Liputan6.com, Jakarta - 10 hari pertama Dzulhijah adalah rangkaian hari nan istimewa. Di antara hari-hari tersebut, ada yang disebut sebagai hari Tarwiyah, yakni hari kedelapan atau tanggal 8 Dzulhijah.
Sebagaimana antara 1-9 Dzulhijah, pada hari Tarwiyah, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Puasa tersebut lazim disebut puasa Tarwiyah.
Baca Juga
Arti Tarwiyah adalah berpikir atau merenung.
Advertisement
Mengutip laman Muhammadiyah dalam konteks ibadah haji, Tarwiyah adalah suatu prosesi ibadah haji yang dilakukan oleh Nabi saw pada tanggal 8 Zulhijah di saat itu salah satu yang dilakukan adalah mengumpulkan perbekalan utamanya air.
Tarwiyah dilakukan calon haji dengan cara meninggalkan Mekkah menuju Mina pada pagi hari tanggal 8 Zulhijah (miqat zamani) dengan berpakaian ihram dan berniat untuk menunaikan ibadah haji.
Di Mina mereka menunaikan salat Zuhur, Asar, Magrib, Isya hingga salat subuh tanggal 9 Zulhijah. Tarwiyah termasuk bagian dari kesunahan yang ditunaikan, didasarkan hadis-hadis Nabi Saw, salah satunya: “…ketika hari tarwiyah tiba, para Sahabat pergi menuju Mina dan mereka melakukan ihram untuk haji, dan (saat itu) Rasulullah mengenderai kenderaannya. Di Mina, Rasulullah Saw menunaikan salat Zuhur, Asar, Magrib Isya dan Subuh. Nabi berada di Mina hingga matahari terbit …” (HR. Abu Dawud).
Lantas, bagaimana asal-usul penyebutan hari Tarwiyah?
Simak Video Pilihan Ini:
3 Pandangan Asal-usul Penamaan Tarwiyah
Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib, sebagaimana dikutip dari laman NU menjelaskan bahwa setidaknya, ada tiga pandangan mengenai hari kedelapan bulan Dzulhijjah ini dinamakan tarwiyah. Hal ini sebagaimana termaktub dalam tulisan 'Penamaan Hari Tarwiyah, Arafah dan Keutamaannya', yang dikutip pada Sabtu (24/6/2023).
Pertama, perenungan Nabi Adam ketika membangun Ka’bah. Dijelaskan bahwa, Nabi Adam ketika diperintah untuk membangun sebuah rumah, maka ketika ia membangun, ia berpikir dan berkata, ‘Tuhanku, sesungguhnya setiap orang yang bekerja akan mendapatkan upah, maka apa upah yang akan saya dapatkan dari pekerjaan ini?’ Allah swt menjawab: ‘Ketika engkau melakukan thawaf di tempat ini, maka aku akan mengampuni dosa-dosamu pada putaran pertama thawafmu.’
Mendengar jawaban tersebut, Nabi Adam as memohon, ‘Tambahlah (upah)ku’. Allah menjawab: ‘Saya akan memberikan ampunan untuk keturunanmu apabila melakukan thawaf di sini’. Nabi Adam as memohon, ‘Tambahlah (upah)ku’. Allah menjawab: ‘Saya akan mengampuni (dosa) setiap orang yang memohon ampunan saat melaksanakan thawaf dari keturunanmu yang mengesakan (Allah).’
Kedua, perenungan mendalam Nabi Ibrahim setelah bermimpi diperintah untuk menyembelih anaknya. Saat pagi tiba, ia berpikir apakah mimpi itu dari Allah swt atau dari setan? Ketika malam Arafah, mimpi itu datang kembali dan diperintah untuk menyembelih. Kemudian Nabi Ibrahim as menegaskan bahwa mimpi tersebut betul-betul datang dari Allah swt.
Ketiga, perenungan orang haji mengenai doa-doa yang hendak dipanjatkan pada hari Arafah nanti.
Tiga pandangan tersebut tidak lain didasarkan pada makna tarwiyah sendiri. Menurut Fakhruddin, sebagaimana dikutip dari Sunnatullah, bahwa tarwiyah memiliki arti berpikir atau merenung. Tak pelak, hari Tarwiyah identik dengan keadaan berpikir dan merenung tentang peristiwa yang masih dipenuhi keragu-raguan.
Ketiga pandangan tersebut juga memiliki hubungan dengan makna yang disebut di atas, juga tanggal 8 Dzulhijjah sebagai harinya.
Tim Rembulan
Advertisement