah haji non-risti meninggal kebanyakan adalah penyakit jantung (syok kardiogenik dan infark miokard). Keduanya merupakan dua penyakit tertinggi yang menyebabkan kematian jemaah.

Menurut dia, penyakit jantung tersebut tidak serta merta muncul saat jemaah berada di Tanah Suci. "Sebenarnya sudah memiliki penyakit jantung di Tanah Air. Banyak jemaah haji tidak menyadari telah memiliki penyakit jantung," kata Dokter Edi kepada tim Media Center Haji (MCH) di Makkah beberapa waktu lalu.

Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh sumbatan pada arteri koroner. Sementara syok kardiogenik adalah suatu kondisi di mana jantung tidak dapat memompa darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Kondisi ini sering kali dipicu oleh serangan jantung berat.

Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah KKHI Makkah, Aditya mengatakan, syok kardiogenik adalah salah satu fase akhir dari serangan jantung yang ditandai dengan kurangnya perfusi atau aliran darah ke organ tubuh akibat menurunnya curah jantung.

"Syok kardiogenik tidak terjadi dengan serta merta, ada beberapa faktor pemicu, terutama pada jemaah haji dengan risiko tinggi," katanya. Dokter Aditya mengatakan, faktor risiko tersebut antara lain penyumbatan pembuluh darah jantung, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi, dan perburukan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebelumnya, hingga stres emosional.

Karena itu, KKHI Makkah mengimbau kepada seluruh jemaah yang rentan terkena penyakit jantung untuk menjaga kesehatannya terutama menjelang puncak haji pada 9 Dzulhijjah 1444 H atau 27 Juni 2023 nanti.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jangan Memaksakan Diri Umrah Sunnah

Jemaah haji Indonesia diimbau tidak memaksakan diri melaksanakan ibadah-ibadah sunah, ziarah, dan kegiatan lain yang kurang penting selama di Tanah Suci.

"Jemaah haji agar tidak memaksakan diri melaksanakan salat dan umrah di Masjidil Haram. Salat lima waktu dapat dilakukan di musala hotelnya. Umrah sunnah memerlukan persiapan fisik dan merupakan aktivitas ibadah yang berat," ujar Edi Supriyatna.

Aktivitas fisik yang berat, tambahnya, dapat mengakibatkan kelelahan dan memicu kekambuhan dan komplikasi dari penyakit kronis, seperti penyakit jantung.

"Oleh karena itu, jamaah haji yang memiliki riwayat penyakit kronis agar menahan diri dari aktivitas ibadah yang berat di luar ruangan, seperti umrah sunnah dan salat di Masjidil Haram," tutur Edi.

Para jemaah diimbau menyimpan tenaga untuk mempersiapkan diri menghadapi puncak haji yang tinggal sekitar 10 hari lagi. Sebab, ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina nanti membutuhkan kesiapan fisik dan mental yang matang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.